Wanita hamil dan menyusui yg tidak puasa, apa mengqadha atau bayar fidiyah?
Pendapat Ulama tentang Mengqadha
Puasa atau Bayar Fidyah? Bagi wanita hamil dan menyusui
Para ulama telah bersilisih pendapat tentang permasalahan : "Apakah
wanita hamil dan menyusui jika meninggalkan puasa karena udzur, harus
mengqodlo atau cukup membayar fidyah saja?"
1. Ulama yang
mengatakan hanya perlu mengqadha Saja tanpa fidyah.
Mengqiyaskan hukumnya kepada orang
sakit. Sebab, kondisi wanita hamil dan menyusui yang lemah mirip sekali dengan
orang yang sakit. Sedangkan qadha bagi orang yang sakit adalah mengganti
puasanya di hari lain di luar Ramadhan.
Ulama yang memakai pendapat ini adalah mazhab Hanafi dari Abu Hanifah, Abu Ubaid, dan Abu Tsaur. Para ulama ini berdalil dengan firman Allah SWT,
Ulama yang memakai pendapat ini adalah mazhab Hanafi dari Abu Hanifah, Abu Ubaid, dan Abu Tsaur. Para ulama ini berdalil dengan firman Allah SWT,
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ
فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ
مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ
لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu, maka jika di antara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia
berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu
pada hari-hari yang lain." (QS al-Baqarah [2]: 184).
2. Mengatakan
qadha bagi wanita hamil dan menyusui hanya fidyah saja.
Pendapat ini
dipakai di kalangan ulama seperti; Ibnu Umar dan Ibnu Abbas. Mereka
mengqiyaskan kondisi wanita hamil dan menyusui dengan orang-orang yang lanjut
usia, atau kalangan mereka yang tidak sanggup melaksanakan puasa.
Ulama ini berdalil dengan firman Allah SWT,
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ
مِسْكِينٍ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ
لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan wajib bagi orang-orang
yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fid-yah,
(yaitu) memberi makan seorang miskin. (QS al-Baqarah [2]: 184).
Dalam Bidayatul Mujtahid (jilid 1/ hal 63) disebutkan, kondisi ibu hamil atau
orang yang menyusui lebih dekat qiyasnya kepada orang lanjut usia. Jika mereka
tidak berpuasa di bulan Ramadhan sebab mengkhawatirkan kondisi dirinya ataupun
bayinya, maka harus membayar Fidyah tanpa perlu mengqadha.
3. Wanita hamil
dan menyusui yang meninggalkan puasa Ramadhan wajib mengqadha sekaligus
membayar fidyah.
Pendapat ini dikemukakan oleh Imam
Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Menurut dia, kondisi wanita hamil dan menyusui serupa dengan orang sakit dan juga orang yang terbebani dalam melakukan puasa. Jadi, Imam Syafi'i menggabungkan dua pendapat di atas.
Menurut dia, kondisi wanita hamil dan menyusui serupa dengan orang sakit dan juga orang yang terbebani dalam melakukan puasa. Jadi, Imam Syafi'i menggabungkan dua pendapat di atas.
Apabila mereka tidak berpuasa di
bulan Ramadhan, maka mereka harus membayar qadha dan fidyah juga. Pendapat ini
menggabungkan dua dalil dari ayat yang disebutkan diatas.
Dalam Fiqhus Sunnah (jilid I/hal
508) disebutkan, jika alasan meninggalkan puasa bagi ibu hamil karena khawatir
dengan kondisi bayinya, maka ia wajib qadha dan fidyah sekaligus. Namun, jika
alasannya tak berpuasa hanya karena mengkhawatirkan dirinya saja, atau dirinya
dan bayinya, maka ia hanya perlu mengqadha puasa saja tanpa membayar fidyah.
Sedangkan mazhab Maliki punya
pendapat lain. Menurutnya, bagi wanita hamil cukup mengqadha saja. Sedangkan
bagi wanita yang menyusui harus mengqadha dan membayar fidyah. Mereka
berpendapat, kondisi wanita hamil dan menyusui berbeda. Jadi mereka juga
dibedakan dari segi hukumnya.
Menurut mazhab Maliki, Wanita hamil
lebih dekat diqiyaskan hukumnya kepada orang sakit. Sedangkan wanita menyusui
qiyasnya mencakup dua kondisi, yaitu orang sakit sekaligus orang yang terbebani
melakukan puasa. Apabila ia tidak berpuasa di bulan Ramadhan, maka ia wajib
membayar qadha’ dan juga fidyah.
Lantas, manakah pendapat yang paling
kuat? Ulama Indonesia banyak yang mengambil pendapat ketiga sebagai langkah
ihtiyath (kehati-hatian).
Bagi mereka yang punya kelapangan
waktu dan harta tentu lebih baik bagi mereka untuk menjalankan pendapat yang
ketiga. Disamping membayarkan fidyah untuk membantu fakir miskin, mereka bisa
pula berpuasa dalam rangka taqarrub kepada Allah SWT.
Adapun bagi mereka yang tak punya
kelapangan sedemikian, kembali kepada mazhab masing-masing. Misalkan, pengikut
mazhab Syafi'iyyah mengikut imam Syafi;i, pengikut mazhab Hanbali mengikut Imam
Ahmad bin Hanbal, dan seterusnya. Wallahu'alam.
Komentar
Posting Komentar