MAKALAH DALALAH -نظرة تاريخية 2012 || PASCA IAIN IB
نظرة تاريخية
A. Abstrak
Bahasa telah berhasil menarik
perhatian pemikir, sebab bahasa adalah salah satu roda utama yang menjalankan
kehidupan manusia semenjak diciptakan, baik dalam berfikir dan bekomunikasi
sesame manusia. Peranan bahasa tak seorangpun akan memungkirinya, dan dengan
bahasa, sejarah pun tercatat dalam buku-buku
Namun, tak ada yang luput dari
perdebatan dan perselisihan terhadap sesuatu yang belum jelas secara pasti
keberadaannya. Demikian halnya bahasa, sejarah munculnya pun menuai perdebatan.
Banyak pendapat yang dikemukakan oleh perintis tentang sejarah dan bahasa
mengenai kapan dan dari mana awal munculnya bahasa ditengah manusia. Di antara
sederetan pendapat itu, ada yang mengatakan "keberadaan bahasa erat
kaitannya dengan hubungan antara kata dan makna, sama halnya hubungan antara
api dan asap". Jadi, ilmu dalalah pun lebih focus hubungan antara kata dan
makna. Oleh karena itu, ada dua sisi yang saling berkaitan dalam pembahasan
makalah ini.
B. Pendahuluan
Sesungguhnya Ilmu Mantiq membahas tentang fikiran-fikiran
dan persesuaiannya dengan undang-undang berfikir. Tidak ada sangkut pautnya
dengan lafadh, tetapi dikarenakan lafaz itu sebagai tanda yang menunjukkan
kepada maksud dan pengertian, maka untuk mengambil faedah makna-makna itu,
tidak terlepas dari hubungannya dengan lafadh-lafadh itu menunjukkan atas nama
dan petunjuk lafadh itu, dengan arti memahami makna dari lafaz.
Ilmu Mantiq
adalah disiplin ilmu bahasa yang baru, membahas tentang dalalah bahasa dan
tunduk apada aturan-aturan bahasa dan simbol-simbolnya tanpa selainnya. Bahasa semenjak lama telah berhasil menarik perhatian para pemikir,
sebab bahasa adalah salah satu roda utama yang menjalankan kehidupan manusia
semenjak diciptakannya, baik dalam berfikir terlebih lagi dalam hal
berkomunikasi antar sesama manusia. Peranan bahasa tak seorang pun akan
memungkirinya. Dan dengan bahasa pula sejarah pun tecatatkan dalam buku-buku.
Bahkan kita-kitab suci yang dianggap sakral bagi umat-umat terdahulu oleh
manusia termaktubkan dengannya. Adapun tujuan pokok dalam mengkaji ilmu dalaah
atau mantiq adalah agar pendegar memahami dengan baik makna yang dimaksud
dariperkataan/pembicaraan lawan bicara atau ungkapan-ungkapan yang dibacanya.
Dalam
makalah ini, akan dibahas tentang ilmu
dalalah, factor-faktor yang mencakup ilmu dalalah, fenomena perkembangan ilmu
dalalah, dan perkembangan makna menurut pakar ilmu dalalah.
B.
Pembahasan
1. Pengertian
Dalalah secara umum adalah
"Memahami sesuatu atas sesuatu". Kata "sesuatu yang pertama
disebut " Madlul" (yang ditunjuk). Dalam hubungan dengan hukum yang
disebut madlul adalah "hukum itu sendiri". Kata "sesuatu yang
kedua disebut dalil (yang menjadi petunjuk) dalam hubungannya dengan hukum
disebut "dalil hukum".
Dalam kalimat "asap menunjukkan
adanya api" kata "Api" disebut madlul, sedangkan
"asap" yang menunjukkan adanya api disebut dalil. Berpikir denan
menggunakan petunjuk dan isyarat disebut berpikir secara dalalah.
Bahasa diibaratkan mahluk hidup karena dia hidup di lidah para
penuturnya. Bahasa mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan
perkembangan zaman sebagaimana halnya manusia. Bahasa adalah fenomena sosial
yang hidup di tengah masyarakat. Dia ikut berkembang jika masyarakat berkembang
dan mundur ketika masyarakat itu mundur.
Perkembangan semantik adalah salah satu bentuk perkembangan bahasa
yang obyeknya adalah kata dan arti kata. Arti sebuah kata sebenarnya tidak
permanen tetapi mengalami perubahan yang terus menerus dan tak seorangpun yang
mampu mengahalangi perubahan itu. Ini dapat dibuktikan dengan melihat kamus,
dimana sebuah kata dapat mengalami perubahan makna setiap saat.
2.
Perkembangan ilmu dalalah
Perkembangan ilmu dalalah atau makna
terjadi pada banyak kata. Banyak orang tidak memahami makna suatu kata,
sehingga memerlukan kamus-kamus historis untuk mengungkap makna kata tersebut.
Maka perkembangan ilmu dalalah merupakan suatu fenomena yang terjadi pada
setiap bahasa yang dikaji oleh pelajar pada tiap tingkatan pertumbuhan bahasa,
dan perkembanganya secara historis.
Istilah
ilmu dalalah muncul belakangan setelah munculnya istilah semantik, yang ditulis
pertama kali oleh seorang ahli bahasa berkebangsaan Perancis Breal dalam
bukunya Essai de semantique tahun 1897. Sebenarnya kajian tentang makna telah
lama dilakukan oleh para ahli bahasa Arab, tetapi baru akhir abad 19 menjadi
ilmu tersendiri, sebagaimana yang ada sekarang. Sejauh mana kajian keislaman
mempunyai perhatian terhadap kajian tentang makna ini?
Persoalan-persoalan pokok dalam Ilmu Dalalah Pada mulanya, ilmu dalalah hanya membahas makna atau makna-makna kata dan perkembangan makna tersebut, sehingga lebih tepat disebut ilmu ad- dalalah al-mu’jamy, misalnya kata عين dapat berarti mata air, mata-mata atau bola mata dan sebagainya, kata بيت dapat pula berarti sebuah rumah atau sebait puisi.
Persoalan-persoalan pokok dalam Ilmu Dalalah Pada mulanya, ilmu dalalah hanya membahas makna atau makna-makna kata dan perkembangan makna tersebut, sehingga lebih tepat disebut ilmu ad- dalalah al-mu’jamy, misalnya kata عين dapat berarti mata air, mata-mata atau bola mata dan sebagainya, kata بيت dapat pula berarti sebuah rumah atau sebait puisi.
3. Factor penyebab perkembangan ilmu
dalalah
perkembangan ilmu dalalah atau
perkembangan makna mencakup segala hal tentang makna yang berkembang, berubah
dan bergeser. Perkembangan ini meliputi tentang perubahan makna baik yang
meluas, menyempit atau bergeser maknanya. Bahasa mengalami perubahan yang
dirasakan setiap orang, dan merupakan salah satu aspek dan perkembangan makna
yang menjadi objek ilmu dalalah.
Antoine Meillet seorang tokoh, linguistic
Prancis menyebutkan tiga factor sebab perkembangan ilmu dalalah yaitu:
bahasa, sejarah dan social.[1]
Sedangkan Ibrahim Anis mengemukakan dua factor perkembangan ilmu dalalah yaitu:
pertama, factor pemakaian, unsur yang paling jelas disini adalah salah satu
paham yang menyebabkan perkembangan kata dengan memberi makna yang bukan
padanannya dan rusaknya kata yang menyebabkan perkembangan pada bentuk kata
tertentu yang menjadi sama dengan bentuk kata lain, sehingga bercampurnya dua
makna. kedua, kebutuhan dengan adanya pembaharuan dalam ungkapan
disebabkan perkembangan peradaban secara umum dan menyebabkan perubahan makna
kata. Ia menambahkan bahwa perkembangan politik dan ekonomi mempunyai urgensi
yang besar untuk memunculkan suatu kata dengan makna baru selain itu kebutuhan
untuk menyerap kosakata bahasa asing. Sebagai asing dari bahasa arab
dansebaliknya adalah karena kebutuhan kata- kata ( شرب)sirup , قهوة)coffe dan
lain-lain.[2]
Abdul khair menyebutkan
factor-faktor yang mengakibatkan perubahan makna sebagai akibat perkembangan
bahasa, yaitu: factor kebahasaan, faktor kesejarahan, sebab social, psikologis,
pengaruh bahasa asing, karena kebutuhan kata-kata baru dan sebab linguistic
lainnya yang berhubungan dengan factor kebahasaan, baik yang ada hubungannya
dengan fonologi, morfologi, atau sintaksis.[3]
Dari berbagai pendapat ini, dapat kita
simpulkan bahwa factor yang menyebabkan perkembangan makna suatu kata, baik
dari bahasa itu sendiri, maupun aspek-aspek lain yang mempengaruhinya. Perubahan
makna terjadi jika relasi antara lafal dan arti yang ditunjuk oleh lafal
tersebut berubah. Hal ini terjadi dalam dua bentuk yaitu:
a.
Apabila ditambahkan makna baru kepada kata yang lama
b.
Apabila kata baru ditambahkan kepada makna yang lama.
Penyebab terjadinya perubahan ini
dapat bersifat eksternal dan internal. Penyebab eksternal berupa perkembangan
social dan peradaban, sementara sifat internal adalah karena pemakaian bahasa
itu sendiri. Bahasadiadakan agar manusia dapat berkomunikasi satu sama lain
dengan cara bertukar lafal seperti halnya mempertukarkan uang dengan barang.
Hanya saja pertukaran bahasa ini melalui akal dan perasaan dan ini bisa berbeda
untuk setiap org dan lingkungan. Ketika generasi berikutnya mewarisi suatu
makna, maka sesungguhnya dia tidak lagi mewarisi makna yang sama dengan
generasi sebelumnyatetapi telah mengalami beberapa penyimpangan.
Kadang-kadang terjadi pula
penambahan makna baru terhadap kata yang lama karena salah mengerti, kadang
sebuah lafal diganti dengan lafal lain sehingga menjadi kurang jelas. Misalnya
lafal-lafal yang berhubungan dengan kegiatan sehari-hari dan lafal-lafal yang
berhubungan dengan hal yang kotor. Contohnya dalam alquran kata الغائط berarti
tempat yang rendah, namun dalam alquran diartikan dengan membuang hajat sebagai
bentuk kinayah. Penyebab lain yang bersifat internal adalah kedekatan
makna dengan lafal tertentu dalam sebuah konteks. Misalnya kata فشل yang dahulu bermakna “takut dan lemah” seperti yang diungkapkan
dalam al-Qur’an فلا
تنازعو فتفشلوا sekarang
berarti “gagal”.
4. Fenomena dan tujuan perkembangan
ilmu dalalah
Masalah
perkembangan ilmu dalalah menurut Ibrahim Anis adalah pengkhususan makna,
perluasan makna, degrasi makna, meningkatnya makna, dan perubahan lapangan
pemakaian[4].
Secara umum dapat penulis simpulkan bahwa perkembangan
sematik berputar dalam 3 hal yaitu[5]:
1. Takhsis
makna
2. Ta’mim
makna
3. Pergeseran makna
a.
Takhsis
makna
Yaitu
membatasi makna lafal umum terhadap makna tertentu saja, dengan demikian makna
kata tersebut cakupannya telah berkurang dari makna yang sebelumnya. Contoh
makna lafal yang menyempit kata حريم yang
berarti sesuatu yang tidak boleh disentuh, kini artinya menyempit untuk
perempuan saja. Kata الصحابة yang
berarti teman dalam arti luas kini menyempit dan menjadi sahabat nabi saja,
kata التوبة yang
berarti “kembali” kemudian menjadi kembali dari dosa, kata الحج yang
berarti bermaksud menjadi bermaksud ke baetullah.
b.
Ta’mim makna
Hal ini
terjadi ketika adanya pergeseran dari makna khusus menjadi makna umum. Misalnya
kata لوح yang
dulunya berarti sejenis benda yang digunakan untuk menulisi kemudian meluas
artinya menjadi pelat, bangun perahu, papan dan orang besar tulang tangan dan
kakinya. Kata البأس yang
dulunya berarti kesusahan dalam perang meluas menjadi kesusahan dalam segala
hal, kata العقيقة yang
berarti rambut bayi yang tumbuh sejak dalam kandungan meluas menjadi binatang
yang disembelih ketika rambut bayi dipotong, kata المجد yang berarti penuhnya perut binatang karena
makanan meluas menjadi dipenuhi kemulian.
c.
Pergeseran makna
Pergeseran
lafal dari cakupan pemakaian yang biasa ke cakupan yang lain. Pergeseran ini
terjadi dalam dua hal:
1.
Pergeseran makna karena relasi kemiripan (الإستعارة)
2.
Pergeseran makna karena relasi ketidakmiripan (المجاز
المرسل)
Pertama,
Istiarah dalam ilmu balagah terjadi jika salah satu dari unsur tasybih –musyabbah
dan musyabah bih– dibuang demikian pula adat al-tasybih. Penggunaan
istiarah banyak digunakan pada kata-kata yang bergeser maknanya karena adanya
kemiripan. Misalnya kata ثعبان yang
berasal dari kata ثعب yang
berarti mengalir bergeser menjadi “ular” karena kemiripan antar air yang
mengalir dan ular yang berjalan.
Kedua, Al-majaz
al-mursal adalah pergeseran makna yang bukan disebabkan karena
adanya kemiripan makna tapi justru tidak ada kemiripan sama sekali antara makna
asli dengan makna barunya. Ini berbeda dengan takhsis dan ta’mim
makna yang melahirkan penyempitan dan perluasan makna, sementara dalam al-majaz
al-mursal hal itu tidak terjadi karena makna yang lama dan makna
yang baru, cakupannya sama atau sekelas.
Pergeseran
makna dalam al-majaz al-mursal disebabkan
karena adanya beberapa relasi yaitu: al-sababiyah, al-kulliyah, al-juz’iyah,
al-halliyah, al-mahalliyah, al-mujawarah, al-umum, al-khusus, dan i’tibar ma
kana. Contoh al-sababiyah (menyebutkan akibat
tapi yang dimaksud adalah penyebabnya) dalam Alqur’an قد
أنزلنا عليكم لياسا kata لباسا (pakaian) tidak mungkin
turun dari langit, tapi yang dimaksud adalah hujan sebagai penyebabnya. Contoh al-kulliyah
(menyebutkan keseluruhan tapi yang dimaksud adalah sebahagian) dalam Alqur’an فاغسلوا
وجوهكم و أيديكم kata أيدكم jamak يد artinya
tangan sampai bahu tapi yang dimaksud di sini adalah tangan sampai siku.
Pergeseran
makna terjadi pula dalam 2 hal lain sebagai berikut:
1.
Pergeseran dari makna kongkrit ke makna abstrak
2.
Pergeseran dari makna abstrak ke makna kongrit
Pertama,
pergeseran dari makna konkrit ke makna abstrak sejalan dengan dengan
perkembangan akal manusia. Jika pemikiran rasional berkembang maka kebutuhan
kepada makna yang abstrak juga akan meningkat. Pergeseran ini juga dapat
dinamakan majaz hanya saja bukan majaz sebagai bagian balagha. Jika dalam
balaghah majaz di maksudkan untuk dapat mempengaruhi perasaan maka majaz disini
semata-mata hanya dimaksudkan agar dapat membantu manusiai mengungkap hal-hal
yang abstrak.
Sebagai
contoh kata غفر yang arti asalnya adalah menutup sesuatu yang
tampak kemudian dalam Islam berkembang menjadi pengampunan atau menutupi dosa.
Demikian pula kata زكي yang arti dasarnya adalah berkembang dan
bertambah, kemudian dalam Islam berubah menjadi penyucian jiwa. Kata نبط yang
pada mulanya berati mengeluarkan air dari sumur kemudian muncul kata إستنباط yang
sering dipergunakan dalam istilah ushul fikhi. Demikian pula kata النفق yang
berarti fatamorgana kemudian berkembang dan memunculkan kata منافق .
Kedua,
pergeseran dari makna abstrak ke makna kongkrit. Pergeseran jenis kedua ini
seringkali dimaksudkan untuk memperjelas konsep yang bersifat abstrak sehingga
seakan akan dapat diraba, dicium, didengar, dilihat dan rasakan. Jenis ini
banyak digunakan dalam bahasa sastra sehingga kata-kata sabar, dengki dan
cita-cita jika disampaikan dengan bahasa sastra maka seakan-akan obyek abstrak
tersebut dapat terlihat. Misalnya kata الكرم diungkapkan
dengan kata كثرة الرماد
5.
Perkembangan makna menurut pakar ilmu dalalah arab
Abu Hatim al-Razi sebagai perintis
perkembangan ilmu dalalah telah mengumpulkan beberapa kata yang mengalami
perkembangan ilmu dalalah. Perkembangan ilmu dalalah ini mengambil beberapa
bentuk yaitu[6];
·
Makna lama yang diwariskan
·
Lafal lama yang diberi makna baru setelah datangnya islam baik
dalam bentuk perluasan makna, penyempitan maupun pergeseran makna.
·
Lafal baru baik dari segi
bangun kata dan maknanya yang tidak dikenal oleh orang arab sebelumnya.
·
Lafal baru yang diserap dari bahasa asing.
Sementara
al-Khawarizmi melihat bahwa lafal terbagi kepada lapal Arab baru yang
diciptakan dan lafal asing yang diarabkan. Sedangkan Abu Hilal al-Askari
membaginya kepada ism urfi (makna berdasarkan
kebiasaan pemakainya) dan ism syar’i (makna baru yang lahir
dengan datangnya Islam)
C. Penutup
1.
Kesimpulan
Hukum biasanya menuntut pemenuhan,
tidak saja dengan makna teksnya yang terbaca jelas, tetapi juga dengan
makna-makna yang dicakupnya dan petunjuk-petunjuk serta inferensi-inferensi
yang bersifat tidak langsung yang ditarik darinya. Metode-metode diatas umumnya
disusun untuk mendukung penelitian rasional dalam deduksi ahkam dari sumber
–sumber wahyu Allah.
Al-dalalah
merupakan sesuatu yang di ambil dari hukum syara' mengenai perbuatan manusia.
Dalam klasifikasi Al-dalalah kaidah dasar yang harus
dikemukakan adalah bahwa nash syar'i tidak
pernah mensyariatkan makna sebaliknya, dan interpretasi yang berusaha membaca
makna sebaliknya kedalam nash yang ada tidaklah teruji dan dapat dipertahankan.
Jika dibutuhkan lagi nash tersendiri untuk mengesahkannya tetapi upaya untuk
mempertahankan dua makna yang berlawanan dalam sebuah nash yang sama berarti
menentang esensi dasar dan tujuan interpretasi.
Ilmu menurut
para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin atau mendekati yakin (zhan)
mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham itu sesuai dengan realita
maupun tidak.
2.
Saran
Kami sebagai
penulis makalah ini menyadari bahwa kami adalah yang dhoif tidak luput dari
kesalahan dan kekeliruan oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran dari
semua pembaca demi kesempurnaan dan memperbaiki pada penyusunan makalah
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Khair, Pengantar
Ilmu Dalalah Bbahasa Indonesia,(Jakarta; Rineka Cipta, 1990)
Bakhtiar, Ilmu Ad-Dilalah Ithar
Al-Jadid,( Iskandariyah; Dar al-Ma’rifah al- Jam’iyyah, 1995)
Muhammad
Mukhtar ‘Amid, Ilmu ad-Dilalah, Kairo: al-Kutub, 1993
Muhammad
Ghalim, al- Taulid ad-Dalalyfi Balghahwa al-Ma’ajim,( magrib; Dar
Tubiqal li al-Nasyr, 1987), h. 46. Lihat sumber asli Ibrahim Anis, Dilalah
Alfaz, (Maktabah al-Injilu al-Arabiyah, 1991)
[1] Muhammad Mukhtar ‘Amid, Ilmu ad-Dilalah, (Kairo: al-Kutub,
1993), h. 237
[2] Muhammad Ghalim, al- Taulid ad-Dalalyfi Balghahwa al-Ma’ajim,(
magrib; Dar Tubiqal li al-Nasyr, 1987), h. 46. Lihat sumber asli Ibrahim
Anis, Dilalah Alfaz, (Maktabah al-Injilu al-Arabiyah, 1991), h. 134-151
[3] Abdul Khair, Pengantar Ilmu Dalalah Bbahasa Indonesia,(Jakarta;
Rineka Cipta, 1990), h.63
[4] Bakhtiar, Ilmu Ad-Dilalah Ithar Al-Jadid,( Iskandariyah; Dar
al-Ma’rifah al- Jam’iyyah, 1995), h. 24
Komentar
Posting Komentar