MAKALAH DALALAH 2012 - Komponen /unit semantik ((الوحدة الدلالية -|| PASCA IAIN IB



Komponen /unit semantik ((الوحدة الدلالية
A.      Pengertian Semantic Unit (الوحدة الدلالية )
Para ahli linguis modern memberikan istilah yang berbeda-beda dalam penyebutan wihdatu al-dilaliyah. Terlihat dari beragam istilah yang mereka utarakan seiring dengan perkembangan linguistik. Di antara mereka ada yang mengistilahkan wihdatu al-dilaliyah ini dengan semantic unit. Pada dasarnya istilah inilah yang lebih identik dengan wihdatu al-dilaliyah yang ada pada lingistik Arab. Ada juga di antara mereka yang menyebutnya dengan istilah sememe, untuk pertamakalinya dipakai dalam ilmu linguistik yang dipopulerkan oleh Adolf Noreen seorang linguis asal Swedia pada tahun 1908. Pada tahun 1926 Blomfield, seorang linguis asal Amerika menggunakan istilah yang sama sepertri Adolf Noreen dalam penamaan semantic unit yang dikenal sekarang ini.
Sama halnya seperti dalam pemberian istilah wihdatu al-dilaliyah, dalam pen-ta’rif-annya pun para ahli tetap memberikan defenisi masing-masing. Sebahagian ahli bahasa mengatakan bahwa wihdatu al-dilaliyat itu adalah الوحدة الصغرى للمعنى , ada juga yang mengatakan تجمع من الملامح التمييزية , dan ada juga yang mendefinisikan dengan امتداد من الكلام يعكس تباينا دلاليا [1]. Menurut Palmer semantic unit ialah keseluruhan makna dari suatu kata, terdiri atas sejumlah elemen, yang antara elemen yang satu dengan yang lain memiliki ciri yang berbeda-beda.
Para ahli bahasa Indonesia menyesuaikan istilah yang cocok dengan wihdatu al-dilaliyah (semantik unit), yaitu dengan sebutan komponen makna atau komponen semantik. Abdul Chair menyatakan bahwa koponen makna atau komponen semantik (semantic feature, semantic property, atau semantic marker) mengajarkan bahwa setiap kata atau unsur leksikal terdiri dari satu atau beberapa unsur yang bersama-sama membentuk makna kata atau makna unsur leksikal tersebut.[2] Pendapat tersebut juga dikemukakan oleh Kridalaksana yang menyatakan bahwa komponen makna merupakan satu atau beberapa unsur  yang bersama-sama membentuk makna atau ujaran.[3]
B.      Macam-Macam Semantic Unit (Komponen Makna)
Sebagaimana yang dikutip oleh Ahmad Mukhtar Amar dari pendapat Nida bahwa wihdatu Al-dilaliyah(semantic unit) itu dibagi kepada empat bagian penting yaitu:
1.     الكلمة المفردة (kosa kata)           
الكلمة المفردة (kosa kata) dianggap merupakan sesuatun yang sangat penting dalam wihdatu al-dilaliyah karena ia tidak bisa terlepas pada tingkatan dasar dalam wihdatu al-dilaliyatu(semantik unit) sehingga sebahagian ahli menyebutnya dengan wihdatu al-dilaliyatu ah-sughra.
Unit semantik kebanyakan merupakan susunan dari satuan-satuan dari tingkatan kata, sehingga banyak ungkapan-ungkapan yang tidak bisa dipahami maknanya secara menyeluruh ketika di maknai dengan makna perkata kecuali dengan menghimpun makna dari satu kata dengan kata yang lain. Makna semacam inilah yang sering dicoba untuk menggambarkan maknanya melalui susunan kata tersebut yang disebut dengan idiomatic)  تعبيرى (
Komponen ini di bagi kepada tiga bagian yaitu
a.      التعبير  (idiom) yaitu satuan ujaran yang maknanya tidak dapat diramalkan dari makna unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal.[4] Idiom merupakan ungkapan-ungkapan yang dibentuk dari kumpulan kata-kata yang memiliki makna harfiyah dan makna ghairu harfiy seperti ungkapan orang Arab ضرب كفا بكف  yang menagandung makna تحير (bingung). Demikian juga dengan ungkapan orang barat (inggris) spill the beans yang berarti يوضح، او يكشف (menjelaskan/menerangkan).[5] Termasuk juga dalam kategori idiom dalam bahasa Arab adalah pasangan khas verba dengan harf al-jarr(preposisinya) misalnya رغب في  (senang) dan رغب عن  (benci). Jadi makna idiomatis ini merupakan makna satuan kebahasaan yang menyimpang dari makna leksikalnya ataupun dari makna gramaatikal unsur-unsur pembentuknya.[6]
Padeta dalam bukunya, sebagaimana dikutip oleh bapak Muhammad Amin mengatakan bahwa idiom (التعبير) dapat dibedakan menjadi dua yaitu idiom penuh dan idiom sebagian. Idiom penuh adalah idiom yang unsur-unsurnya secara keseluruhan merupaka satu kesaatuan dengan satu makna.
Contoh; -  بيت الخلاء
-          كبش الفداء         -          
Frase بيت الخلاء terbentuk dari kata بيت yang makna leksikalnya “bangunan tempat tinggal” dan الخلاء yang makna leksikalnya “sepi, sunyi”. Makna leksikal dari setiap kata tidak lagi tampak pada konstruksi tersebut. Frase بيت الخلاء tidak lagi bermakna rumah sepi atau rumah untuk menyepi, tetapi bermakna tempat “buang hajat”. Demikian juga dengan frase كبش الفداء yang bermakna orang atau pihak yang dipersalahkan atau dijadikan  sebagai dalih atas terjadinya sesuatu, tidak lagi mengandung makna leksikal unsur-unsurnya yaitu كبش “kambing” dan الفداء “tebusan”.
Adapun idiom sebagian masih menampakkan salah satu unsur dengan makna leksikalnya. Misalnya kata أم “wanita yang melahirkan” dan kata القرآن “kitab suci umat Islam” membentuk konstruksi أم القرآن “surat al-fatihah”jadi makna leksikal dari unsur kedua masih terwakili pada makna keseluruhan konstruksi tersebut. Demikian juga dengan frase رأس المال  mempunyai makna “uang awal usaha atau modal”. Frase tersebut terdiri atas unsur رأس  “kepala atau bagian paling atas dari suatu makhluk bernyawa” dan المال “harta,kekayaan”. Jadi makna المال sebagai unsur kedua juga masih tampak pada makna konstruksi tersebut secara utuh.[7]
 Berikut adalah contoh-contoh idiom dalam bahasa Arab;

Makna Idiom
Hal yang tidak bisa dilakukan
Tertegun karena kaget
Masalah memanas
Takut
Berpikir
Makna Asal
Kalimat
Tinta di atas kertas
Menahan napas
Tungku itu panas
Hatinya terbang
Memeras otak
ورق على حبرٌ
أنفاسه حبس
الوطيس حمي
قلبه طار
ذهنه قدح

b.     التركيب الموحد (unitary complex) yang dimaksud dengan unitary compleks adalah gabungan kata yang dibentuk dari morfen hurr yang disandarkan kepada satu morfem muttashil atau lebih serta kata yang dibentuk dari dua morfem muttashil[8] atau lebih.
Dalam kajian linguistik bahasa Indonesia, penulis melihatالتركيب الموحد  (unitary complex)  lebih identik dengan idiom yang berbentuk frase yaitu gabungan dari dua kosa kata atau lebih. Seperti kata white house (بيت الأبيض) pada dasarnya arti dari kata-kata ini bukan berorientasi kepada bangunannya tetapi lebih kepada posisinya sebagai pusat organisasi perpolitikan (مؤسسة السياسية). Demikian juga kata pine apple dalam bahasa Inggris bukanlah merupakan bagian dari jenis buah apel meskipun kata “apple” digunakan untuk penyebutan pine apple (nanas) tersebut.

c.      المركب (composite) atau  التعبير المركب (composite ekspression)
Ta’biru al-murakkab berbeda dengan tarkib al-muwahhid, yaitu pada kata utama (kalimat al-ra’isiyyat)
2.     أكبر من كلمة (تركيب) (gabungan dari kata)
Adapun komponen bahasa yang jumlah partikelnya lebih sedikit dari kata maka inilah yang disebut dengan morfem muttasil (morfem yang terikat). Ini berlaku untuk masa yang telah berlalu dan yang akan datang (السوابق واللواحق). Seperti contoh pada huruf mudhara’ah السين  menunjukkan masa istiqbal atau (re) dalam bahasa Inggris seperti pada kalimat remark dan reestablish. Demikian juga contoh untuk lahiq-nya, penggunaan “ly” pada kalimat friendly dan penggunaan “ness” pada kata darkness
3.     اصغر من كلمة (مورفيم متصل)
Adapun komponen bahasa yang jumlah partikelnya lebih sedikit dari kata maka inilah yang disebut dengan morfem muttasil (morfem yang terikat). Ini berlaku untuk masa yang telah berlalu dan yang akan datang (السوابق واللواحق). Seperti contoh pada huruf mudhara’ah السين  menunjukkan masa istiqbal atau (re) dalam bahasa Inggris seperti pada kalimat remark dan reestablish. Demikian juga contoh untuk lahiq-nya, penggunaan “ly” pada kalimat friendly dan penggunaan “ness” pada kata darkness.
.
4.     أصغر من الومرفيم (صوت مفرد) (suku kata)
Adapun komponen semantik yang jumlahnya kurang dari morfem atau lebih kecil dari morfem,  ini seperti terdapat pada contoh-contoh doma’ir, dommah pada mutakallim, fathah pada mukhattab, kasrah pada mukhathabah (كتبتُ- كتبتَ – كتبتِ)
Berikut adalah bagan pembagian wihdatu al-dilaliyah yang diklasifikasikan oleh Nida[9];
الجملة


التركيب

أكبر                                                      
الكلمة
أصغر                                                   

المورفيم المتصل


الصوت المفرد

C.    Persoalan Yang Muncul Dalam Semantic Unit (Komponen Semantik)
Lazimnya, ahli bahasa mengkalim bahwa kamus-kamus dibentuk dari kata-kata. Berdasarkan hal ini maka kata (ألكلمة) merupakan satu komponen dari komponen-komponen dasat dalam ilmu dilalah, sehingga dengan hal ini muncul berbagai persoalan diantaranya;
1.       Suatu kata perkata itu bukan hanya memiliki  satu arti, sebagaimana didefenisikan linguis Inggris hendry sweet bahwa banyak perbedaan di antara kata-kata yang ada. Seperti antara tammah (full) dengan kalimat shuriyah (form). Di anatara beberapa contoh kalimat Tammah itu الشجرة-يغني- أزرق-بلطف dan di antara contoh kalimat yang form itu “it, the, of, and”. Apabila nampak pada suatu kata itu menunjukkan arti dari bagian yang dapat kita artikan sampai sekarang itulah kalimat yang dianggap sempurna. Adapun kata yang form itu nampak karena ia lebih besar kecenferungannya kepada ilmu tata bahasa dibandingkan deangan kecenderngannya kepada ilmu semantik. Demikian juga hubungannya dengan ilmu mu’jam (perkamusan).
Bisa jadi ada yang mengatakan kata hanya memiliki satu makna, akan tetapi itu hanya satu makna dari segi ilmu tata bahasa (sintaksis). Dan lebih dari pada itu, kata itu sebenarnya tidak hanya satu makna, bahkan yang benar itu maknanya dapat terlihat pada kata-kata yang lain. Karena itu, tidak semestinya seseorang cenderung kepada suatu makna dalam suatu pembahasan.
2.       Adanya persoalan kebahasaan yang dinamakan dengan kata al-wadhihat (الواضحة) dan kata mubhimat (ألمبهمة ). Kata wadhihah  ini adalah kata yang maknanya terbatas dari makna lainnya dan dari bagian-bagiannya. Sedangkan kata mubhimah adalah kata yang tidak ada batasan maknanya.[10]
D.    Analisis Komponen Makna Kata
Berkaitan dengan analisis komponen makna terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1.       Pembeda makna dan hubungan antar komponen makna
2.       Langkah analisis komponen makna
3.       Hambatan analisis komponen makna
4.       Prosedur analisis komponen makna
Berikut adalah uraiannya;
1.        Pembeda Makna dan Hubungan antarkomponen Makna
Untuk dapat menganalisi komponen makna seseorang perlu mengetahui hubungan-hubungan makna yang ada di dalam kata-kata. Misalnya kata melompat dan melompat-lompat mempunyai hubungan makna dan perbedaan makna, sehingga diperlukan komponen pembeda. Lain halnya jika kata melompat dibandingkan dengan kata melihat, terdapat kenyataan bahwa kedua kata itu tidak memperlihatkan hubungan makna. Komponen pembeda makna akan jelas apabila diketahui komponen makna. Komponen makna diperlukan untuk mengetahui seberapa jauh kedekatan, kemiripan, kesamaan, dan ketidaksamaan suatu makna kata.
Berdasarkan hal tersebut di atas pembeda makna akan terjadi karena beberapa hal berikut ini.
a.    Perbedaan bentuk akan melahirkan perbedaan makna; dan
b.    Perubahan bentuk akan melahirkan hubungan makna.

2.        Langkah Analisi Komponen Makna
Menganalisis komponen makna memerlukan langkah-langkah tertentu. Nida menyebutkan enam langkah untuk menganalisis komponen makna.
a.      Menyeleksi sementara makna yang muncul dari sejumlah komponen yang umum dengan pengertian makna yang dipilih masih berada di dalam makna tersebut. Misalnya, dalam kriteria marah terdapat leksem ‘mendongkol’, ‘menggerutu’, ‘mencaci maki’, dan ’mengoceh’.
b.     Mendaftar semua ciri spesifik yang dimiliki oleh rujukannya. Misalnya, untuk kata ayah terdapat cirri spesifik antara: [+insan], [+jantan], [+kawin], dan [+anak].
c.      Menentukan komponen yang dapat digunakan untuk kata yang lain. Misalnya, ciri ‘kelamin perempuan’ dapat digunakan untuk kata ibu, kakak perempuan, adik perempuan, bibi dan nenek.
d.     Menentukan komponen diagnostik yang dapat digunakan untuk setiap kata. Misalnya untuk kata ayah terdapat komponen diagnostik ‘jantan’, satu turunan di atas ego.
e.      Mengecek data yang dilakukan pada langkah pertama.
f.      Mendeskripsikan komponen diagnostiknya, misalnya dalam bentuk matriks.

3.     Hambatan Analisis Komponen Makna
Dalam menganalisis komponen makna, terdapat beberapa kesulitan atau hambatan sebagai berikut;
a.       Lambang yang didengar atau dibaca tidak diikuti dengan unsur-unsur suprasegmental dan juga unsur-unsur ekstra linguistik.
b.       Tiap kata atau leksem berbeda pengertiannya untuk setiap disiplin ilmu. Kata seperti ini disebut istilah. Misalnya istilah kompetensi ada pada bidang linguistik, psikologi, dan pendidikan. Meskipun istilah itu memiliki medan yang sama, tetapi pasti ada perbedaan sesuai dengan disiplin ilmu tersebut.
c.       Tiap kata atau leksem memiliki pemakaian yang berbeda-beda.
d.       Leksem yang bersifat abstrak sulit untuk di deskripsikan. Misalnya: liberal, sistem.
e.       Leksem yang bersifat dieksis dan fungsional sulit untuk dideskripsikan. Misalnya: ini, itu, dan, di.
f.        Leksem-leksem yang bersifat umum sulit untuk dideskripsikan. Misalnya: binatang, burung, ikan, manusia.[11]­­
Abdul Chaer menambahkan bahwa dari pengamatan terhadap data unsur-unsur leksikal ada tiga hal yang perlu dikemukakan berkenaan dengan analisis komponen makna.
a.    ada pasangan kata yang salah satu daripadanya lebih bersifat netral atau umum sedaangkan yang lain bersifat khusus. Misalnya, pasangan kata mahasiswa dan mahasiswi. Kata mahasiswa lebih bersifat umum dan netral karena dapat termasuk “pria” dan “wanita”. Sebaliknya kata mahasiswi lebih bersifat khusus karena hanya mengenai “wanita”.
                 Demikian juga dalam bahasa arab bahkan dalam al-quran atau al-hadist ada beberapa pasangan kata terjadi seperti pada kasus di atas misalnya kata المسلمين pada hadis طلب العلم فريضة على كل مسلمين  secara zahir kata muslimin pada dasarnya ditujukan kepada kaum muslim laki-laki. Tetapi dalam bahasa Arab atau bahkan dalam al-quran seruan dengan menggunakan kata muzakkar mencakup terhadap seluruh kaum muslimin baik laki-laki maupun perempuan sedangkan ketika seruan itu menggunakan kata muannas maka seruan itu khusus hanya untuk mu’annas saja.
b.   ada kata atau unsur leksikal yang sukar dicari pasangannya karena memang mungkin tidak ada; tetapi ada juga yang mempunyai pasangan lebih dari satu. Contoh kata atau unsur leksikal yang pasangannya lebih dari satu adalah kata berdiri. Kata berdiri bukan hanya bisa dipertentangkan dengan kata duduk, tetapi dapat juga dengan kata tiarap, rebah, tidur, jongkok, dan berbaring.
c.    sukar mengatur ciri-ciri semantik itu secara bertingkat, mana yang lebih bersifat umum dan mana yang lebih bersifat khusus. Umpamanya ciri (jantan) dan (dewasa), bisa bersifat umum (jantan) dan bisa juga bersifat umum (dewasa).[12]
4.      Prosedur Analisis Komponen Makna
Untuk menganalisis makna dapat digunakan berbagai prosedur. Nida (1975:64) menyebutkan empat teknik dalam menganalisis komponen makna yakni penamaan, parafrasis, pendefinisian dan pengklasifikasian (dalam Surayat, 2009:38).
a.        Penamaan (Penyebutan)
Proses penamaan berkaitan dengan acuannya. Penamaan bersifat konvensional dan arbitrer. Konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya sedangkan arbitrer berdasarkan kemauan masyarakatnya. Misalnya, leksem rumah mengacu ke ‘benda yang beratap, berdinding, berpintu, berjendela, dan biasa digunakan manusia untuk beristirahat’.
Ada beberapa cara dalam proses penamaan, antara lain: (1) peniruan bunyi, (2) penyebutan bagian, (3) penyebutan sifat khas, (4) penyebutan apelativa, (5) penyebutan tempat asal, (6) penyebutan bahan, (7) penyebutan keserupaan, (8) penyebutan pemendekan, (9) penyebutan penemuan baru, dan (10) penyebutan pengistilahan.

b.        Parafrasis
Parafrasis merupakan deskripsi lain dari suatu leksem, misalnya:
1)      Paman dapat diparafrasis menjadi:
(a)     adik laki-laki ayah
(b)    adik laki-laki ibu
2)      berjalan dapat dihubungkan dengan:
(a)     berdarmawisata
(b)    berjalan-jalan
(c)     bertamasya
(d)    makan angin
(e)     pesiar
c.        Pengklasifikasian
Pengklasifikasian adalah cara memberikan pengertian pada suatu kata dengan cara menghubungkan kata yang satu dengan kata yang lain. Klasifikasi atau taksonomi merupakan suatu proses yang bersifat alamiah untuk menampilkan pengelompokan sesuai dengan pengalaman manusia. Klasifikasi dibedakan atas klasifikasi dikotomis yaitu klasifikasi yang terdiri atas dua anggota kelas atau subkelas saja dan klasifikasi kompleks yaitu klasifikasi yang memiliki lebih dari dua subkelas.
d.        Pendefinisian
Pendefinisian adalah suatu proses memberi pengertian pada sebuah kata dengan menyampaikan seperangkat ciri pada kata tersebut supaya dapat dibedakan dari kata-kata lainnya sehingga dapat ditempatkan dengan tepat dan sesuai dengan konteks.[13]
E.  Manfaat Analisis Komponen Makna
Adapun manfaat dari analisis komponen makna ini menurut ahli bahasa antara lain;
1.     Digunakan untuk membedakan makna suatu kata dengan kata yang lain. Misalnya kata ayah dan ibu dapat dibedakan berdasarkan ada atau tidak adanya ciri jantan.
Ciri Pembeda
Ayah
Ibu
1. manusia 
2. dewasa
3. kawin
4. jantan
+
+
+
+
+
-
2.     Perumusan di dalam kamus.
Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S Poerwodarminto mendefinisikan kata kuda sebagai ‘binatang menyusui yang berkuku satu dan biasa dipiara orang untuk kendaraan’. Menurut Wunderlich dalam buku Pateda, untuk mendefinisi sesuatu dapat digunakan definisi berdasarkan genus proximum (mengacu kepada rincian secara umum) dan differentia specifica (mengacu kepada spesifikasi sesuatu yang didefinisikan). Jadi ciri ‘binatang menyusui, berkuku satu, dan biasa dipiara orang’ adalah yang menjadi ciri umum dan ciri makna ‘kendaraan’ menjadi ciri khusus yang membedakannya dengan sapi dan kambing.
Ciri Pembeda
Kuda
Sapi
Kambing
1. menyusui 
2. berkuku satu
3. dipiara
4. kendaraaan
+
+
+
+
+
-
+
+
-
3.      Dapat digunakan untuk mencari perbedaan kata-kata yang bersinonim
Kata-kata bersinonim seperti kandang, pondok, rumah, istana, keraton, dan wisma. Kata tersebut dianggap bersinonim dengan makna dasar ‘tempat tinggal’. Kata kandang dapat dibedakan dari kelima kata lain berdasarkan ciri [+manusia] dan [-manusia].[14]



               [1]Ahmad Mukhtar Umar, Ilmu al-Dilalatu, (Kairo: ilmu al-kutub, 1993) h. 31
[2] Abdul Chair, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995) H.114
[3] Harimurti Kridalaksana,  Kamus Linguistik. (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2009) h. 129
[4] Taufiqurrachman, Leksikologi Bahasa Arab, (Malang: Uin Malang Press, 2008) h. 90
[5] Ahmad Mukhtar Umar, op. Cit.h. 32
[6] Muhammad Amin, Imam Asrori, Semantik Bahasa Arab, (Surabaya: Hilal Pustaka, 2008) h. 50-51
[7] Ibid,
[8] Morfem hurr adalah suatu kata yang memungkinkan penggunaannya bisa berdiri sendiri yaitu morfem yang berdiri sendiri dari segi makna tanpa harus dihubungkan dengan morfem yang lain. Semua kata dasar tergolong morfem bebas. sedangkan morfem muttashil adalah sesuatu kata yang tidak mungkin penggunaannya secara sendiri dan harus bersambung dengan morfem lain, seperti kata dalam bahasa Arab رجلان  merupakan bentukan dari kata morfem hurr رجل” dan morfem mutshilان” tanda untuk mutsanna. Makna morfem muttashil (terikat) baru jelas setelah morfem itu dihubungkan dengan morfem lainnya. Semua imbuhan (awalan, sisipan, akhiran, serta kombinasi awalan dan akhiran) tergolong sebagai morfem terikat. Selain itu unsur-unsur kecil seperti klitika, partikel, dan bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri, juga tergolong sebagai morfem terikat.
[9] Ahmad Mukhtar Umar, Lok. Cit.
[10] P. R. Palmer, Ilmu al-Dilalatu Itorun Jadidun, terj. Shabri Ibrahim al-Sayyid, (Iskandariyah: (Dar al-Ma’rifah al-Jami’ah, 1995) h. 62
[11] Mansoer Pateda, Semantik Leksikal. (Jakarta: Rineka Cipta, 2010 ) h. 274
[12] Abdul Chair, op.cit h. 118
[13] http://apgsastra.wordpress.com/2011/11/29/25/

[14] http://nurulrifkyhuba.wordpress.com/2012/05/19/medan-makna-dan-komponen-makna/

Komentar

Postingan Populer