Bahasa Indonesia makalah tentang "Pemakaian Tanda Baca" | Tugas di Pasca IAIN IB



Pemakaian Tanda Baca

A.    Pendahuluan
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengatur penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut aturan Ejaan yang Disempurnakan (EYD). Sudah banyak dijumpai buku-buku yang berkaitan dengan salinan tentang aturan tersebut, di samping harganya terjangkau, tidaklah sulit untuk mendapatkannya.
Tanda baca adalah bagian dari aturan yang terdapat dalam buku Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan, yang sudah semestinya diketahui dan dipahami dalam penulisan karya ilmiah, sehingga karya tulis yang akan dipublikasikan sudah memakai aturan yang benar.
Dalam makalah ini, akan dibahas tentang “pemakaian tanda baca” dengan menganalisis makalah salah seorang mahasiswa pasca sarjana IAIN Imam Bonjol Padang.

B.    Pembahasan
1.     Tanda Baca[1]
Secara garis besar tanda baca ada 16 tanda baca:
1)     Tanda Titik (.)
2)     Tanda Koma (,)
3)     Tanda Titik Koma (;)
4)     Tanda Titik Dua (:)
5)     Tanda Hubung (-)
6)     Tanda Pisah (–, —)
7)     Tanda Elipsis (...)
8)      Tanda Tanya (?)
9)     Tanda Seru (!)
10) Tanda Kurung (  )
11) Tanda Kurung Siku [ ]
12) Tanda Petik ("...")
13) Tanda Petik Tunggal ('...')
14) Tanda Ulang (.....2)
15) Tanda Garis Miring (/)
16) Tanda Penyingkat (Apostrof)(')

2.     Analisis Makalah
Analisis pemakaian tanda baca dalam makalah ini  mengambil sebuah makalah yang ditulis oleh Desriadi, mahasiswa Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang.
a.      Salinan makalah[2]

PEMBAHASAN
OBJEK KAJIAN FIQH LUGHAH

A.     
1
Sejarah Fiqh Lughah di Kalangan Arab
Sebenarnya semenjak dari masa  yang paling awal dalam sejarah studi bahasa di kalangan Arab telah muncul beberapa istilah yang merupakan nama atau sebutan bagi kajian-kajian kebahasaan ini dalam bentuk khususnya. Sebagian istilah tersebut terkadang masih terpakai hinggga sekarang meski dengan metodologi yang berbeda. Di antara istilah-istilah yang popular dalam kajian kebahasaan di kalangan Arab dahulu adalah al-lughah, al-nahwu, al-arabiyah. Seperti diketahui bahwa para ulama muslim Arab terdahulu pertama sekali menyebut aktivitas mengoleksi dan mengumpulkan kosakata-kosakata Arab ‘al-mufradat al-arabiyah’ dengan beberapa sebutan, yang paling lama adalah al-lughah. Jadi yang mereka maksud dengan istilah al-lughah atau ilmu al- lughah itu adalah ilmu khusus mengoleksi atau mengumpulkan kosakata-kosakata bahasa Arab, kemudian mereka menganalisa kosakata tersebut sedemikian rupa termasuk mengenai makna-maknanya. Hal ini mereka lakukan terutama terhadap kosakata-kosakata Al-Qur’an yang mereka anggap aneh atau asing yang sulit mereka fahami. Seperti yang pernah dilakukan Ibn Abbas (w. 68 H) ketika dia memfokuskan perhatiaannya kepada kosakata-kosakata aneh  atau asing (al-gharib atau foreign words) yang ada dalam al-Quran sehingga lahirlah kitabnya gharib al-Quran.[3]
3
2
 Orang –orang yang melakukan kegiatan itu mereka sebut dengan al-lughawi yakni orang yang mengerti dan menguasai sekelompok besar kosakata, terutama yang terkait dengan kosakata yang aneh (gharib) atau bisa juga mereka yang menulis mu’jam (kamus).[4]
Berdasarkan pengertian itu maka Sibawaih tidak bisa disebut dengan al-lughawi akan tetapi al-nahwi, sementara al-Khalil adalah al-lughawi karena dia telah menulis mu’jam al-‘Ain, dan demikian juga Ibn Duraid karena dia telah menulis mu’jam Jamharah al-lughah, termasuk dalam kategori ini al-Jauhari karena dai menulis Tahzib al-Lughah. Pengertian seperti ini kemudian berlangsung beberapa abad lamanya di kalangan arab.[5]
4
Di samping itu,  sesungguhnya para ulama terdahulu juga membedakan antara apa yang mereka sebut dengan istilah al-lughah dan istilah al-‘arabiyah, yang mereka maksud dengan istilah al-arabiyah adalah al-nahwu dan istilah al-lughah adalah fiqh lughah. Dalam perkembangan selanjutnya istilah al-nahwu untuk menunjukkkan  nama dari ilmu ini, dan al-nahwi untuk menunjuk orang yang menguasai ilmu ini, terkadang sering digandengkan dengan ilmu lain yaitu al-sharf. Dalam khazanah bahasa Arab masing-masing ilmu tersebut memiliki medan kajian sendiri-sendiri akan tetapi sering digandengkan dalam penyebutannya, yakni ilmu al-Qawai’d.[6]
5
Pada abad ke IV H muncullah istilah teknis baru dalam wacana keilmuan Arab yakni fiqh lughah. Hal ini disebabkan karena Ibn Faris (w. 395 h), menulis sebuah buku yang berjudul al-shahibi fi fiqh al-lughah wa sunan al-arabiyah fi kalamiha. Karya inilah untuk pertama kalinya yang menggunakan istilah fiqh lughah dalam khazanah keilmuan Arab (al-turats al-arabi). Kemudian datang pula al-Tsa’alibi (w. 429 H) menggunakan istilah yang sama pasca ibn Faris. Dia seorang ahli bahasa  dan sastra dan menulis bukunya dengan judul Fiqh al- lughah wa Sirr al-Arabiyah. Kedua buku tersebut secara umum sama-sama membahas problematika al-alfaz al-arabiyah. Tema besar fiqh lughah bagi mereka berdua adalah ma’rifah al-alfaz al-arabiyah wa dilalatuha (studi terhadap kosakata Arab dan maknanya), tashnif hadzihi fi maudhu’at (mengklasifikasikannya ke dalam topik-topik tertentu)..[7]


6
Kitab ibn Faris memuat beberapa permasalahan teoritik seputar bahasa. Di antara yang populer darinya ialah persoalan kemunculan bahasa (nasy’at al-lughah) atau dalam linguistik modern sekarang disebut the origin of language. Ketika para ulama bertikai tentang masalah tersebut, sebagian menganggap bahwa bahasa bersifat konvensional atau ketetapan bersama antara sesama masyarakat (‘urfan ijtima’iyyan), maka ibnu Faris datang membantah pendapat itu dengan mengajukan teori Tauqifi atau berdasarkan wahyu yang diturunkan dari langit. Akan tetapi topik mengenai keterkaitan bahasa dengan wahyu ini tidak terkait dalam kajian ilmu linguistik modern.[8]
7
Istilah Fiqh Lughah merupakan murni istilah Arab yang terdiri dari dua kata yakni fiqh dan al-lughah. Secara etimologi fiqh itu berasal dari bahasa Arab al-fiqh yang berarti al-fahm (pemahaman).[9] Di dalam sebuah hadits ditemukan pula kata yang seakar dengannya seperti hadis berikut :
من أراد الله به خيرا يفقه فى الدين
8
Artinya : Siapa yang diinginkan Allah kebaikan padanya maka Ia akan   memberinya pemahaman yang dalam terhadap agama.[10]
Di dalam al-Qur’an juga terdapat ayat yang menggunakan kata yang sama dengan kata tersebut, seperti yang terdapat dalam ayat berikut ini :
وما كان المؤمنون لينفروا كافة فلولا نفر من كل قرية منهم طائفة ليتفقهوا فى الدين
 ولينذروا قومهم إذا رجعوا إليهم لعلهم يحذرون         
Artinya : Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa beberapa orang dari tiap-tiap golongan di antara mereka tidak pergi untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama agar mereka bisa memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya. (QS.9 :122)[11]
9
Adapun secara terminologis, para ulama klasik tidaklah memberikan defenisi kongkret menyangkut istilah fiqh al-lughah ini. Ibnu Faris misalnya, yang dianggap sebagai orang pertama yang membidani lahirnya istilah ini tidak memberikan defenisi yang jelas, baginya : kullu ‘ilmin lisyaiin fahuwa fiqh (setiap pengetahuan terhadap sesuatu adalah fiqh).[12]
10
Amil Badi’ Ya’kub mengatakan bahwa diantara buku-buku klasik yang mengkaji tentang fiqh lughah adalah buku al-Shahibi fi Fiqh al-Lughah wa Sunan al-Arab fi Kalamiha karya Ibn Faris dan kemudian diikuti oleh buku Fiqh al-Lughah wa Sirral-al-Arabiyah, karya Abu Mansur al-Tsa’alibi, akan tetapi kelihatannya Ibn Faris dan al-Tsa’alibi tidak membedakan istilah ini dengan pengertian-pengertian khusus.[13]

b.     Analisis penggunaan tanda baca
Makalah yang akan dianalisis tentang pemakaian tanda bacanya dalam pembahasan ini hanya  terfokus pada sepuluh paragraf, karena dipandang cukup untuk mewakili paragraf-paragraf berikutnya. Berikuti ini akan diuraikan dengan mfenggunakan tabel.





a)     Paragaf pertama terdapat empat tada baca: (-), (,), (.), ( )
Tanda baca
Kalimat
Keterangan
Pemakaian yang benar
(-)
kajian-kajian
istilah-istilah
kosakata-kosakata
Tanda hubung digunakan menyambung unsur-unsur kata ulang.[14]

ü   
al-lughah
al-nahwu
al-arabiyah
Al-Qur’an
al-mufradat
al-arabiyah
al-gharib
Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca

(,)
al-lughah,
al-nahwu,


Jadi yang mereka
Arab, kemudian
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.[15]
Tanda koma dipakai di belakang kata hubung
Setelah kata Arab diberi titik bukan koma




Jadi, yang mereka
Arab.  Kemudian
( )
(al-mufradat al-arabiyah)
(w. 68 H)
(al-gharib atau foreign words)
Pemakai tidak beanr
al-mufradat al-arabiyah



‘al-gharib atau foreign words
(.)
al-arabiyah.
 al-lughah.
fahami.
al-Qur’an.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[16]

(w. 68 H)
Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum.


b)     Paragaf ke-2 terdapat empat tada baca: (-), (,), (.), ( )
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
     Pemakaian yang benar
(-)
Orang –orang
Tanda hubung digunakan menyambung unsur-unsur kata ulang.[17]

al-Lughawi
Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca

(,)
kosakata,



itu maka
Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca/salah pengertian.[18]
Seharusnya sebelum kata “maka” diberi koma




itu, maka
( )
(gharib)
(kamus).
Tidak benar
gharib
‘kamus’.
(.)
(kamus).
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[19]


c)     Paragaf ke-3 terdapat empat tada baca: (-), (,), (.), ( )
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
Pemakaian yang benar
(-)
al-lughawi
al-nahwi,
al-Khalil
al-lughawi
al-Jauhari
al-‘Ain,
al-lughah,
Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca

(,)
al-nahwi,
al-‘Ain,
al-lughah,


Berdasarkan pengertian itu
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.[20]

al-‘ain.




berdasarkan pengertian itu,
(.)
al-Lughah.
arab.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[21]


d)     Paragaf ke-4 terdapat empat tada baca: (-), (,), (.)
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
Pemakaian yang benar
(-)
al-‘arabiyah,
al-sharf.
al-Qawai’d.
Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca.

(.)
lughah.
al-sharf.
al-Qawai’d.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[22]

(,)
Di samping itu,

Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antara kalimat yang terdapat pada awal kalimat.

ilmu ini, dan al-nahwi
Kalimat ini tidak perlu pakai koma, karena hanya terdiri dari dua unsur, cukup dengan memakai kata “dan” saja.

ilmu ini,
penyebutannya,
al-‘arabiyah,
Tanda koma dipakai untuk menghindari salah baca/salah pengertian.[23]


e)     Paragaf ke-5 terdapat empat tada baca: (-), (,), (.), ( )
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
Pemakaian yang benar
(.)
lughah.
kalamiha.
(al-turats al-arabi).
ibn Faris.
al-Arabiyah.
dengan itu.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[24]

(w. 395 h),
(w. 429 H)
Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum.[25]

( )
(w. 395 h),
(al-turats al-arabi).
(al-turats al-arabi).
(w. 429 H)
(studi terhadap kosakata Arab dan maknanya),
(mengklasifikasikannya ke dalam topik-topik tertentu)
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.[26]

al-turats al-arabi’.
al-turats al-arabi’.

‘studi terhadap kosakata Arab dan maknanya’,
‘mengklasifikasikannya ke dalam topik-topik tertentu’

(-)
sama-sama (mengklasifikasikannya ke dalam topik-topik tertentu) 

Tanda hubung digunakan menyambung unsur kata ulang.[27]

al-lughah
al-arabiyah
(al-turats al-arabi).
(al-turats al-arabi).
al-Tsa’alibi
al- lughah
al-Arabiyah.
 al-alfaz
Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca

(,)
al-arabiyah,
(studi terhadap kosakata Arab dan maknanya),


Ibn Faris (w. 395 h), menulis
Kemudian datang
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian atau pembilangan.[28]
pemakaian tanda “koma” salah
seharusnya setelah “kemudian” diberi koma






Ibn Faris (w. 395 h) menulis
Kemudian, datang

f)      Paragaf ke-6 terdapat empat tada baca: (-), (,), (.), ( )
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
Pemakaian yang benar
(-)
(nasy’at al-lughah)
al-fiqh
Tanda hubung tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca

(,)
tersebut,



Akan tetapi topik
Tanda koma dipakai untuk menghindari salah pengertian.[29]




Akan tetapi, topik
(‘urfan ijtima’iyyan), maka...
Tanda koma dipakai dibelakang kata atau ungkapan penghubung.[30]

(.)
dari langit.
modern.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[31]

( )
(nasy’at al-lughah)
(‘urfan ijtima’iyyan),
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.[32]
nasy’at al-lughah
urfan ijtima’iyyan,

g)     Paragaf ke-7 terdapat empat tada baca: (-), (:), (.)
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
Pemakaian yang benar
(-)
al-lughah
al-fiqh
al-fahm
Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca

(:)
berikut :
Artinya :
Tanda titi dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti tangkaian atau pemerian.[33]

(.)
agama.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.




h)     Paragaf ke-8 terdapat empat tada baca: (-), (,), (.), ( )
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
Pemakaian yang benar
(-)
al-Qur’an
Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca.

orang-orang
 tiap-tiap
Tanda hubung digunakan menyambung unsur kata ulang.[34]

(,)
kata tersebut,
Diiringi kalimat penjelasan.

(:)
berikut ini :
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti tangkaian atau pemerian.[35]

(QS.9 :122)
Tanda titik dua dipakai menyatakan bab dan ayat dalam kitab suci.[36]

(.)
(QS.9 :122)


dirinya. (QS.9 :122)
Tanda titik dipakai pada singkatan kata atau ungkapan yang sudah sangat umum.[37]
Titik setelah “dirinya” dipindahkan setelah tutup kurung




dirinya (QS.9 :122).
dirinya.
(ke medan perang).
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[38]

( )
(ke medan perang).
(QS.9 :122)
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.[39]


i)      Paragaf ke-9 terdapat empat tada baca: (-), (,), (.), ( ), (:)
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
Pemakaian yang benar
(-)
al-lughah ini.
Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca.

(,)
terminologis,
misalnya,

jelas, baginya
Diiringi kalimat penjelasan.

Tidak perlu pakai koma



Jelas baginya
(.)
al-lughah ini.
(setiap pengetahuan terhadap sesuatu adalah fiqh).
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.

(:)
baginya :
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti tangkaian atau pemerian.[40]

( )
(setiap pengetahuan terhadap sesuatu adalah fiqh).

Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.[41]
setiap pengetahuan terhadap sesuatu adalah fiqh

j)      Paragaf ke-10 terdapat empat tada baca: (-), (,), (.)
Tanda baca
Kalimat
Aturan Tanda baca
Pemakaian yang benar
(-)
buku-buku
pengertian-pengertian
Tanda hubung digunakan menyambung unsur-unsur kata ulang.[42]

al-Shahibi
al-Arab
al-Lughah
Sirral-al-Arabiyah,
al-Tsa’alibi,

Tidak ditemuai dalam aturan pemakaian tanda baca

(,)
Sirral-al-Arabiyah,
al-Tsa’alibi,

Diiringi kalimat penjelasan.

(.)
khusus.
Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.[43]


C. Penutup
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis di atas, ditemui beberapa tanda baca yang dipakai dalam makalah tersebuat, diantaranya: tanda titik (.), tanda koma (,), tanda titik dua (:), tanda hubung (-), tanda kurung ( ). Dalam pemakaian tanda  baca tersebut masih ada ditemukan kesalahan, seperti pemakain tanda koma pada kalimat “Dalam perkembangan selanjutnya istilah al-nahwu untuk menunjukkan  nama dari ilmu ini dan al-nahwi untuk menunjuk orang yang menguasai ilmu ini”.
Pemakaian tanda hubung (-) pada kalimat bahasa Arab yang ditulis dengan tulisan latin banyak ditemui dalam makalah tersebut, seperti al-Lughah, al-Arab, al-fahm, dan lainnya. Namun pemakaian ini tidak ditemui dalam aturan pemakaian tanda baca.
2. Saran
Diharapkan dengan pembahasan dalam makalah ini yang terbatas analisisnya, sesuai dengan kemampuan dan batasan yang diberikan, dapat memotifasi pembaca untuk lebih menelusuri dan mendalami pemahaman tentang pemakaian tanda baca dalam penulisan karya ilmiah.



DAFTAR KEPUSTAKAAN

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, Bandung: Yrama Widya, 2012.

Budiono, Kamus Besar Lengkap Bahasa Indonesia, Surabaya: Karya Agung, 2012.


[1]Keterangan yang lebih lengkap baca “Penggunaan Tanda Baca” dalam buku “Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”, (Bandung: Yrama Widya, 2012), Cet. V, h. 35-53, disalin dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
[2] Salinan makalah ini, penulis memberi kode dengan tanda panah (             ) kepada angka disetiap paragraf untuk menunjukkan urutan paragraf yang akan dianalisis.
[3] Muhammad Husain Ali Yasin,al- Dirasat al-Lughawiyah ‘Inda al-arab Ila Nihayah al-Qarn al-Tsalis, (Beirut :  Mansyurat Dar-Maktabah al-Hayat, 1980), h. 78
[4] Abduh Rajihi, Fiqh al- Lughah fi al-Kutub al-Arabiyah, (Beirut : Dar al- Nahdah al-Arabiyah, 1979), h. 37
[5] Mahmud Fahmi Hijazi, Ilmu al-Lughah al-Arabiyah : Madkhal Tarikhi Muqoran fi Dhaw al- Turast wa al-lughat al-Samiyah, (Kairo : Dar Gharib li al-Thiba’I wa al-Naysr wa al-Tawzi, tt), h. 65
[6] Muhammad Husain Ali Yasin. Op.cit,h. 22
[7] Abu Mansur al-Tsa’alibi, Fiqh Lughah wa Sirr al-Arabiyah, (Beirut : Syirkah Dar al- Arqam, 1999),
[8] Mahmud Fahmi Hijazi, op.cit, h.66
[9] Ibn Manzhur, Lisan, al-Arab,(Beirut : Dar al-Shadr, t.th, ), cet I, Juz 13, h. 522
[10] Kitab Shahih al-Bukhari, juz I, h. 39 no. hadis 71
[11] Al-Qur’an dan Terjemahannya,  (Bandung : Diponegoro, 2006), h. 164
[12] Ibn Faris, al-Shahibi fi Fiqh al-Lughah wa Sunan al-arabiyah fi Kalamiha, (Beirut : Muassah Budran, 1964),h. 42
[13] Amil Badi’ Ya’kub,  Fiqh al-Lughah al-Arabiyah Wa Khasaisuha, (Beirut : Dar al-Tsaqafah al-Islamiyah, 1982), h. 40
[14] Budiono, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Agung, 2005), h.625.
[15] Budiono, Ibid., h. 579.
[16]Ibid., h. 577
[17] Ibid., h.579.
[18] Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h. 42.
[19] Ibid., h. 35.
[20] Ibid., h. 38.
[21] Ibid., h. 35.
[22]Ibid., h. 35.
[23]Ibid., h. 42.
[24]Ibid., h. 35.
[25]Ibid., h. 38.
[26]Ibid., h. 50 .
[27]Ibid., h. 45.
[28] Ibid., h. 38
[29]Ibid., h. 42.
[30] Ibid., h.39.
[31] Ibid., h. 35.
[32] Ibid., h. 50.
[33]Ibid., h. 43.
[34] Ibid., h. 45.
[35]Ibid., h. 45.
[36]Ibid., h. 44.
[37] Ibid., h. 38.
[38]Ibid., h.35.
[39]Ibid., h.50.
[40]Ibid., h. 45.
[41]Ibid., h.50.
[42] Ibid., h. 44.
[43]Ibid., h.35.

Komentar

Postingan Populer