Tarikat Syaziliyah
Tarikat Syaziliyah
|
|
SUB BAHASAN
|
|
PENGERTIAN/SEJARAH
|
AJARAN
|
|
Secara pribadi Abul Hasan
asy-Syadzili tidak meninggalkan karya tasawuf, begitu juga muridnya, Abul
Abbas al-Mursi, kecuali hanya sebagai ajaran lisan tasawuf, Doa, dan hizib.
Ibn Atha'illah as- Sukandari adalah orang yang prtama menghimpun
ajaran-ajaran, pesan-pesan, doa dan biografi keduanya, sehingga kasanah
tareqat Syadziliyah tetap terpelihara. Ibn Atha'illah juga orang yang pertama
kali menyusun karya paripurna tentang aturan-aturan tareqat tersebut,
pokok-pokoknya, prinsip-prinsipnya, bagi angkatan-angkatan setelahnya.
Melalui sirkulasi
karya-karya Ibn Atha'illah, tareqat Syadziliyah mulai tersebar sampai ke
Maghrib, sebuah negara yang pernah menolak sang guru. Tetapi ia tetap
merupakan tradisi individualistik, hampir-hampir mati, meskipun tema ini
tidak dipakai, yang menitik beratkan pengembangan sisi dalam. Syadzili
sendiri tidak mengenal atau menganjurkan murid-muridnya untuk melakukan
aturan atau ritual yang khas dan tidak satupun yang berbentuk kesalehan
populer yang digalakkan. Namun, bagi murid-muridnya tetap mempertahankan
ajarannya. Para murid melaksanakan Tareqat Syadziliyah di zawiyah-zawiyah
yang tersebar tanpa mempunyai hubungan satu dengan yang lain.
Sementara itu tokohnya yang
terkenal pada abad ke delapan Hijriyah, Ibn Abbad ar-Rundi (w. 790 H), salah
seorang pensyarah kitab al-Hikam memberikan kesimpulan dari ajaran
Syadziliyah: Seluruh kegiatan dan tindakan kita haruslah berupa pikiran
tentang kemurahan hati Allah kepada kita dan berpendirian bahwa kekuasaan dan
kekuatan kita adalah nihil, dan mengikatkan diri kita kepada Allah dengan
suatu kebutuhan yang mendalam akan-Nya, dan memohon kepada-Nya agar memberi
syukur kepada kita."
|
Sebagai ajaran Tareqat ini
dipengaruhi oleh al-Ghazali dan al-Makki. Salah satu perkataan as-Syadzili
kepada murid-muridnya: "Seandainya kalian mengajukan suatu permohonanan
kepada Allah, maka sampaikanlah lewat Abu Hamid al-Ghazali". Perkataan
yang lainnya: "Kitab Ihya' Ulum ad-Din, karya al-Ghozali, mewarisi anda
ilmu. Sementara Qut al-Qulub, karya al-Makki, mewarisi anda cahaya."
Selain kedua kitab tersebut, as-Muhasibi, Khatam al-Auliya, karya Hakim
at-Tarmidzi, Al-Mawaqif wa al-Mukhatabah karya An-Niffari, Asy-Syifa karya
Qadhi 'Iyad, Ar-Risalah karya al-Qusyairi, Al-Muharrar al-Wajiz karya Ibn
Atah'illah.
1. Ketaqwaan
terhadap Allah swt lahir dan batin, yang diwujudkan dengan jalan bersikap
wara' dan Istiqamah dalam menjalankan perintah Allah swt.
2. Konsisten
mengikuti Sunnah Rasul, baik dalam ucapan maupun perbuatan, yang
direalisasikan dengan selalau bersikap waspada dan bertingkah laku yang
luhur.
3. Berpaling
(hatinya) dari makhluk, baik dalam penerimaan maupun penolakan, dengan
berlaku sadar dan berserah diri kepada Allah swt (Tawakkal).
4. Ridho kepada
Allah, baik dalam kecukupan maupun kekurangan, yang diwujudkan dengan
menerima apa adanya (qana'ah/ tidak rakus) dan menyerah.
5. Kembali kepada
Allah, baik dalam keadaan senang maupun dalam keadaan susah, yang diwujudkan
dengan jalan bersyukur dalam keadaan senang dan berlindung kepada-Nya dalam
keadaan susah.
Kelima sendi tersebut juga
tegak diatas lima sendi berikut:
1. Semangat yang
tinggi, yang mengangkat seorang hamba kepada derajat yang tinggi.
2. Berhati-hati
dengan yang haram, yang membuatnya dapat meraih penjagaan Allah atas
kehormatannya.
3. Berlaku
benar/baik dalam berkhidmat sebagai hamba, yang memastikannya kepada
pencapaian tujuan kebesaran-Nya/kemuliaan-Nya.
4. Melaksanakan
tugas dan kewajiban, yang menyampaikannya kepada kebahagiaan hidupnya.
5. Menghargai
(menjunjung tinggi) nikmat, yang membuatnya selalu meraih tambahan nikmat
yang lebih besar.
Selain itu tidak peduli sesuatu yang bakal terjadi
(merenungkan segala kemungkinan ufurjvrirdan akibat yang mungkin terjadi pada
masa yang akan datang) merupakan salah satu pandangan tareqat ini, yang
kemudian diperdalam dan diperkokoh oleh Ibn Atha'illah menjadi doktrin
utamanya. Karena menurutnya, jelas hal ini merupakan hak prerogratif Allah.
Apa yang harus dilakukan manusia adalah hendaknya ia menunaikan tugas dan
kewajibannya yang bisa dilakukan pada masa sekarang dan hendaknya manusia
tidak tersibukkan oleh masa depan yang akan menghalanginya untuk berbuat
positif
Mengenai dzikir yang
merupakan suatu hal yang mutlak dalam tareqat, secara umum pada pola dzikir
tareqat ini biasanya bermula dengan Fatihat adz-dzikir. Para peserta duduk
dalam lingkaran, atau kalau bukan, dalam dua baris yang saling berhadapan,
dan syekh di pusat lingkaran atau diujung barisan. Khusus mengenai dzikir
dengan al-asma al-husna dalam tareqat ini, kebijakjsanaan dari seorang
pembimbing khusus mutlak diperlukan untuk mengajari dan menuntun murid. Sebab
penerapan asma Allah yang keliru dianggap akan memberi akibat yang berbahaya,
secara rohani dan mental, baik bagi sipemakai maupun terhadap orang-orang
disekelilingnya. Beberapa contoh penggunaan Asma Allah diberikan oleh Ibn
Atha'ilah berikut: "Asma al-Latif," Yang Halus harus digunakan oleh
seorang sufi dalam penyendirian bila seseorang berusaha mempertahankan
keadaan spiritualnya; Al-Wadud, Kekasih yang Dicintai membuat sang sufi
dicintai oleh semua makhluk, dan bila dilafalkan terus menerus dalam
kesendirian, maka keakraban dan cinta Ilahi akan semakin berkobar; dan Asma
al-Faiq, "Yang Mengalahkan" sebaiknya jangan dipakai oleh para
pemula, tetapi hanya oleh orang yang arif yang telah mencapai tingkatan yang
tinggi.
Tareqat Syadziliyah
terutama menarik dikalangan kelas menengah, pengusaha, pejabat, dan pengawai
negeri. Mungkin karena kekhasan yang tidak begitu membebani pengikutnya
dengan ritual-ritual yang memberatkan seperti yang terdapat dalam
tareqat-tareqat yang lainnya. Setiap anggota tareqat ini wajib mewujudkan
semangat tareqat didalam kehidupan dan lingkungannya sendiri, dan mereka
tidak diperbolehkan mengemis atau mendukung kemiskinan. Oleh karenanya, ciri
khas yang kemudian menonjol dari anggota tareqat ini adalah kerapian mereka
dalam berpakaian. Kekhasan lainnya yang menonjol dari tareqat ini adalah
"ketenagan" yang terpancar dari tulisan-tulisan para tokohnya,
misalnya: asy-Syadzili, Ibn Atha'illah, Abbad. A Schimmel menyebutkan bahwa
hal ini dapat dimengerti bila dilihat dari sumber yang diacu oleh para
anggota tareqat ini. Kitab ar-Ri'ayah karya al-Muhasibi. Kitab ini berisi
tentang telaah psikologis mendalam mengenai Islam di masa awal. Acuan lainnya
adalah Qut al-Qulub karya al-Makki dan Ihya Ulumuddin karya al-Ghozali. Ciri
"ketenangan" ini tentu sja tidak menarik bagi kalangan muda dan
kaum penyair yang membutuhkan cara-cara yang lebih menggugah untuk berjalan
di atas Jalan Yang Benar.
Disamping Ar-Risalahnya
Abul Qasim Al-Qusyairy serta Khatamul Auliya'nya, Hakim at-Tirmidzi. Ciri
khas lain yang dimiliki oleh para pengikut tareqat ini adalah keyakinan
mereka bahwa seorang Syadzilliyah pasti ditakdirkan menjadi anggota tareqat
ini sudah sejak di alam Azali dan mereka percaya bahwa Wali Qutb akan
senantiasa muncul menjadi pengikut tareqat ini.
Tidak berbeda dengan
tradisi di Timur Tengah, Martin menyebutkan bahwa pengamalan tareqat ini di
Indonesia dalam banyak kasus lebih bersifat individual, dan pengikutnya
relatif jarang, kalau memang pernah, bertemu dengan yang lain. Dalam
praktiknya, kebanyakan para anggotanya hanya membaca secara individual
rangaian-rangkaian doa yang panjang (hizb), dan diyakini mempunyai
kegunaan-kegunaan megis. Para pengamal tareqat ini mempelajari berbagai
hizib, paling tidak idealnya, melalui pengajaran (talkin) yang diberikan oleh
seorang guru yang berwewenang dan dapat memelihara hubungan tertentu dengan
guru tersebut, walaupun sama sekali hampir tidak merasakan dirinya sebagai
seorang anggota dari sebuah tareqat.
Hizb al-Bahr, Hizb Nashor,
disamping Hizib al-Hafidzah, merupaka salah satu Hizib yang sangat terkenal
dari as-Syadzilli. Menurut laporan, hizib ini dikomunikasikan kepadanya oleh
Nabi SAW. Sendiri. Hizib ini dinilai mempunyai kekuatan adikodrati, yang
terutama dugunakan untuk melindungi selama dalam perjalanan. Ibnu Batutah
menggunakan doa-doa tersebut selama perjalanan-perjalanan panjangnya, dan berhasil.
Dan di Indonesia, dimana doa ini diamalkan secara luas, secara umum dipercaya
bahwa kegunaan megis doa ini hanya dapat "dibeli" dengan berpuasa
atau pengekangn diri yang liannya dibawah bimbingan guru.
Hizib-hizib dalam Tareqat
Syadzilliyah, di Indonesia, juga dipergunakan oleh anggota tareqat lain untuk
memohon perlindungan tambahan (Istighotsah), dan berbagai kekuatan hikmah,
seperti debus di Pandegelang, yang dikaitkan dengan tareqat Rifa'iyah, dan di
Banten utara yang dihubungkan dengan tareqat Qadiriyah.
Para ahli mengatakan bahwa
hizib, bukanlah doa yang sederhana, ia secara kebaktian tidak begitu
mendalam; ia lebih merupakan mantera megis yang Nama-nama Allah Yang Agung
(Ism Allah A'zhim) dan, apabila dilantunkan secara benar, akan mengalirkan berkan
dan menjamin respon supra natural. Menyangkut pemakaian hizib, wirid, dana
doa, para syekh tareqat biasnya tidak keberatan bila doa-doa, hizib-hizib
(Azhab), dan wirid-wirid dalam tareqat dipelajari oleh setiap muslim untuk
tujuan personalnya. Akan tetapi mereka tidak menyetujui murid-murid mereka
mengamalkannya tanpa wewenang, sebab murid tersebut sedang mengikuti suaru
pelatihan dari sang guru.
Tareqat ini mempunyai
pengaruh yang besar di dunia Islam. Sekarang tareqat ini terdapat di Afrika
Utara, Mesir, Kenya, dan Tanzania Tengah, Sri langka, Indonesia dan beberapa
tempat yang lainnya termasuk di Amerika Barat dan Amerika Utara. Di Mesir
yang merupakan awal mula penyebaran tareqat ini, tareqat ini mempunyai
beberapa cabang, yakitu: al-Qasimiyyah, al- madaniyyah, al-Idrisiyyah,
as-Salamiyyah, al-handusiyyah, al-Qauqajiyyah, al-Faidiyyah, al-Jauhariyyah,
al-Wafaiyyah, al-Azmiyyah, al-Hamidiyyah, al-Faisiyyah dan al- Hasyimiyyah.
Yang menarik dari filosufi Tasawuf Asy-Syadzily,
justru kandungan makna hakiki dari Hizib-hizib itu, memberikan tekanan
simbolik akan ajaran utama dari Tasawuf atau Tharekat Syadziliyah. Jadi tidak
sekadar doa belaka, melainkan juga mengandung doktrin sufistik sangat dahsyat
yang.
|

Komentar
Posting Komentar