Pergaulan dalam Islami | Materi Taushiyah
Materi Tausiayah/Ceramah/Khuthbah
“Pergaulan dalam Islami”
Oleh:
Eri Gusnedi, P.St., M.A.
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Segala puji bagi Allah, Rabb dan sesembahan sekalian alam, yang telah
mencurahkan kenikmatan dan karuniaNya yang tak terhingga dan tak pernah putus
sepanjang zaman kepada makhluk-Nya. Baik yang berupa kesehatan, kesempatan
sehingga pada kali ini kita dapat menunaikan kewajiban shalat Jum’at.
Semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada pemimpin dan uswah kita Nabi
Muhammad, yang melalui perjuangannyalah, cahaya Islam ini sampai kepada kita,
sehingga kita terbebas dari kejahiliyahan, dan kehinaan. Dan semoga shalawat
serta salam juga tercurahkan kepada keluarganya, para sahabat dan pengikutnya
hingga akhir zaman.
Ma'asyirol Muslimin rahimakumullah ...
Khutbah kali ini mengambil sebuah judul “Pergaulan Islami”
A.
Pergaulan antara lawan jenis
Sekiranya pergaulan itu berasaskan kepada
tujuan mendesak ataupun keperluan, maka dibolehkan. Walau bagaimanapun, dalam
masa yang sama, perlu menjaga batas-batas pergaulan sebagaimana yang telah
digariskan Islam. Pandangan yang diberikan oleh Dr. Yusuf Al-Qaradhawi di dalam
Fatawa Muasyirah, Jilid 2 menyebutkan :
“Pada prinsipnya, perhubungan di antara lelaki dan wanita tidaklah
ditolak secara total, malahan dibolehkan selagi mana ia bermatlamatkan kebaikan
dan atas perkara-perkara yang dibenarkan syarak.. Dan wajib patuhi kehendak dan
ajaran Islam serta prihatin tentang akhlak dan adab”.
Allah swt telah mengatur sedemikian rupa
mengenai pergaulan antara lawan jenis. Allah swt berfirman dalam surat Al-Israa
ayat 32,
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. 17:32).
Dalam ayat tersebut Allah swt telah jelas melarang
manusia untuk mendekati zinah karena sesungguhnya zinah merupakan perbuatan
yang keji. Zinah dapat disebabkan oleh kurang kokohnya iman seorang manusia dan
akhirnya terbawa dalam pergualan bebas. Islam mengatur batasan-batasan
pergaulan antara laki-laki dan perempuan, batasan-batasan tersebut dibuat bukan
untuk mengekang kebebasan manusia, namun merupakan salah satu bentuk kasih
sayang Allah swt terhadap umat manusia sebagai makhluk yang mulia. Sebagai
muslim yang beriman, seharusnya para remaja memperhatikan beberapa adab
pergaulan yang telah diatur didalam Al-Quran.
Adab – adab pergaulan dalam islam :
Pertama, hendaknya setiap muslim menjaga
pandangan matanya dari melihat lawan jenis secara berlebihan. Dengan kata lain
hendaknya dihindarkan berpandangan mata secara bebas. Perhatikanlah firman
Allah berikut ini,
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah
mereka menahan pandanganya dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
perbuat” (QS. 24:30)
Awal dorongan syahwat adalah dengan
melihat. Maka jagalah kedua biji mata ini agar terhindar dari tipu daya
syaithan. Tentang hal ini Rasulullah bersabda, “Wahai Ali, janganlah engkau
iringkan satu pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) dengan pandangan
lain, karena pandangan yang pertama itu (halal) bagimu, tetapi tidak yang
kedua!” (HR. Abu Daud).
Kedua, hendaknya setiap muslim menjaga
auratnya masing-masing dengan cara berbusana islami agar terhindar dari fitnah.
Secara khusus bagi wanita Allah SWT berfirman,
Dan Katakanlah kepada perempuan-perempuan
Yang beriman supaya menyekat pandangan mereka (daripada memandang Yang haram),
dan memelihara kehormatan mereka; dan janganlah mereka memperlihatkan perhiasan
tubuh mereka kecuali Yang zahir daripadanya; dan hendaklah mereka menutup
belahan leher bajunya Dengan tudung kepala mereka; dan janganlah mereka
memperlihatkan perhiasan tubuh mereka melainkan kepada suami mereka, atau bapa
mereka atau bapa mertua mereka atau anak-anak mereka, atau anak-anak tiri
mereka, atau saudara-saudara mereka, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang
lelaki, atau anak bagi saudara-saudara mereka Yang perempuan, atau
perempuan-perempuan Islam, atau hamba-hamba mereka, atau orang gaji dari
orang-orang lelaki Yang telah tua dan tidak berkeinginan kepada perempuan, atau
kanak-kanak Yang belum mengerti lagi tentang aurat perempuan; dan janganlah
mereka menghentakkan kaki untuk diketahui orang akan apa Yang tersembunyi dari
perhiasan mereka; dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Wahai
orang-orang Yang beriman, supaya kamu berjaya. (An-Nuur : ayat 31).
Batasan aurat bersama bukan mahram (ajnabi)
Lelaki – antara pusat ke lutut
Wanita – seluruh badan kecuali muka dan
tapak tangan
• Berpakaian sopan menurut syara’, yaitu tidak tipis sehingga
menampakkan warna kulit, tidak ketat sehingga menampakkan bentuk badan dan
tudung dilabuhkan melebihi paras dada. Tidak salah berpakaian asalkan menepati
standar pakaian Islam.
• Hayati pemakaian kita di dalam solat. Sebagaimana kita berpakaian
sempurna semasa mengadap Allah, mengapa tidak kita praktikkan dalam kehidupan
di luar? Sekiranya mampu, bermakna solat yang didirikan berkesan dan berupaya
mencegah kita daripada melakukan perbuatan keji dan mungkar.
• Jangan memakai pakaian yang tidak menggambarkan identitas kita
sebagai seorang Islam. Hadith Nabi SAW menyebutkan : “Barangsiapa yang memakai pakaian
menjolok mata, maka Allah akan memberikan pakaian kehinaan di hari akhirat
kelak..” ( Riwayat Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Ibnu Majah)
Dalam ayat lain Allah SWT berfirman,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu
dan juga kepada istri-istri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka ke seluruh tubuh mereka.’ Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, sehingga tidak diganggu.
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. 33: 59)
Ketiga, tidak berbuat sesuatu yang dapat
mendekatkan diri pada perbuatan zina (QS. 17: 32) misalnya berkhalwat
(berdua-duaan) dengan lawan jenis yang bukan mahram. Nabi bersabda, “Barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah berkhalwat dengan seorang
wanita (tanpa disertai mahramnya) karena sesungguhnya yang ketiganya adalah
syaithan (HR. Ahmad).
Keempat, menjauhi pembicaraan atau cara
berbicara yang bisa ‘membangkitkan selera’. Arahan mengenai hal ini kita temukan dalam firman Allah,
“Hai para istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti perempuan lain
jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara hingga
berkeinginan orang yang ada penyakit dalam hatinya. Dan ucapkanlah perkataan
yang ma’ruf.” (QS. 33: 31).
Berkaitan dengan suara perempuan Ibnu
Katsir menyatakan, “Perempuan dilarang berbicara dengan laki-laki asing (non mahram)
dengan ucapan lunak sebagaimana dia berbicara dengan suaminya.” (Tafsir Ibnu
Katsir, jilid 3)
Wahai isteri-isteri Nabi, kamu semua
bukanlah seperti mana-mana perempuan Yang lain kalau kamu tetap bertaqwa. oleh
itu janganlah kamu berkata-kata Dengan lembut manja (semasa bercakap Dengan
lelaki asing) kerana Yang demikian boleh menimbulkan keinginan orang Yang ada
penyakit Dalam hatinya (menaruh tujuan buruk kepada kamu), dan sebaliknya
berkatalah Dengan kata-kata Yang baik (sesuai dan sopan). (Al-Ahzaab : 32).
Melunakkan suara berbeda dengan merendahkan
suara. Lunak diharamkan, manakala merendahkan suara adalah dituntut.
Merendahkan suara bermakna kita berkata-kata dengan suara yang lembut, tidak
keras, tidak meninggi diri, sopan dan sesuai didengar oleh orang lain. Ini amat
bertepatan dan sesuai dengan nasihat Luqman AL-Hakim kepada anaknya yang
berbunyi : “Dan sederhanakanlah langkahmu semasa berjalan, juga rendahkanlah
suaramu (semasa berkata-kata), Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara
keledai” (Surah Luqman : ayat 19). Penggunaan perkataan yang baik ini perlu
dipraktikkan sama ada melalui perbualan secara langsung tidak langsung ,
contohnya melalui SMS, Yahoo Messengger ataupun apa yang ditulis di dalam
Facebook karenanya menggambarkan keperibadian penuturnya.
Berkaitan dengan ungkapan yang baik ini, di
dalam Al-Quran ada beberapa bentuk ungkapan yang wajar kita praktikkan dalam
komunikasi seharian yaitu:
1. Qaulan Sadida (An-Nisa’ :9) : Isi
pesanan jujur dan benar, tidak ditambah atau dibuat-buat
2. Qaulan Ma’rufa (An-Nisa : 5) :Menyeru kepada
kebaikan dan kebenaran
3. Qaulan Baligha (An-Nisa’ : 63) :
Kata-kata yang membekas pada jiwa
4. Qaulan Maisura (Al-Isra’ : 28) :
Ucapan yang layak dan baik untuk dibicarakan
5. Qaulan Karima (Al-Isra’: 23) :
Perkataan-perkataan yang mulia
Kelima, hindarilah bersentuhan kulit dengan
lawan jenis, termasuk berjabatan tangan sebagaimana dicontohkan Nabi saw, “Sesungguhnya
aku tidak berjabatan tangan dengan wanita.” (HR. Malik, Tirmizi dan Nasa’i).
Hadith Nabi SAW : “Sesungguhnya kepala yang ditusuk
besi itu lebih baik daripada menyentuh kaum yang bukan sejenis yang tidak halal
baginya.” (Riwayat At-Tabrani dan Baihaqi). Selain itu, dari Aisyah :”Demi Allah,
tangan Rasulullah tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun
saat membait.”(Riwayat Bukhari).
Dalam keterangan lain disebutkan, “Tak pernah
tangan Rasulullah menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Bukhari
dan Muslim).
Hal ini dilakukan Nabi tentu saja untuk
memberikan teladan kepada umatnya agar melakukan tindakan preventif sebagai
upaya penjagaan hati dari bisikan syaitan.
Selain dua hadits di atas ada pernyataan
Nabi yang demikian tegas dalam hal ini, bekiau bersabda: “Seseorang
dari kamu lebih baik ditikam kepalanya dengan jarum dari besi daripada
menyentuh seorang wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thabrani).
Keenam, hendaknya tidak melakukan ikhtilat,
yakni berbaur antara pria dengan wanita dalam satu tempat. Hal ini diungkapkan
Abu Asied, “Rasulullah saw pernah keluar dari masjid dan pada saat itu bercampur
baur laki-laki dan wanita di jalan, maka beliau berkata: “Mundurlah
kalian (kaum wanita), bukan untuk kalian bagian tengah jalan; bagian kalian
adalah pinggir jalan (HR. Abu Dawud).
Selain itu Ibnu Umar berkata, “Rasulullah
melarang laki-laki berjalan diantara dua wanita.” (HR. Abu Daud).
B.
Pergaulan Sejenis
Dalam hal menjaga aurat, Nabi pun
menegaskan sebuah tata krama yang harus diperhatikan, beliau bersabda: “Tidak
dibolehkan laki-laki melihat aurat (kemaluan) laki-laki lain, begitu juga
perempuan tidak boleh melihat kemaluan perempuan lain. Dan tidak boleh
laki-laki berkumul dengan laki-laki lain dalam satu kain, begitu juga seorang
perempuan tidak boleh berkemul dengan sesama perempuan dalam satu kain.” (HR. Muslim)
C.
Pergaulan Seorang Muslim dengan Non Muslim
Dalam perkara-perkara umum (sosial) kita
tetap menjalin hubungan yang baik dengan non muslim sekalipun. Contoh baik:
Nabi berdiri ketika iring-iringan jenazah non muslim melewati beliau. Kita
perlu tahu bahwa ada tiga jenis non muslim yaitu kafir harbi, kafir dzimmi, dan
kafir mu’aahad. Masing-masing mendapat perlakuan yang berbeda. Dalam masalah
aqidah dan ‘ubudiyah, kita tegas terhadap non muslim. Seperti: kita tidak
mengucapkan dan menjawab salam kepada mereka, tidak mengikuti ritual ibadah
mereka, dan semacamnya.
D.
Pergaulan Sesama Muslim
Sesama muslim adalah bersaudara, seperti
tubuh yang satu dan seperti satu bangunan yang kokoh dan saling mendukung antar
bagiannya. Pergaulan sesama muslim dibalut dengan ukhuwah islamiyah.
Derajat-derajat ukhuwah islamiyah adalah alamatus shadr wal lisan wal yad,
yuhibbu liakhihi maa yuhibbu linafsih, dan iitsaar.
Ada banyak hak saudara kita atas diri kita,
diantaranya sebagaimana dalam hadits Nabi yaitu jika diberi salam hendaknya
menjawab, jika ada yang bersin hendaknya kita doakan, jika diundang hendaknya
menghadirinya, jika ada yang sakit hendaknya kita jenguk, jika ada yang
meninggal hendaknya kita sholatkan dan kita antar ke pemakamannya, dan jika
dimintai nasihat hendaknya kita memberikannya. Selain itu, sesama muslim juga
tidak saling meng-ghibah, tidak memfitnahnya, tidak menyebarkan aibnya,
berusaha membantu dan meringankan bebannya, dan sebagainya.
E.
Pergaulan dengan Ortu dan Keluarga
Bersikap santun dan lemah lembut kepada ibu
dan bapak, terutama jika telah lanjut usianya. Jangan berkata ‘ah’ kepada
keduanya. Terhadap keluarga, hendaknya kita senantiasa saling mengingatkan
untuk tetap taat kepada ajaran Islam. Sebagaimana Nabi telah melakukannya
kepada Ahlu Bait. Dan Allah berfirman: Quu anfusakum wa ahliikum naara.
F.
Pergaulan dengan Tetangga
Tetangga harus kita hormati. Misalnya
dengan tidak menzhalimi, menyakiti dan mengganggunya, dengan membantunya,
dengan meminjaminya sesuatu yang dibutuhkan, memberinya bagian jika kita sedang
masak-masak.
Komentar
Posting Komentar