Pendapat Ulama Menjual kulit hewan kurban




MENJUAL KULI HEWAN KURBAN
Oleh:
Eri Gusnedi, MA

Masalah kulit hewan kurban, ini sering muncul pertanyaan dalam masyarakat apa boleh di jual atau tidak, dimana uangnya dipakai untuk upah orang-orang yang mengerjakan kurban(jagal).
Menjual kulit hewan kurban seyogianya umat islam melihat pendapat mayoritas Ulama, karena dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat. Dan untuk upah jagal biasanya panitia telah melebihkan iuran untuk setiap orang yang akan berkurban, yang digunakan untuk hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan kurban seperti transportasi dan lainnya, maka upah jagal sebagusnya juga diambilkan dari iuran yang dilebihkan tersebut.

1.Berikut bebrapa pendapat ulama tentang menjual kulit hewan kurban:
a. Tidak boleh dijual. Ini pendapat mayoritas ulama. Dan ini yang paling selamat, insya Allah
b. Boleh asal dengan barang, bukan dengan uang. Ini pendapat Abu Hanifah, Tetapi Asy-Syafii menyatakan, bahwa menukar dengan barang juga merupakan jual-beli.
c. Boleh dijual. Ini pendapat Abu Tsaur. Tetapi pendapat ini menyalahi hadits-hadits.



 2. Hasil Muktamar Nahdhatul Ulama Ke-27 di Situbondo Pada tanggal 8-12 Desember 1984 : menjual kulit-kulit hewan kurban tidak boleh kecuali oleh mustahiqnya (yang berhak atas kulit-kulit tersebut) yang fakir dan miskin. Sedangkan bagi mustahiq yang kaya, menurut pendapat mu’tamad tidak boleh.
Dalilnya Al-Muhibbah, jilid IV, hlm 697, Bisymal karim hlm 12, fathul wahhab jilid IV hlm 296-299, Asnal Mathalib Jilid I hlm 525.

A. Uraian beberapa pendapat Ulama tentang menjual kulit hewan kurban :
1. Pendapat Imam Asy-Syafii rahimahullah : Membenci menjual sesuatu (kulit dan daging) hewan kurban. menukarkannya pun merupakan jual beli
Imama Asy-Syafii rahimahullah berkata : Jika seseorang telah menetapkan binatang kurban, wolnya tidak dicukur. Adapun binatang yang seseorang tidak menetapkannya sebagai kurban, dia boleh mencukur wolnya. Binatang kurban termasuk nusuk (binatang yang disembelih untuk mendekatkan diri kepada Allah), dibolehkan memakannya, memberikan makan (kepada orang lain) dan menyimpannya. Ini semua boleh terhadap seluruh (bagian) binatang kurban, kulitnya dan dagingnya. Aku membenci menjual sesuatu darinya. Menukarkannya merupakan jual beli.

Beliau rahimahullah juga mengatakan : Aku tidak mengetahui perselisihan di antara manusia tentang ini, yaitu : Barangsiapa telah menjual sesuatu dari binatang kurbannya, baik kulit atau lainnya, dia (harus) mengembalikan harganya atau nilai apa yang telah dia jual, jika nilainya lebih banyak dari harganya- untuk apa yang binatang kurban dibolehkan untuknya. Sedangkan jika dia menshadaqahkannya, (maka) lebih aku sukai, sebagaimana bershadaqah dengan daging binatang kurban lebih aku sukai
[1]. Al-Umm 2/351, dinukil dari Tanwirul Ainain Bi Ahkamil Adhahi wal Idain hal.373-374 karya Syaikh Abul Hasan Musthofa bin Ismail As-Sulaimani


2. Imam Nawawi rahimahullah : tidak boleh menjual kulit hadyu atau kurban
Imam Nawawi rahimahullah berkata : Dan madzhab (pendapat) kami (Syafiiyah), tidak boleh menjual kulit hadyu atau kurban, dan tidak boleh pula (menjual) sesuatu dari bagian-bagiannya. Inilah madzhab kami. Dan ini pula pendapat : Atho, An-Nakhai, Malik, Ahmad dan Ishaq.
Namun Ibnul Mundzir menghikayatkan dari Ibnu Umar, Ahmad dan Ishaq, bahwa tidak mengapa menjual kulit hadyu dan menshadaqahkan harga (uang)nya.
Abu Tsaur memberi keringanan di dalam menjualnya. An-Nakhai dan Al-Auzai berkata : Tidak mengapa membeli ; ayakan, saringan, kapak, timbangan dan semacamnya dengannya (uang penjualan kulitnya, -pent)
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan ; Kulitnya boleh diberikan kepada tukang jagalnya. Tetapi (perkataannya) ini membuang sunnah, wallahu alam. [Lihat Syarah Muslim 5/74-75, Penerbit Darul Hadits Cairo]

3. Imam Ash-Shanani rahimahullah berkata : Ini (hadits Ali Radhiyallahu anhu di atas) menunjukkan bahwa dia (Ali Radhiyallahu anhu) bershadaqah dengan kulit dan jilal (pakaian onta) sebagaimana dia bershadaqah dengan daging. Dan Ali Radhiyallahu anhu tidak sedikitpun mengambil dari hewan sembelihan itu sebagai upah kepada tukang jagal, karena hal itu termasuk hukum jual-beli, karena dia (tukang jagal) berhak mendapatkan upah. Sedangkan hukum kurban sama dengan hukum hadyu, yaitu tidak boleh diberikan kepada tukang jagalnya sesuatupun dari binatang sembelihan itu (sebagai upah).

Abu Hanifah mengatakan boleh menjualnya dengan selain dinar dan dirham. Yakni (ditukar) dengan barang-barang. Atha berkata, boleh dengan semuanya, dirham atau lainnya [8] Abu Hanifah membedakan antara uang dengan lainnya, hanya karena beliau memandang bahwa menukar dengan barang-barang termasuk kategori memanfaatkan (binatang sembelihan), karena ulama sepakat tentang bolehnya memanfaatkan dengannya. [Lihat Subulus Salam 4/95, Syarah Hadits Ali]
[2]. Penukilan pendapat Atha di sini berbeda dengan penukilan An-Nawawi sebagaimana di atas- yang menyatakan bahwa Atha termasuk ulama yang melarang penjualan kulit kurban. Wallahu alam

4. Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Bassam mengatakan : Di antara faidah hadits ini menunjukkan, bahwa kulit binatang kurban tidak dijual. Bahkan penggunaan kulitnya adalah seperti dagingnya. Pemilik boleh memanfaatkannya, menghadiahkannya atau menshadaqahkannya kepada orang-orang fakir dan miskin. [Lihat Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram 6/70]

Beliau juga berkata : Para ulama sepakat tidak boleh menjual daging kurban atau hadyu (hewan yang disembelih oleh orang yang haji). Jumhur (mayoritas) ulama juga berpendapat tidak boleh menjual kulit binatang kurban, wolnya (bulu kambing), wabar (rambut onta) dan rambut binatangnya. Sedangkan Abu Hanifah membolehkan menjual kulitnya, rambutnya dan semacamnya dengan (ditukar) barang-barang, bukan dengan uang, karena menukar dengan uang merupakan penjualan yang nyata [Lihat Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram 6/71

B. Beberapa hadis tentang kulit hewan kurban :
1. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رضسُو لَ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ باعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Barangsiapa menjual kulit binatang kurbannya, maka tidak ada kurban baginya”.

Syaikh Abul Hasan As-Sulaimani menjelaskan, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/389-390) dan Al-Baihaqi (99/294) dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jamiush Shagir, no. 6118. Namun di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdullah bin Ayyasy, dan dia seorang yang jujur namun berbuat keliru, perawi yang tidak dijadikan hujjah. [5]. Diringkas dari Tanwirul Ainain hal. 376-377

[3]. Diringkas dari Tanwirul Ainain hal. 376-377

2. Hadits Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu.

عَنْ عَلِيِّ رضي اللّه عنْه أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ علَى بًدْنِهِ وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُو مَهَا وَجُلُو دَهَا وَجِلاَلَهَا (فِي الْمَسَا كِيْنِ) وَلاَ يُغْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا

Dari Ali Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkannya agar dia mengurusi budn (onta-onta hadyu) beliau [3], membagi semuanya, dan jilalnya [4] (pada orang-orang miskin). Dan dia tidak boleh memberikan sesuatupun (dari kurban itu) kepada penjagalnya. [HR Bukhari no. 1717, tambahan dalam kurung riwayat Muslim no. 439/1317]

[4]. Hadyu : Binatang ternak yang mudah didapatkan, berupa onta, sapi, atau kambing, yang disembelih oleh orang yang berhaji dan dihadiahkan kepada orang-orang miskin di Mekkah. Hadyu Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pada waktu itu 100 ekor onta. Hadyu ada yang hukumnya wajib, ada yang sunnah. Lihat Minhajus Salik hal.396, 405 karya Syaikh Muhammad Al-Bayyumi, Tahqiq Dr Shalih bin Ghanim As-Sadlan.
[5]. Jilal : kain yang ditaruh pada punggung onta untuk menjaga diri dari dingin dan semacamnya, seperti pakaian pada manusia.
Pada riwayat lain disebutkan, Ali Radhiyallahu anhu berkata.

أَمَرَ نِي رَسُولُ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا وَأَنْ لاَ أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا قَالَ نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنَا

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam memerintahkanku agar aku mengurusi onta-onta kurban beliau, menshadaqahkan dagingnya, kulitnya dan jilalnya. Dan agar aku tidak memberikan sesuatupun (dari kurban itu) kepada tukang jagalnya. Dan beliau Shallallahu alaihi wa sallam bersabda : Kami akan memberikan (upah) kepada tukang jagalnya dari kami [HR Muslim no. 348, 1317]

Hadits ini secara jelas menunjukkan, bahwa Ali diperintahkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam untuk menshadaqahkan daging hadyu, kulitnya, bahkan jilalnya. Dan tidak boleh mengambil sebagian dari binatang kurban itu untuk diberikan kepada tukang jagalnya sebagai upah, karena hal ini termasuk jual beli. Dari hadits ini banyak ulama mengambil dalil tentang terlarangnya menjual sesuatu dari binatang kurban, termasuk menjual kulitnya.

3. Hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ أَنَّ رضسُو لَ اللّه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ باعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلاَ أُضْحِيَّةَ لَهُ

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :”Barangsiapa menjual kulit binatang kurbannya, maka tidak ada kurban baginya”.

Syaikh Abul Hasan As-Sulaimani menjelaskan, hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakim (2/389-390) dan Al-Baihaqi (99/294) dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Al-Jamiush Shagir, no. 6118. Namun di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Abdullah bin Ayyasy, dan dia seorang yang jujur namun berbuat keliru, perawi yang tidak dijadikan hujjah. [5]. Diringkas dari Tanwirul Ainain hal. 376-377

[6]. Diringkas dari Tanwirul Ainain hal. 376-377

Komentar

Postingan Populer