Hidup adalah mudah dan sangat menyenangkan | Inspirasi Jon Jandai adalah seorang petani dari Thailand
Inspirasi Jon Jandai
adalah seorang petani dari Thailand
hidup
adalah mudah dan sangat menyenangkan.
Kata Jon Jandai : "Kita hanya butuh
kembali menjadi orang 'normal'. Burung membuat sarang dalam waktu satu sampai
dua hari. Tikus membuat lubang dalam semalam. Tapi makhluk cerdas seperti kita
butuh hutang 30 tahun untuk membuat rumah. Sialnya, makin banyak orang
pesimistis bisa punya rumah.
Jon Jandai adalah seorang petani dari
Thailand dan pendiri Pun Pun, sebuah pusat pertanian organik dan pusat belajar masyarakat
di Thailand Utara.
Dia kini banyak bicara di berbagai forum
untuk memberi perspektifnya atas 'hidup dengan cara yang berbeda'.ini
presentasi pendek Jon Jandai yang sebetulnya bisa disimak juga lewat Youtube.
Silakan...
"Ada satu kalimat yang selalu ingin
saya katakan kepada semua orang: hidup adalah mudah dan sangat menyenangkan.
"Sebelumnya, saya tak pernah berpikir
demikian. Ketika saya tinggal di Bangkok, hidup saya sangat sulit. Saya lahir
di sebuah desa 'miskin' di bagian Timur Laut Thailand. Saat saya kecil, semua
hal tanpak mudah dan menyenangkan...
"Tapi ketika televisi mulai masuk ke
desa saya, banyak orang datang ke desa dan mengatakan: Kalian miskin, kalian
harus sukses dalam hidup ini, dan kamu harus ke Bangkok untuk mengejar kesuksesan
hidup!"
"Semenjak itu saya merasa sedih dan
merasa miskin. Dan saya pun akhirnya pergi ke Bangkok. Ketika saya tiba di
sana, keadaan ternyata tidak menyenangkan. Saya harus belajar dan bekerja keras
supaya 'sukses'.
"Saya bekerja sangat keras, paling
tidak 8 jam dalam sehari. Tapi saya hanya bisa makan semangkuk mie atau
sepiring nasi goreng. Tempat tinggal saya buruk sekali. Sebuah ruangan kecil
yang ditempati banyak orang.
"Dari situlah saya mulai bertanya...
Kenapa ketika saya mulai bekerja keras, hidup saya malah mulai susah? Pasti ada
yang salah. Saya telah menghasilkan banyak hal, tapi kebutuhan saya tak pernah
tercukupi.
"Saya kemudian mencoba belajar di
sebuah universitas. Tapi ternyata belajar di sana tidak mudah sebab sangat
membosankan. Lalu setiap saya cermati semua fakultas, kebanyakan dari mereka
mengajarkan sesuatu yang destruktif. Bagi saya, pengetahuan yang didapat dari
universitas adalah pengetahuan yang tidak produktif. Misalnya, jika Anda jadi
insinyur atau jadi arsitek, itu berarti Anda akan merusak banyak hal. Makin
banyak mereka bekerja, maka makin banyak pegunungan yang hancur. Dan tanah yang
bagus di lembah Chao Phraya akan makin tertutup dengan beton.
"Jika Anda belajar pertanian atau
semacamnya di universitas, berarti Anda belajar cara meracuni tanah, air, dan
belajar untuk merusak semuanya.
"Saya merasa bahwa semua sangat rumit
dan sulit. Kita membuatnya menjadi serbarumit dan serbasulit. Hidup terasa
sangat sulit, dan saya sangat kecewa.
"Saya mulai berpikir, kenapa saya
harus berada di Bangkok ini? Saya kemudian teringat, ketika saya kecil tak ada
yang bekerja 8 jam dalam sehari. Semua orang bekerja dua bulan per tahun.
Menanam padi sebulan, dan sebulan untuk panen. Sisanya adalah waktu luang. Ada
10 bulan waktu luang dalam setahun. Itulah kenapa di Thailand ada banyak
festival. Karena mereka punya banyak waktu luang.
"Lalu di siang hari, semua orang
tidur. Bahkan jika Anda sekarang pergi ke Laos, semua orang tidur siang usai
santap makan. Setelah bangun tidur mereka 'bergosip' tentang para menantu
mereka. Orang punya banyak waktu. Karena mereka punya banyak waktu, mereka
punya waktu untuk diri mereka sendiri. Ketika mereka punya waktu untuk diri
mereka sendiri, mereka punya banyak waktu untuk memahami diri mereka sendiri.
Dan ketika mereka punya banyak waktu untuk memahami diri sendiri, mereka bisa
tahu apa yang mereka inginkan dalam hidup ini. Dan mereka menginginkan
kebahagiaan. Mereka ingin cinta. Mereka ingin menikmati hidup. Di situlah
mereka menikmati keindahan hidup, dan mengekspresikannya dengan banyak cara.
Ada yang mengukir gagang pisau dengan indah, menganyam keranjang dengan bagus.
Tapi sekarang tak ada yang membuat dan menggunakannya lagi. Semua orang
sekarang memakai plastik.
"Saya merasa ada yang salah. Saya
tidak bisa hidup sebagaimana yang saya alami di Bangkok. Jadi saya memutuskan
berhenti kuliah. Dan saya pulang ke kampung halaman.
"Ketika saya pulang kampung, saya
mulai hidup seperti masa kecil saya. Saya mulai bekerja dua bulan setiap
tahunnya. Saya punya 4 ton beras. Seluruh keluarga saya yang berjumlah 6 orang,
hanya butuh kurang dari 0,5 ton beras per tahun untuk makan. Jadi ada sisa
beras yang bisa saya jual. Kemudian saya membuat 2 petak kolam yang saya sebari
benih ikan. Setiap tahun, keluarga kami bisa makan ikan dari kolam itu. Saya
lalu membuat kebun kecil, tidak sampai 2000 meter persegi. Dan saya hanya
membutuhkan waktu 15 menit setiap hari untuk merawat kebun itu. Saya punya 30
lebih jenis sayuran di kebun itu. Sayuran itu tak habis kami makan sekeluarga.
Sehingga sebagian saya jual.
"Saya merasa hidup saya lebih mudah.
Dan saya bertanya-tanya, untuk apa saya dulu menghabiskan waktu 7 tahun di
Bangkok dan sehari 8 jam bekerja kalau hanya untuk makan semangkuk mie? Saya
bekerja keras tapi susah untuk makan. Di sini, di kampung saya ini, saya hanya
perlu bekerja dua bulan dalam setahun di sawah, dan 15 menit perhari, dan saya
bisa memberi makan 6 orang.
"Itu terasa sangat mudah. Sebelumnya
say berpikir bahwa orang bodoh seperti saya yang tidak pernah mendapatkan nilai
bagus di sekolah, tak bakal bisa punya rumah. Sebab anak terpandai di sekolah
saya, anak yang mendapatkan rangking satu, dia mendapatkan pekerjaan yang
bagus. Tapi dia membeli rumah dengan cara mencicil selama 30 tahun. Kalau dia
saja butuh 30 tahun mencicil rumah, bagaimana dengan saya?
"Tapi akhirnya saya mulai membangun
rumah perlahan dari bahan apa saja yang ada di sekeliling saya. Ternyata sangat
mudah. Saya hanya mengerjakannya 2 jam dalam sehari. Mulai jam 7 sd jam 9 pagi.
Dalam waktu 3 bulan, rumah itu jadi. Jika teman saya yang pintar butuh waktu 30
tahun untuk melunasi hutang rumahnya, saya hanya butuh waktu 3 bulan untuk
membangun rumah saya sendiri.
"Saya merasa hidup saya lebih mudah.
Saya tak pernah berpikir bahwa ternyata membangun rumah bisa semudah itu.
Setelah tahu bahwa membangun rumah itu mudah, setiap tahun saya membangun
rumah. Sekarang, saya memang tak punya banyak uang, tapi saya punya banyak
rumah.
"Jadi memiliki rumah bukan masalah.
Setiap anak usia 13 tahun bisa punya rumah jika sepulang sekolah dia mau
meluangkan waktu 2 jam untuk membangunnya. Mereka bisa membuat perpustakaan dan
sekolah jika mau. Setiap orang sepuh pun bisa bikin rumah sendiri.
"Jalan ini begitu mudah. Jika Anda
tidak percaya, coba saja. Berikutnya adalah pakaian...
"Saya merasa miskin. Saya juga merasa
bukan orang yang tampan. Saya pernah mencoba berpakaian seperti para bintang
film agar kelihatan tampil lebih menawan. Saya perlu menabung sebulan untuk
membeli celana jins. Setelah saya kenakan, dan saya bercermin, ternyata saya
tidak berubah lebih baik. Saya tetap orang yang sama. Kalau begitu, kenapa saya
harus membeli jins? Toh tidak mengubah apapun. Setelah itu, saya tak pernah
membeli pakain selama 20 tahun. Sebab ada banyak orang yang datang mengunjungi
saya yang memberikan pakaian. Dan malah saya punya banyak pakaian untuk saya
berikan kepada orang lain.
"Semenjak saya berhenti membeli
pakaian, ada banyak hal yang berubah di diri saya. Saya pada akhirnya hanya
membeli apa yang saya butuhkan. Bukan apa yang saya inginkan. Saya merasa lebih
bebas. Lebih merdeka.
"Terakhir, ada yang mengganggu saya.
Bagaimana jika saya sakit? Pada awalnya, saya khawatir karena saya tak punya
uang. Tapi saya lebih sering merenung. Sakit adalah hal biasa. Bukan hal yang
buruk. Sakit bisa mengingatkan kita bahwa mungkin ada yang salah dalam
kehidupan kita. Saya lalu belajar menyembuhkan diri sendiri dari apa yang
tersedia di alam. Setelah saya bergantung pada diri saya sendiri, saya makin merasa
bebas. Saya tidak hidup dalam kekhawatiran. Saya melakukan apapun yang saya
sukai di hidup ini.
"Saya merasa orang yang unik. Saya tak
perlu menjadi seperti orang lain.
"Ketika kemudian saya mengingat
kehidupan saya yang suram waktu di Bangkok, saya akhirnya memutuskan membuat
Pun Pun di Chiang Mai. Tujuan utamanya adalah untuk menyimpan benih tanaman.
Karena benih adalah makanan. Karena makanan adalah kehidupan. Tak akan ada
kehidupan jika tak ada makanan.
"Tak ada benih maka tak ada kebebasan.
Tak ada benih maka tak ada kebahagiaan.
"Hidup kita tak akan tergantung pada
orang lain jika kita punya benih. Jadi sangat penting untuk menyimpan benih.
"Selain itu, Pun Pun adalah pusat
belajar. Belajar tentang bagaimana membuat hidup ini lebih mudah. Sebab di
sekolah-sekolah, kita diajari untuk membuat hidup kita lebih rumit dan sulit.
Kita bisa sama-sama membuat hidup ini lebih mudah. Tidak seperti yang diajarkan
di sekolah-sekolah. Di sekolah, kita tidak diajarkan untuk mandiri. Kita
diajari untuk tergantung pada uang. Tapi sekarang, untuk bahagia kita perlu
percaya kepada diri sendiri dan orang lain.
"Dari semua hal di atas, yang ingin
kembali saya tekankan adalah segala kebutuhan primer: makanan, rumah, pakaian,
dan obat-obatan, haruslah mudah dan murah untuk semua orang. Itulah peradaban.
Dan jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka berarti yang terjadi adalah
ketidakberadaban.
"Dan sekarang yang kita saksikan
adalah yang kedua. Begitu ada banyak orang pintar di dunia ini, ada banyak
universitas, ada banyak sarjana, tapi hidup kita makin sulit. Kita semua bekerja keras. Tapi hidup makin
sulit. Lalu untuk apa dan untuk siapa kita bekerja keras?
"Kita hanya butuh kembali menjadi orang 'normal'. Burung
membuat sarang dalam waktu satu sampai dua hari. Tikus membuat lubang dalam
semalam. Tapi makhluk cerdas seperti kita butuh hutang 30 tahun untuk membuat
rumah. Sialnya, makin banyak orang pesimistis bisa punya rumah.
"Itu pemikiran yang keliru. Kenapa
kita bisa menghancurkan kemampuan kita sedemikian rupa? Kita punya pilihan.
Memilih yang mudah atau yang sulit.
"Banyak orang bilang bahwa saya gila.
Tapi itu kata mereka. Saya tidak bisa mengatur apa yang mereka pikir. Tapi saya
bisa mengatur apa yang a pikir dan saya kerjakan. Saya punya pilihan. Demikian
juga Anda."
Komentar
Posting Komentar