Masyarakat Madani dalam Perspektif al-Qur’an
Masyarakat
Madani dalam Perspektif al-Qur’an
Dalam Kamus  Besar  Bahasa  Indonesia
masyarakat  madani  diartikan sebagai,  “Masyarakat  sipil
yang  menjunjung  tinggi  norma,  nilai-nilai 
dan  hukum yang  ditopang  oleh  penguasaan 
teknologi  yang  berpereradaban,  yang  didasarkan oleh
iman dan ilmu.” 
Masyarakat
madani dalam perspektif al-Qur’an 
Ayat  71 surah  at-Taubah :
وَالْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاَةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَيُطِيعُونَ اللّهَ وَرَسُولَهُ أُوْلَـئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ
عَزِيزٌ حَكِيمٌ 
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
setengahnya menjadi penolong bagi setengahnya yang lain; mereka menyuruh
berbuat kebaikan, dan melarang daripada berbuat kejahatan; dan mereka
mendirikan sembahyang dan memberi zakat, serta taat kepada Allah dan RasulNya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Kuasa, lagi
Maha Bijaksana.
Sebagai  sebuah  pandangan  dasar 
tentang  karakteristik masyarakat madani yang ideal. Ayat  di 
atas  menjelaskan  sifat-sifat  yang  seharusnya 
disandang  oleh  orang-orang  Mukmin  dalam 
kapasitas  mereka  sebagai  sebuah  masyarakat.  
Dalam  Islam,  hidup  adalah 
ibadah.  Kehidupan  di  dunia  harus  diisi 
dengan kegiatan  yang  diniatkan  untuk mengabdi 
kepada  Allah.  Dalam  Islam  kehidupan dunia 
adalah  ladang  amal  dan  bekerja,  bukan 
alam  pembalasan.  Sebaliknya, kehidupan akhirat adalah alam pembalasan
bukan ladang untuk bekerja. 
Penjabaran
enam sifat masyarakat madani Qur’ani adalah seperti berikut: 
Pertama: 
Iman  yang  merupakan  landasaan  ideal  dan 
spiritual  dari  sebuah masyarakat. 
Setiap mukmin harus menjadi auliya bagi mukmin lainnya. Maknanya
adalah  mereka  saling  mengasihi,  menyayangi, 
tolong  menolong  dalam  kebaikan, karena adanya kedekatan di
antara mereka atas dasar kesamaan dalam beberapa hal  yang 
sangat  prinsip  dalam  kehidupan,  yaitu 
akidah  (tauhid),  pedoman  hidup (al-Qur’an dan sunnah), dan
tujuan hidup (meraih keridhaan Allah, bahagia di dunia dan akhirat) Persamaan
dalam tiga unsur tersebut diharapkan akan memicu sinergi antara satu 
dengan  lainnya.  Kasih  sayang  (rahmah),  empati 
(Ihtimam  bilghair),  tidak egoistis  (ananiyah), 
akan  menjadikan  hidupan  ini  semakin  berarti 
dan  menjadi indah. Inilah sistim kehidupan yang dikehendaki Allah dan
menjadi dambaan semua masyarakat dunia. Akan halnya hubungan Muslim dengan
masyarakat non-Muslim, pola kehidupan yang diinginkan adalah rasa saling
menghargai, menghormati, atas dasar prinsip kemanusiaan. 
Kedua dan ketiga:  Hak,  Kewajiban  dan 
Kesadaran  hukum.  Sesama  mukmin hendaklah terus melakukan amar
ma’ruf, yaitu memerintahkan yang lain untuk berbuat kebaikan. Maksud kebaikan
di sini adalah segala yang dipandang baik oleh agama  dan 
akal.  Mereka  juga  saling  mencegah  berbuat 
kemungkaran  atau  suatu perilaku yang dipandang jelek baik menurut
agama maupun akal. Segala  kewajiban  dan  anjuran 
agama,  atau  sesuatu  yang  menjadi  kebutuhan
masyarakat,  baik  primer  maupun  sekunder, 
seperti  sektor  pangan,  pendidikan, kesehatan dan lainnya
harus menjadi perhatian bersama, karena mengandung hal-hal  yang 
positif  bagi  individu  dan  masyarakat.  Hal-hal
yang ma’ruf sudah tentu indah  karena  berisi  nilai-nilai 
kehidupan. 
Keempat:  Spiritualitas. Sebagai realisasi dari
keimanan, yaitu selalu mengerjakan shalat  lima  waktu, 
dengan  memerhatikan  syarat,  rukun  dan 
etikanya.  Dilakukan secara terus menerus sepanjang hayat dan dikerjakan
dengan baik dan khusyu’, agar  hikmah  shalat  berubah 
menjadi  kepribadian  seseorang.  Shalat  adalah
hubungan  antara  hamba  dengan  Allah.  Sebagai 
refleksi  pengabdian manusia kepada  Tuhannya. Semangat 
spiritualitas  ini  harus  terus  digelorakan  dan
didengungkan,  agar  manusia  tidak  terpedaya 
oleh  setan  yang  selalu  mengincar manusia untuk
digelincirkan dari jalan lurus.
Kelima: Kepedulian sosial melalui zakat. Zakat adalah bentuk
rasa kesetiakawanan sosial, empati, berbagi dengan orang lain. Dengan zakat,
manusia tidak lagi kikir, egois, materialistis. Dengan zakat, kesenjangan
ekonomi tidak begitu melebar. Jika zakat  adalah  sebuah 
kebijakan  agama  yang  demikian  mulia,  maka 
cara menunaikannya juga harus baik, yaitu sesuai dengan ketentuan, diberikan
kepada yang berhak, dan pemberi zakat mendatangi sendiri para mustahiknya,
seakan dia yang membutuhkan kepada mereka. 
Keenam:  Rujukan  Agama.  Mengatasi 
berbagai  persoalan  kehidupan  diperlukan rujukan. 
Dalam  islam  rujukan  yang  betul-betul 
kredibel  adalah  ketaatan  kepada Allah  dan 
Rasul-Nya,  dalam  semua  lini  kehidupan,  baik dalam
soal akidah, mu’amalah, ibadah maupun akhlak. Taat kepada Allah 
berarti  taat  kepada  ajaran yang  ada  dalam 
al-Qur’an. Sementara taat kepada rasul adalah taat kepada apa yang 
ada  dalam  hadis.  Allah  yang  bersifat rahman dan
rahim.  Nabi Muhammad yang  ditabalkan  sebagai 
Rasul  pembawa  rahmat  bagi  alam  semesta 
yang  juga santun  dan  penyayang,  akan 
mengarahkan  manusia  kepada  pekerti  yang
menguntungkan  bagi  kehidupan  mereka.  Dengan 
adanya  rujukan  kehidupan berupa  al-Qur’an dan sunnah Nabi,
maka jalan kehidupan umat Islam menjadi jelas. Loyalitas mereka juga jelas. 
Pada akhir ayat di atas, Allah memberikan jaminan bahwa
masyarakat muslim yang  mampu  melaksanakan  kelima 
perilaku  tersebut  akan mendapatkan rahmah atau  kasih sayang
dari Allah SWT. Hal itu tidaklah berat bagi Allah  karena 
Allah  adalah  Zat  yang  Mahaperkasa  dan  semua
kebijakan-Nya  pasti mengena dan menuai hasil, karena Allah adalah Zat
Yang Mahabijaksana. Apa  yang  disajikan  diatas 
adalah  tawaran  al-Qur’an  sebagai  cara  untuk
membentuk masyarakat yang penuh dengan nilai dan norma.
Pada masa Nabi dan Khulafa’  Rasyidin, 
semua  komponen  masyarakat  ikut  mengawasi  jalannya
pemerintahan.  Pada  saat  sahabat  Umar 
dilantik  menjadi  Khalifah,  seorang rakyatnya 
bersumpah  bahwa  jika  Umar  menyeleweng,  maka 
dia  akan meluruskannya dengan pedang. Al-Qur’an telah memberikan predikat
umat Islam pada masa Nabi dan para sahabatnya sebagai umat yang terbaik yang
terlahir di muka bumi. Inilah prestasi puncak  umat  manusia. 
Nabi  sendiri  mengatakan  bahwa  generasi 
terbaik  adalah generasi masanya kemudian dua genarsi setelahnya. 
Pada  saat  masyarakat  dunia 
telah  terpecah  menjadi  negara  bangsa,  dan
kekuasaan  absolut  tidak  lagi  berada  di 
tangan  seseorang,  tapi  sudah  terbagi menjadi 
tiga  kekuatan  yaitu  Eksekutif,  Legislatif 
dan  Yudikatif,  maka  secara  teori masyarakat 
madani  bisa  tercipta  manakala  semua  pihak 
bisa  melaksanakan tugasnya  dengan  baik.  Agar 
semua  elemen  tiga  kekuasaan  tersebut  berjalan
dengan efektif maka yang paling dibutuhkan adalah komitmen seluruh masyarakat
untuk saling bahu membahu melaksanakan semua  program-program  mereka
atas dasar nilai-nilai yang ada pada masing-masing penduduk. 


Komentar
Posting Komentar