Aqiqah | 100 Janjang | M.Yahya Mufty
AQIQAH
Waktu pelaksanaan aqiqah terbagi dua yaitu waktu ada’ dan waktu qadha
Waktu ada’ adalah
waktu yang tepat atau dengan kata lain dilaksanakan tepat pada waktunya. Waktu ada’
atau waktu yang paling utama untuk
mengaqiqahkan anak adalah pada hari ketujuh dari kelahiran, yakni bersamaan
dengan acara mencukur serta menamainya.
Sedang waktu qadha adalah pelaksanaan kewajiban pada waktu
yang lain (tertunda) karena adanya alasan syar’i. dalam kitab
al-Uddah dan al-Hawi dinyatakan :
...أنها
بعد السابع تكون قضاء.
…sesungguhnya aqiqah (dilaksanakan) setelah
hari ketujuh (dari kelahiran bayi) adalah aqiqah pelaksanaan qadha. (Kifayatul akhyar, juz II, hal. 243)
Hal ini dinyatakan lebih tegas oleh al-Raafi’I dan ulama mazhab
syafi’I lainnya :
ولا تفوت بفوات السابع. (كفاية الأخيار : 2 : 243
…(kesunatan aqiqah) tidak gugur karena berlalunya hari ketujuh (dari kelahiran bayi) (Kifayatul
akhyar, juz II, hal. 243)
Pendapat (qaul) mukhtar, yakni pendapat terpilih para ulama
dari kalangan mazhab Syafi’I menyatakan bahwa waktu pelaksanaan aqiqah masih
berlaku pasca hari ketujuh dari kelahiran bayi dengan urutan sebagai berikut :
a)
Jika pada hari ketujuh masih belum mampu, maka aqiqah boleh
dilaksankan ketika masa nifas si ibu
bayi berakhir.
b)
Jika sampai masa nifas si ibu bayi telah berakhir dan belum mampu,
maka aqiqah boleh dilaksanakan hingga berakhirnya masa menyusui.
c)
Jika masa menyusui telah berakhir dan belum mampu mengaqiqahkan
juga, maka aqiqah dianjurkan agar dilaksanakan hingga anak berusia tujuh tahun.
d)
Jika usia tujuh tahun bagi sianak telah terlewati dan belum mampu
mengaqiqahkan, maka dipersilakan mengaqiqahkannya sebelum dewasa (baligh)
e)
Jika anak telah berusia dewasa, maka gugurlah kesunantan aqiqah bagi
orang tuanya dan dipersilakan sianak untuk mengaqiqahkan dirinya sendiri.
Demikianlah urutan waktu pelaksanaan aqiqah menurut qaul
mukhtar yang diterangkan oleh Imam
Taqiyuddin dalam kitabnya (Kifayatul akhyar, juz II, hal. 243)
Komentar
Posting Komentar