MAKALAH DALALAH - TEORI ISYRAT DAN TEORI DESKRIPSI 2012 || PASCA IAIN IB
TEORI ISYARAT DAN TEORI DESKRIPSI
B. Pembahasan
1. Teori Isyarat
أوجدن dan رشتاردش adalah orang pertama yang mengembangkan teori isyarat dalam buku
mereka yang terkenal dengn judul meaning of the meaning yang telah
mereka jelaskan dengan segitiga berikut:[1]
Pikiran, referensi,yang ditunjuk
Symbol, kata, nama
Sesuatu yang bersifat eksternal, yang diisyaratkan kepadanya
Gambar ini
membedakan tiga unsur berbeda yang terdapat pada suatu makna, dan menjelaskan bahwa
tidak ada hubungan langsung antara kata seperti simbol, dengan sesuatu yang di
luar yang diungkapkan oleh kata tersebut. Menurut mereka suatu kata itu terdiri
dari dua bagian, bagian pertama yaitu sighat atau bentuk yang berhubungan dengan
fungsinya sebagai symbol, dan bagian yang ke dua yaitu unsur yang berhubungan
dengan pikiran atau rujukan.[2]
Dan pemikiran
tentang kharakteristik ganda ini, merujuk kepada zaman Desouser, di mana ia
telah menguatkan karakteristik ganda yang dimiliki suatu symbol dengan cara memberikan
contoh yang bersifat analogi yaitu dengan menyamakannya dengan sepotong kertas
yang memiliki dua sisi. Dan tidak mungkin dipisahkan salah satu dari dua sisi
kertas tersebut dengan sisi yang lainnya. Maka demikian juga halnya tidak
mungkin dipisahkan antara dua sisi symbol tersebut satu dari yang lainnya,
karena keduanya berhubungan seperti hubungan dua sisi kertas.
Jadi teori
isyarat berarti bahwa makna suatu kata adalah isyarat kata tersebut kepada
sesuatu yang bukan dirinya. Dalam hal ini terdapat dua pendapat, yaitu:[3]
a.
Pendapat yang mengatakan bahwa makna suatu kata adalah apa yang
diisyaratkan oleh kata itu.
b.
Pendapat yang mengatakan bahwa makna suatu kata adalah hubungan
antara ungkapan dan yang diisyaratkan oleh ungkapan tersebut.
Kajian tentang
makna menurut pendapat yang pertama berarti cukup dengan mengkaji dua sisi dari
segitiga tersebut, yaitu sisi simbol dan sisi sesuatu yang diisyaratkan.
Sedangkan kajian tentang makna menurut pendapat yang ke dua megharuskan
mengkaji ketiga sisi segitiga tersebut, karena untuk sampai kepada sesuatu yang
diisyaratkan itu melalui pikiran atau
gambaran yang ada di otak.
Para ahli teori
ini mengatakan bahwa sesuatu kata yang diisyaratkan tidaklah harus sesuatu yang
dapat disentuh yang dapat diamati objeknya. Misalnya:Kata المنضدة) meja(, kata “meja” merupakan kata yang dapat disentuh dan diamati,
tapi hal ini sifatnya kadang-kadang. Kadang–kadang dia juga berupa sesuatu yang
tidak dapat disentuh, seperti aksi atau kejadian tertentu, seperti kata القتل (pembunuhan). Kata pembunuhan merupakan
suatu aksi atau perbuatan, di mana ia tidak dapat disentuh tapi dapat diamati. Sesuatu
yang abstrak seperti kata الشجاعة (berani). Kata الشجاعة (berani) tidak dapat disentuh, tapi ia
bisa diamati dari gejala yang nampak.
Walaupun
demikian, pada masing-masing kondisi ini mungkin kita dapat mengamati apa yang
disyaratkan oleh lafaz tersebut, karena setiap kata mengandung makna, karena
kata adalah symbol yang menggambarkan sesuatu yang bukan dirinya.
Kadang-kadang
yang diisyaratkan itu ada yang tidak terbatas, seperti kata قلم (pena). Kata قلم tidak diisyaratkan pada pena tertentu, karena
mungkin saja kata قلم disandarkan kepada jenis pena apa saja.
Oleh karena
itu, sebagian dari ahli teori ini merekomendasikan bahwa kata قلم diisyaratkan kepadaالأقلام طبقة (tingkatan pena), atauالأقلام نوع (jenis pena). Demikian juga halnya dengan kata
kerja يجري (lari), yang diisyaratkan kepada setiap
jenis pekerjaan yang jenisnya lari.
Teori isyarat
ini telah ditentang dengan pernyataan sebagai berikut:
1.
Teori isyarat hanya mengkaji tentang fenomena bahasa seputar diluar
kerangka bahasa.
2.
Teori isyarat berlandaskan atas dasar kajian yang terdapat di luar
(sesuatu yang diisyaratkan). Dan agar kita dapat memberikan pengertian yang
mendalam tentang suatu makna berdasarkan teori ini, maka harus ada ilmu yang
mendalam tentang segala sesuatu yang ada di dunia. Tetapi kemampuan manusia
kebanyakan sedikit sekali.
3.
Teori isyarat tidak membahas kata-kata seperti kataلا, إلى, لكن, dan kata أو serta kata
lainnya yang sejenis dengan kata-kata ini, yang tidak mengisyaratkan kepada
sesuatu yang ada. Kata-kata ini memiliki makna yang dapat dipahami oleh
pendengar dan pembicara, tapi sesuatu yang ditunjukkanya tidak mungkin diketahui dalam bentuk materi.
4.
Makna sesuatu itu bukanlah zatnya. Maka makna kata تفاحة (apel) bukanlah تفاحة. تفاحة (apel) mungkin sesuatu
yang dimakan, tetapi maknanya tidak dimakan. Dan makna-makna mungkin dapat
dipelajari tetapi تفاحة (apel) tidak munngkin.
2. Teori
Deskriptif.
Bentuk klasik dari teori deskriptif atau teori image atau teori
mentalistik ditemukan oleh seorang filosof Inggris yang bernama John
Locke pada abad ke tujuh belas. Ia mengatakan bahwa penggunaan kata-kata
itu harus ada isyarat nyata kepada pikiran. Dan pikiran-pikiran yang
digambarkannya itu dianggap sebagai tujuan
langsung lagi khusus.
Teori ini menganggap
bahasa sebagai media atau alat untuk menyampaikan pikiran atau gambaran luar
dan maknawi dari pada kondisi di dalam. Dan apa yang diberikan berupa ungkapan
bahasa berupa makna tertentu pemakaiannya mengarahkan kepada saling paham
sebagai tanda terhadap pemikiran tertentu. Pemikiran yang ada dalam otak kita
memiliki bentuk dan fungsi tersendiri dari bahasa, jika kita merasa cukup
dengan menjaganya dengan pikiran sendiri maka mungkin saja kita merasa cukup
dengan bahasa itu saja, tapi itu hanyalah perasaan kita saja karena kita butuh
untuk memindahkan pikiran kita kepada yang lainnya, yang dengan ini bisa menjadikan
kita mengemukakan dalil-dalil (sesuatu yang dapat diamati secara umum) terhadap
apa yang ada dalam pikiran kita yang khusus yang bekerja pada otak kita.
Teori ini menganggap
setiap ungkapan bahasa, atau setiap makna yang membedakan ungkapan bahasa atau
memiliki pikiran, maka pemikiran ini harus memenuhi hal-hal sebagai berikut:[4]
1.
Ada pada otak pembicara
2.
Pembicara harus menghasilkan ungkapan yang menjadikan orang yang
mendengarnya mengetahui bahwa pemikiran tertentu terdapat dalam akalnya pada
waktu itu.
3.
Ungkapan tersebut harus membawa kepada satu pemikiran dengan akal
pendengar.
Dan disimpulkan
bahwa teori ini memfokuskan kepada pikiran atau gambaran yang terdapat dalam
akal pembicara dan pendengar, dengan maksud membatasi makna suatu kata, atau
apa yang dimaksud pembicara dengan kata yang dipakainya pada waktu tertentu,
baik kita mengatakan bahwa makna kata
itu adalah pemikiran atau gambaran otak, atau kita mengungkapkannya sebagai
hubungan antara symbol dan pikiran.
Dan inilah
salah satu kekurangan pokok teori ini dari segi pandangan sulukiyahnya. Karena
selama makna itu adalah pikiran, maka bagaimana pembicara mengajak pendengar
dan memindahkan makna pada pendengar, karena pikiran itu dianggap milik khusus
pembicara.
Dan orang yang
setuju dengan pemikiran ini menolak dengan mengatakan bahwa pikiran-pikiran itu
berhubungan dengan gambarannya, jika kita mengatakan منضدة maka masing-masing pembicara dan pendengar
memiliki gambaran tentang منضدة. Dan gambaran ini yang mungkin menjadikan
adanya komunikasi.
Ada kelemahan
lain dari teori ini yang menyimpulkan bahwa ada banyak kata yang tidak
ditemukan gambarannya, contohnya alat-alat dan kata-kata yang abstrak. Maka kata-kata
ini tidak memiliki gambaran secara akal, baik berupa huruf dari kata itu
sendiri.
Bantahan dari Teori
deskriptif ini, menjadi titik tolak munculnya sebagian besar metode baru yang
muncul pada abad ini, yang menjadikan makna lebih banyak dijadikan tema dan
lebih banyak bersifat ilmiyah dari segi lain.

Komentar
Posting Komentar