SUAMI MEMANGGIL ISTRI DENGAN PANGGILAN Ibu/Ummi/sejenisnya | Lihat Ketentuannya pada Bab Zhihar || TERGANTUNG NIAT SUAMI




Memanggil Istri dengan Panggilan Ibu, Ummi, Dek, dan Sejenisnya
Hukumnya tergantung niat suami, karena itu adalah Zhihar Kinayah             
(Fiqih: Bab AZ-ZHIHAR/ بَابُ الظِّهَار)



    

Mayoritas Ulama berpendapat bahwa Menyerupakan Istri dengan Ibu dengan memakai Lafaz kinayah (bukan kata az-zhihar/kata punggung) maka tergantung ini niat suami.
Apabila ia berniat men-zhihar (menceraikan) istrinya, maka jatuhlah hukum zihar padanya, tetapi kalau dia tidak berniat demikian, hanya untuk pujian, kehormatan, atau sejenisnya, maka tidak termasuk hukum zihar (belum termasuk menyamakan istri dengan Ibu).

Dalam Al-Fiqh Al-Manhaji, 2: 15 Untuk lafaz yang berbentuk sindiran (kinayah) mesti dilihat dari niatnya. Jika diniatkan zhihar (menyamakan istri dengan ibu atau saudara), maka termasuk pada hukum zhihar yang Shariah/jelas, Namun jika maksudnya menyerupakan dengan ibu dan adik dari sisi kemuliaan, maka tidak termasuk zhihar. Ketika tidak termasuk, maka tidak ada kewajiban atau kafarah apa pun.
 


Mari baca pembahasan Zhihar berikut ini:
A.     Pengertian Zhihar (الظِّهَار )
a.      Menurut bahasa
Zhihar (الظِّهَار ) menurut bahasa berarti punggung
b.      Menurut Istilah
1.      Menurut Ulama Mazhab Syafi’i dan Hambali sama denga Hanafi :
Menyamakan istri dengan wanita yang haram dikawini. Baik dari jalur nasab, maupun dari jalur susuan.
Seperti perkataan suami pada istrinya “Punggungmu seperti punggung ibuku” menyamakan punggung istri dengan punggung ibu.
2.      Menurut Ulama Mazhab Hanafi :
Ungkapan seorang suami kepada istrinya yang menyerupakan istrinya dengan wanita yang haram dikawininya untuk selamanya.
Seperti kata suami “Punggungmu seperti punggung ibuku”
3.      Menurut Ulama Mazhab Maliki:
Ungkapan seorang laki-laki muslim yang mukallaf yang menyerupakan istrinya dengan wanita yang haram dikawininya, baik yang bersifat haram itu selamanya atau sementara.
Seperti kata suami “Punggungmu seperti punggung ibuku”

Kenapa punggung yang jadi permasalahan? Disebutkan kata Punggung, itu kinayah dari makna mengendrai, tidak mungkin seorang suami mengendrai ibunya, jadi makna dari “Punggungmu seperti punggung ibuku" adalah kamu perembuan yang  tidak halal untuk, ku kendrai/ku naikki ( ومعنى أنت علي كظهر أمي: أي أنت علي محرمة لا يحل لي ركوبك )

وذكر الظهر كناية عن معنى الركوب، والآدمية إنما يركب بطنها ولكن كنى عنه بالظهر، لأن ما يركب من غير الآدميات فإنما يركب ظهره، فكنى بالظهر عن الركوب. ويقال: نزل عن امرأته أي طلقها كأنه نزل عن مركوب. ومعنى أنت علي كظهر أمي: أي أنت علي محرمة لا يحل لي ركوبك. (تفسير القرطبي)


B.     Sighat (lafaz) Zhihar:
Ulama fiqih berbeda perndapat dalam menetapkan hukum Sighat Zhihar yang secara terang-terangan/jelas ( صَرِيْحُ الظَّهَار) dan yang secara sindiran كِــنَايَــةُ الظَّهَار ) ).
1.      Mazhab Hanafi:
a.        Lafaz zhihar dengan secara jelas dan terang seperti ungkapan suami “Punggungmu seperti punggung ibuku”, maka ini tidak diragukan lagi keabsahannya.
b.      Lafaz zhihar zindiran seperti ungkapan suami “kamu seperti ibuku” maka hukumnya tergantung niat suami, apakah ia bermaksud men-zhihar (thalaq)  istrinya, maka jatuhlah hukum zhihar artinya haram dia menggauli istrinya, tetapi kalau tidak meniatkan Zhihar hanya sebagai pujian, kehormatan, atau lainnya, maka tidak termasuk hukum zhihar.

2.      Mazhab Maliki:
a.   Lafaz zhihar yang jelas harus mengandung dua unsur:
a)      Menggunakan lafaz Az-zhihar (punggung)
b)      Wanita yang disamakan adalah wanita yang haram dinikahi
Seperti ungkapan suami “punggungmu seperti punggung ibuku” maka Ini hukumnya sudah jelas absahannya.

b.   Lafaz sindiran, adalah lafaz zhihar yang tidak mengandung salah satu dua unsur di atas
a)      Seperti ungkapan suami “tangan,punggung, paha, dan kaki ibuku sama dengan      tangan, punggung, paha dan kakimu”. Yang disamakan bukan punggung. 
b)      Atau seperti ungkapan “kami seperti ibuku” dengan menghilangkan kata punggung
c)        Atau seperti ungkapan “kamu ibuku” dengan menghilangkan kata seperti
d)       Atau seperti ungkapan “ibuku” dengan menghilangkan kata kamu
maka hukumnya tergantung niat suami, apakah ia bermaksud men-zhihar (thalaq)  istrinya, maka jatuhlah hukum zhihar artinya haram dia menggauli istrinya, tetapi kalau tidak meniatkan Zhihar hanya sebagai pujian, kehormatan, atau lainnya, maka tidak termasuk hukum zhihar.

3.      Mazhab Syafi’i
a.      Lafaz zhihar yang jelas dalam zhihar, hukumnya sudah jelas keabsahannya
Seperti ungkapan suami “punggungmu seperti punggung ibuku” maka Ini hukumnya sudah jelas absahannya.

b.      Lafaz sindiran (bukan memakai kata punggung)
Maka hukumnya tergantung niat suami, apakah ia bermaksud men-zhihar (thalaq)  istrinya, maka jatuhlah hukum zhihar artinya haram dia menggauli istrinya, tetapi kalau tidak meniatkan Zhihar hanya sebagai pujian, kehormatan, atau lainnya, maka tidak termasuk hukum zhihar..

4.      Mazhab Hanbali
a.      Lafaz yang jelas adalah hurus memakai kata Azzihar/ punggung atau alhurmah/ haram
Seperti ungkapan suami “punggungmu seperti punggung ibuku” atau “kamu haram bagi saya” maka Ini hukumnya sudah jelas absahannya.
b.      Lafaz sindiran
Lafas yang mengandung penghormatan atau pujian, maka hukumnya tergantung niat suami, apakah ia bermaksud men-zhihar (thalaq)  istrinya, maka jatuhlah hukum zhihar artinya haram dia menggauli istrinya, tetapi kalau tidak meniatkan Zhihar hanya sebagai pujian, kehormatan, atau lainnya, maka tidak termasuk hukum zhihar.

C.     Dasar hukum
Allah Taala berfirman,
الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (2) وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (4)
Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.
Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur.
Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih. (QS. Al Mujaadilah: 2-4)


Kesimpulan
Zhihar dalam bentuk kinayah/sindiran ditentukan oleh niat suami, ketika dia tidak berniat untuk menyerupakan istrinya dengan ibunya, maka panggilan itu tidak termasuk pada hukum zhihar, artinya panggilan ini boleh dilakukan.


Referensi:
Abdurrahman bin Nashir As-Sa, Tafsir As-Sadi, Cetakan ketiga: Muassasah Ar Risalah, 1433 H
Dahlan Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilit 6, Cetakan pertama, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 1996 M
Musthafa Al-Bugha dkk, Al-Fiqh Al-Manhaji, cetakan X:  Darul Qalam 1430 H
تفسير القرطبي

Komentar

Postingan Populer