Perbedaan Ulama tentang Rukun Shalat
PERBEDAAN PENDAPAT 4 MAZHAB DALAM IBADAH
2. SHALAT
NO
|
URAIAN
|
IMAM
|
|||
HANAFI
(Kufah, 699-722 M), = 23 th
Turki, Asia Tengah,
Pakistan dan India
|
MALIKI
( Madinah, 712-798 M), = 86 th
Afrika Utara dan Tengah
|
SYAFI’I
(Ghazzah, 767-820 M), = 53 th
Mesir, Syiria, Yaman,
Indonesia dan Malaysia
|
HANBALI
(Baghdad,
780-855 M), = 75 th
Sekarang Mazhab resmi Arab Saudi
|
||
1
|
Rukun Shalat
|
Rukun Asli 3
Rukun tambahan 1
Ctt.
Niat masuk
kepada syarat sah shalat
|
1.Niat
2. Takbiratul
ihram
3. Berdiri untuk melakukan takbiratul
ihram dalam shalat fardu
4.Membaca
fatihah
5.Berdiri untuk membaca fatihah dalam
shalat fardu
6.Rukuk
7.Bangkit dari
rukuk
8.Sujud
9.Bangkit dari
sujud
10.Salam
11.Duduk sekedar
12.Thuma’ninih dalam setiap perpindahan
gerak dalam shalat
13.I’tidal (tegak)dalam setiap rukuk dan
sujut
14.Tertib dalam rukun
15.Niat bagi makmum untuk mengikut imam
|
Lima qauliyah :
1. Takbiratul
ihram
2. Membaca
fatihah
3. Membaca
Shalawat
4. Membaca
tasyahud akhir
5. Membaca salam
pertama
Delapan bersifat
fi’liyah :
1.Niat
2.Berdiri bagi
yang mampu
3.Rukuk serta
tuma-ninah
4.i’tidal serta
tuma-ninah
5.Sujud 2 kali
serta tuma-ninah
6.Duduk antara 2
sujud serta tuma-ninah
7. Duduk akhir
8.Menertipkan
rukun
|
1.Berdiri dalam
shalat fardhu
2. Takbiratul
ihram
3. Membaca
fatihah
4.Ruku’
5.Bangkit dari
ruku’
6.I’tidal
(tegak)
7.Sujud
8.bangkit dari
sujud
9.Duduk antara 2
sujud
10.tasyahud
akhir
11.Duduk untuk tasyahud akhirr dan 2
salam
12.Thuma’ninah dalam setiap ruku’ yang
bersifat fi’liyah
13.Tertib dalam melaksanakan fardhu
14.Mengucapkan 2
salam
Ctt.
Niat masuk
kepada syarat sah shalat
|
Ctt.
Hukum melafadzkan Niat
-
Syafi’iyah dan Hambaliah berpendapat bahwa
Hukum melafadzkan niat dengan lisan
hukumnya Sunnat, karena melafadzkan niat itu berfungsi sebagai perhatian bagi
hati.
-
Malikiyah dan Hanafiyah berpendapat bahwa
melafadzkan niat itu tidak disyari’atkan dalam
shalat, kecuali apabila orang yang melaksanakan shalat itu was-was. Bagi
orang yang was-was menurut malikiyah disunatkan membaca lafdz niat. Sedang
Hanafiyah berpendapat bahwa melafdzkan niat itu bid’ah.
APAKAH
MAKMUM WAJIB MEMBACA ALFATIHAH
NO
|
URAIAN
|
IMAM
|
|||
HANAFI
(Kufah, 699-722 M), = 23 th
Turki, Asia Tengah,
Pakistan dan India
|
MALIKI
( Madinah, 712-798 M), = 86 th
Afrika Utara dan Tengah
|
SYAFI’I
(Ghazzah, 767-820 M), = 53 th
Mesir, Syiria, Yaman,
Indonesia dan Malaysia
|
HANBALI
(Baghdad,
780-855 M), = 75 th
Sekarang Mazhab resmi Arab Saudi
|
||
1
|
Rukun Shalat
|
Bacaan al-fatihah makmum dibelakang imam adalah
makruh tahrim dalam shalat jahar dan sir
|
Bacaan
al-fatihah makmum dibelakang imam adalah mandub dalam shalat sir dan
dan makruh dalam shalat jahar
|
Makmum wajib
membaca al-fatihah dibelakang imam kecuali si masbuk (makmum yang terlambat
dan tidak sempat membaca al-fatihah), maka bacaan al-fatihahnya ditanggung
oleh imam
|
Bacaan al-fatihah makmum dibelakang imam adalah
mustahab (sunat) dalam shalat sir dan pada saat-saat imam diam (tidak membaca) dalam shalat jahar dan dimakruhkan ketika imam sedang
membaca dalam shalat jahar
|
APAKAH
HUKUM MEMBACA BASMALAH SEBELUM MEMBACA SURAT DALAM SHALAT ?
Sunnah membaca membaca satu ayat atau lebih
sesudah al-fatihah utamanya membaca tiga ayat
Bagi yang mulai membaca dari tengah surat
sunnah membaca basmalah demikian ketetapan nash Asy-Syafi’I
Membaca lengkap satu surat adalah lebih
utama dari pada membaca sebagian surat, sekalipun panjang (Fathul Mu’in
Juzuk I hal. 135
MEMBACA
BASMALAH DALAM ALFATIHAH ?
Basmalah : para ulama telah sekata bahwa
basmalah itu merupakan sebagian ayat pada surat An-Naml, mengenai basmalah yang
terdapat pada permulaan surat, mereka berselisih pendapat dan terbagi atas
terbagi atas tiga mashab yang terkenal :
1. Bahwa ia merupakan salah satu ayat dari
alfatihah dan dari setiap ayat. Dan berdasarkan ini maka membacanya dalam
al-fatihah hukumnya wajib, dan mengenai sir ataupun jahar – melunakkan atau
mengeraskan – hukumnya sama dan tidak beda dengan Al-Fatihah. Alasan terkuat
bagi Mazhab ini adalah hadis Na’im al mujammir :
2. Bahwa ia merupakan suatu ayat yang
berdiri sendiri yang diturunkan untuk mengambil berkah dan pemisah di antara
surat-surat, dan bahwa membacanya pada alfatihah hukumnya boleh bahkan sunat,
dan tidak disunatkan menjaharkannya
Berdasarkan Hadis :
3. Bahwa ia bukan merupakan suatu ayat dari
alfatihah atau dari surat lainnya, dan bahwa membacanya dimakhruhkan baik
secara sir maupun jahar, pada shalat fardu ataupun sunat, Mazhab ini Lemah
(Fikih sunnah 1 hal 324, sayyid Sabiq)
Komentar
Posting Komentar