MAKALAH TENTANG DINASTI MAMLUK DI MESIR
PERADABAN
ISLAM MASA DINASTI MAMLUK
DI
MESIR (1250-1517 M)
I.
Pendahuluan
Kata Mamluk terambil dari bahasa Arab yang berarti seorang
budak atau hamba yang dimiliki oleh tuannya; jamaknya mamalik dan mamlukun
yang berarti para budak. Nama
dua pemerintahan di dunia Islam yang didirikan oleh Kaum Mamluk , yaitu Dinasti
Mamluk di India (1206-1290) yang dibentuk oleh Qutbuddin Aybak dan Dinasti
Mamluk di Mesir (1250-1517).[1]
Kaum Mamluk adalah sebutan
yang diberikan kepada budak-budak yang berasal dari Kaukakus daerah pegunungan
yang terletak di perbatasan Rusia dan Turki. Mereka di bawa ke Bagdad,
istambul, dan Mesir untuk diberi pendidikan militer dan dijadikan sebagai
pengawal sultan karena mereka dikenal gagah dan kuat fisiknya. Dalam dinas
kemiliteran, kaum Mamluk diberi kebebasan oleh sultan sehingga kedudukan mereka
meningkat, di antaranya ada yang dapat jabatan militer tertinggi atau wazir
(perdana menteri).[2]
Usaha merekrut budak-budak dan memanfaatkan mereka dalam kegiatan
pemerintahan, terutama dalam militer, dimulai pada masa pemerintahan Ma’mun
(813-833 M). Dinasti-dinasti yang pernah menguasai Mesir, yang di antara
dinasti-dinasti itu kadang-kadang diselingi oleh kekuasaan Abasiyah, juga
mendatangkan budak-budak, yaitu Dinasti Tulun (254 H/868 M-292 H/905 M),
Dinasti Ikhsyid (323 H/935 M- 358 H/969 M, Dinasti Fatimiah (909-1171 M), dan
dinasti Ayubiyah (1174-1252 M). Dalam perkembangan selanjutnya para budak itu
bukan hanya berpengaruh dalam tubuh militer, tetapi juga dalam pemerintahan
pada umumnya.[3]
Dan akhirnya mereka bisa mendirikan dinasti Mamluk di Mesir yang dipimpin oleh
seorang budak dan berakhirlah Dinasti Ayyubiyah menguasai Mesir
Dalam makalah ini penulis akan membatasi pembahsan seputar Peradaban
Islam Masa Dinasti Mamluk di Mesir dengan sub bahasan di antaranya Proses
Pembentukan Dinasti Mamluk, Kemajuan dan Konstribusi bagi Peradaban Islam,
Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Mamluk
II.
Pembahsan
1.
Proses Pembentukan Dinasti Mamluk di Mesir
Pemerintahan Mamluk Mesir muncul pada saat dunia Islam mengalami
desentralisasi dan desintegrasi politik. Wilayah kekuasaan meliputi Mesir,
Suriah, Hedzjaz, Yaman, dan daerah S. Furut (Eufrat). Kaum Mamluk ini berhasil
membersihkan sisa-sisa tentara salib dari Mesir dan Suriah serta membendung desakan
gerombolan-gerombolan bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan dan
Timurlenk.[4]
Dinasti Mamluk di Mesir
adalah dinasti terakhir di dunia Arab untuk abad pertengahan (1250-1800 M). Pilip
H. Hatti menyebutkan Dinasti Mamluk adalah Dinasti yang luar biasa karena
Dinasti ini dihimpun dari budak-budak yang berasal dari berbagai ras yang dapat
membentuk suatu pemerintahan oligarki disatu Negara yang bukan tumpah darah
mereka. Sultan-sultan yang berasal dari budak-budak ini pantas mendapat acungan
jempol dengan keberhasilan mendirikan suatu Negara yang kokoh dan kuat.[5]
Dinasti Mamluk di Mesir berkuasa lebih dari setengah abad
(1250-1517 M) sebelumnya telah berdiri Dinasti Mamluk yang lain di India pada
tahun 1206 dan berakhir tahun 1280 M. Dinasti Mamluk di Mesir mulai bangkit
seiring runtuhnya kekuasaan Islam di Bagdad dan kemunduran Islam di Spanyol.
Dinasti ini dikenal pula dengan daulat al-Atrak yang pada perkembangan
selanjutnya meliputi daerah Mesir dan Syiria. [6]
Terbentunya Dinasti Mamluk di Mesir tidak dapat dipisahkan dari
Dinasti Ayyubiyah ketika terjadi perebutan kekuasan antara al-Malik al-Shaleh
dan al-Malik al-Kamil. Dalam perebutan kekuasaan ini para tentara yang berasal
dari suku Kurdi memihak kepada al-Malik
al-Kamil, sementara yang berasal dari budak tergabung dalam Mamluk Bahriyun mendukung al-Malik al-Shaleh. Dalam
perebutan kekuasaan ini al-Malik al-Shalih mampu mengalahkan al-Malik al-Kamil
dan al-Malik al-Shalih berkuasa dari
tahun 1240-1249 M. Sejak itulah kaum Mamluk mempunyai pengaruh besar dalam
bidang militer dan pemerintahan. Mereka menjadi bodygar sultan-sultan dan
amir-amir yang sudah makin melemah. Perhatian Malik al-Shalih sangat besar
kepada kaum Mamluk Bahriyun. Sehingga banyak di antara mereka yang ditempatkan
pada kelompok-kelompok elit yang terpisah dari masyarakat dan kelompok meliter
yang lainnya. Kehadiran kaum Mamluk merupakan jaminan bagi kelansungan
kekuasaan al-Malik al-Shalih, sedangkan perlakuan yang istimewa terhadap
budak-budak itu memberikan kemudahan dalam penigkatan karir mereka dan
imbalan-imbalan materi lainnya.[7]
Dapat dipahami kekuatan para budak tidak dapat disepelekan dalam
pemerintahan, sebagaimana diketahui pada umumnya buduk tersebut hanya merupakan
pesuruh dan pekerja tuannya akan tetapi jika fungsi dan kekuatannya
dimanfaatkan dengan baik maka akan menjadi suatu kekuasaan yang besar
karena mereka memiliki cita-cita untuk merdeka dari penindasan.
Kebebasan yang diberikan oleh Sultan al-Malik al-Shalih, merupakan
peluang bagi Mamluk Bahriyun untuk meningkatkan solidaritas yang tinggi dan
menyusun suatu kekuatan, sehingga mereka menjadi suatu kelompok organisasi yang
terorganisir. Hal ini mereka lakukan untuk menyaingi pasukan militer asal suku
kurdi yang sudah ada sebelumnya dan untuk mengamankan keduduka mereka bila
terjadi pergantian sultan.[8]
Al-Malik al-Shalih meninggal pada tahun 1249 M setelah menderita
sakit dan timbullah kekacauan-kekacauan di daerah-daerah. Kematian al-Shalih
dirahasiakan oleh istrinya ( Syajarat ad-Durr, seorang harem[9]
yang berasal dari budak). Kemudian, putera mahkota al-Shalih yang bernama
Turansyah memegang tampuk kekuasaan. Turansyah dianggap oleh kaum Mamluk
al-Bahr bukan orang yang dekat dengan mereka. Selain itu, Turansyah dianggap
kurang tepat untuk menduduki pucuk pimpinan kekhalifahan karena mereka
menganggap Turansyah lebih banyak bermukim di Jazirah Euprat. Oleh karena itu,
ia dianggap tidak begitu banyak menguasai seluk-beluk Mesir secara keseluruhan.
Kemudian, kelompok Mamluk Bahriyun berusaha memperkuat diri di bawah pimpinan
Baybar dan Muizz ‘Izz ad-Din Aybak. Pada 1250 M, mereka berhasil merebut kekuasaan dari al-Malik
al-Muazham Turansyah. Istri al-Malik as-Shaleh, Syajarah al-Durr, seorang yang
juga berasal dari kalangan Mamalik
berusaha mengambil kendali pemerintahan, sesuai dengan kesepakatan
golongan Mamalik. Dari sinilah awal terbentuknya Dinasti Mamluk di Mesir yang
dipimpin oleh seorang budak dan berakhirlah Dinasti Ayyubiyah menguasai Mesir.[10]
Alasan lain pengangkatan Syajarat Ad-Durr sebagai sultan adalah
karena adanya pertentangan atau persaingan dikalangan kaum Mamluk itu sendiri.
Sebenarnya terdapat beberapa orang yang sangat berambisi untuk menjadi sultan,
seperti Muizz ‘Izz ad-Din Aybak, Baybar, dan Kutuz. Dengan diangkatnya Syajarat Ad-Durr, Baybar
dan sejumlah Mamluk lainnya berangkat ke Syria dimungkinkan karena kegagalannya
menduduki jabatan sultan. Sementara itu, Muizz ‘Izz ad-Din Aybak dan Qutuz tetap tinggal di Mesir. [11]
Kepemimpinan Syajarat Ad-Durr berlansung sekitar tiga bulan. Ia
kemudian kawin dengan tokoh Mamluk bernama Muizz ‘Izz ad-Din Aybak dan menyerahkan tampuk kekuasaan kepadanya sambil berharap dapat
terus berkuasa di belakang tabir. Akan
tetapi segera setelah itu Muizz ‘Izz ad-Din Aybak membunuh Syajarat Ad-Durr dan mengambil sepenuhnya kendali
pemerintahan. Pada mulanya Aybak mengangkat seorang keturunan penguasa
Ayyubiyah bernama Musa sebagai Sultan “syar’i” (formula) di samping dirinya.
Namun, Musa akhirnya dibunuh oleh Aybak. Ini merupakan akhir dari dinasti Ayyubiyah
di Mesir dan awal dari kekuasaan dinasti Mamalik.[12]
Aybak berkuasa selama tujuh tahun dari 1250-1257 M. Setelah
meninggal ia digantikan oleh anaknya, Ali bin Aybak yang masih berusia muda,
Ali kemudian mengundurkan diri pada tahun 1259 M, kemudian digantikan oleh
wakilnya Qutuz. Setelah Qutuz naik tahta, Baybar yang mengasingkan diri ke
Syria, karena karena tidak senang dengan kepemimpinan Aybak kembali ke Mesir.
Di awal tahun 1260 M, Mesir terancam serangan Mongol yang sudah berhasl
menduduki hampir seluruh dunia Islam.[13] Hulaghu
mengirimkan peringatan kepada Qutuz, sultan Mamluk di Mesir. Ia mengancamnya
dengan keras jika menghalangi pasukan Mongol memasuki Mesir. Ia juga
mengingatkan tentang apa yang telah dilakukannya di Bagdad, Halab dan Damaskus.
Akan tetapi, Qutuz menolak peringatan itu. Ia segera menyiagakan pasukannya
yang kuat dan melengkapinya dengan berbagai perlengkapan perang, lalu
memberangkatkannya untuk menghadapi pasukan Mongol.[14] Kedua
tentara bertemu di Ayn Jalut dan tanggal 13 September 1260 M, tentara Mamalik
di bawah kepemimpinan Qutuz dan Baybars berhasil mengahancurkan pasukan Mongol
tersebut. Atas kemenangan atas tentara Mongol ini membuat kekuasaan Mamalik di
Mesir menjadi tumpuan harapan umat Islam di sekitarnya. Penguasa-penguasa di
Syria segera menyatakan setia kepada penguasa Mamlik.[15]
Setelah Qutuz meningggal dunia, Baybars, seorang pemimpin militer
yang tangguh dan cerdas, diangkat oleh pasukan menjadi Sultan ( 1260-1277 M).[16]
Ia adalah Sulatan terbesar dan termasyhur di antara raja-raja Mamluk.
Secara keseluruhan, raja atau sultan dinasti Mamluk yang pernah memerintah
di Mesir terbagi kepada dua periode yaitu periode Mamluk Bahridan Mamluk
Burji nama-nama mereka yang penulis dapatkan dari situs http://en.wiipdia.org/diakses 20 Mei, 2011 adalah sebagai berikut :[17]
Mamluk
Bahri
|
Mamluk
Burji
|
|||
No
|
Nama
|
Tahun
|
Nama
|
Tahun
|
1
|
1250
|
1382
|
||
2
|
1250
|
as-Salih Salah Zein ad-Din Hajji II
|
1389
|
|
3
|
1257
|
1390
|
||
4
|
1259
|
an-Nasir Nasir ad-Din Faraj
|
1399
|
|
5
|
1260
|
al-Mansur AzzadDin Abd al-‘Aziz
|
1405
|
|
6
|
1277
|
an-Nasir Nasir ad-Din Faraj
|
1405
|
|
7
|
1280
|
1412
|
||
8
|
1280
|
al-Mu’ayyad Sayf ad-Din Syaikh
|
1412
|
|
9
|
1290
|
al-Muzaffar Ahmad
|
1421
|
|
10
|
an-Nasir Nasir-ad-Din Muhammad ibn Qalawun
|
1294
|
az-Zahir Saif ad-Din Tatar
|
1421
|
11
|
1295
|
as-Salih Nasir ad-Din Muhammad
|
1421
|
|
12
|
1297
|
al-Asyraf Sayf ad-Din Barsbay
|
1422
|
|
13
|
an-Nasir Nasir-ad-Din Muhammad ibn Qalawun
|
1299
|
al-‘Aziz Jamal ad-Din Yusuf
|
1438
|
14
|
1309
|
az-Zahir Sayf ad-Din Jaqmaq
|
1438
|
|
15
|
an-Nasir Nasir-ad-Din Muhammad ibn Qalawun
|
1310
|
al-Mansur Fahr ad-Din ‘Usman
|
1453
|
16
|
1340
|
al-Asyraf Sayf ad-Din Enal
|
1453
|
|
17
|
1341
|
al-Mu’ayyad Syihab ad-Din Ahmad
|
1461
|
|
18
|
1342
|
az-Zahir Sayf ad-Din Khushkadam
|
1461
|
|
19
|
1342
|
az-Zahir Sayf ad-Din Belbay
|
1467
|
|
20
|
1345
|
az-Zahir Temurbougha
|
1468
|
|
21
|
1346
|
al-Asyraf Sayf ad-Din Qaitbay
|
1468
|
|
22
|
1347
|
1496
|
||
23
|
1351
|
az-Zahir Qanshaw
|
1498
|
|
24
|
1354
|
al-Asyraf Janbulat
|
1500
|
|
25
|
1361
|
al-‘Adil Sayf ad-Din Tuman bay I
|
1501
|
|
26
|
1363
|
1501
|
||
27
|
1376
|
al-Asyraf Tuman bay II
|
1517
|
|
28
|
as-Salih Salah Zein ad-Din Hajji II
|
1382
|
Kenapa golongan Mamluk yang selama ini patuh dan setia kepada
penguasa Ayyubiah yang telah diberikan hak-hak istimewa dalam pemerintahan mau
merebut kekuasaan. Apakah mereka ini digolongkan kepada orang yang telah
membalas air susu dengan tuba, kacang lupa kepada kulitnya. Penulis melihat
berapapun setianya golongan itu kepada penguasa, namun ketika dia merasa
terancam, maka mereka akan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk lepas dari
keterancaman tersebut. Setelah al-Malik al-Salih meninggal dunia, maka anaknya,
Tunansyah naik tahta sebagai Sulatan. Orang-orang Mamluk merasa terancam karena
Tunansyah lebih dekat kepada kepada tentara asal kurdi dari pada mereka.
2.
Kemajuan dan Konstribusi bagi Peradaban Islam
Dinasti Mamluk pada masa
Baybar ini mencapai puncak kejayaan sehingga Phili K. Hitti menyebut Baybar
al-Buduk sebagai pembangun hakiki Dianasti Mamluk dan sultan yang terbesar.
Sistem pemerintahan oligarki yang diterapkan oleh dinasti Mamluk
banyak mendatangkan kemajuan di Mesir. Kedudukan amir, menjadi sangat penting.
Para amir berkompetisi dalam prestasi, karena mereka merupakan kandidat sultan.
Ada beberapa kemajuan yang dicapai masa pemerintahan Mamluk :
a.
Bidang Kemiliteran
Dalam rangka menangkis ancaman dari dalam dan luar negeri, Baybar
dengan sungguh melaksanakan konsolidasi di bidang kemiliteran dan pemerintahan.
Kaum elit militer ditempatkan pada kelompok elit dan jabatan-jabatan penting
dipegang oleh anggota militer yang berprestasi. Ia mengetahui benar bahwa
masyarakatnya yang mayoritas sunni menginginkan kesultanannya mendapat
pengesahan keagamaan dari khalifah. Untuk itu ia melakukan bai’at terhadap
al-Mustansir, khalifah keturunan Abbas yang berhasil melarikan diri ke Syria
ketika Hulagu Khan menghancurkan Bagdad.[18]
Bai’at Baybar terhadap khalifah ternyata
mengundang simpati penguasa Islam lainnya. Selain itu, Baybar juga mengikuti
jejak Dinasti Ayyubiyah yaitu dengan cara menghidupkan mazhab Sunni dan dengan
sendirinya ia mendapat simpati masyarakat Mesir yang mayoritas Sunni. Dalam
pemerintahannya, Baybar menjalin hubungan erat dengan negara-negara tetangga
seperti Konstantinopil, Sycili dan negara-negara lainnya. Dalam lapangan
kemiliteran, Baybar diakui sebagai panglima yang tangguh. Dalam kurun waktu
enam tahun, ia habiskan waktunya untuk menghancurkan sebagian besar kekuatan
salib di sepanjang pantai laut Tengah. Pemberontakan kaum Asasin di pegunungan
Syria dapat dilumpuhkan. Nubia dan sepanjang pantai Laut Merah ditaklukannya
bahkan kapal-kapal mongol di Antoniapun dirampasnya.[19]
b.
Bidang Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi yang dicapai oleh Dinasti Mamluk lebih
besar diperoleh dari sektor perdagangan, pemerintah Dinasti Mamluk memperluas
hubungan dagang yang telah dibina sejak masa Fatimiyah misalnya, dengan membuka
dagang dengan Italia dan Prancis. Setelah jatunya Bagdad, Kairo menjadi kota
yang penting dan strategis karena jalur perdagangan dari Asia Tengah dan Teluk
Persia hampir dipastikan melalui Bagdad. Dengan demikian, jalur perdagangan
antara Laut Merah dan Laut Tengah menuju Eropa pindah ke Kairo. Keadaan ini
menjadikan berlimpahnya devisa negara terutama dari sektor perdagangan. Untuk
mendukung kelancaran sektor ini Dinasti Mamluk memperbaiki sarana transormasi
untuk memperlancar perjalanan pedagang-pedagang terutama antara Kairo dan
Damskus. Dalam sektor pertanian, pemerintahan mengambil kebijaksanaan pasar
bebas kepada petani. Artinya, petani diberi kebebasan untuk memasarkan sendiri
hasil pertaniannya. [20]
c.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Dalam bidang ilmu pengetahuan, Mesir menjadi tempat pelarian
ilmuan-ilmuan asal Bagdad dari serangan Mongol yang berhasil mengalahkan
Bagdad, dengan banyaknya para ilmuan Bagdad yang tinggal di Mesir memperkaya
Mesir dengan khazanah ilmu pengetahuan. Pada masa Dinasti Mamluk terdapat
terdapat beberapa Ilmu pengetahuan yang berkembang disaat itu antara lain
sejarah, kedokteran, matematika, astronomi, dan ilmu agama. Dimasa ini muncul
ahli sejarah yang bernama ibnu Khalidin. Ia berhasil menulis buku yang berjudul
Wafayat al-A’yan fi Anba’i Abna’i
al-Zaman. Selain itu muncul pula nama-nama yang terkenal seperti Abu
al-Fida dan ibnu Tagribirdi. Dalam bidang Astronomi dikenal nama Nair ad-Din
al-Thusi, seorang ahli observatorium dan Abu al-Faraz al-Gibri dalam bidang
matematika. Dalam ilmu ketabiban muncul seorang ahli ketabiban yang bernama
ibnu al-Nafis. Ia dikenal sebagai penemu susunan dan peredaran darah dalam paru-paru manusia. Dokter lain di masa
itu adalah al-Juma’i penulis buku al-Irsyad li Masyani al-Anfus al-Syad.
Ibnu abi al-Mahasin dan Salah al-Din beserta ibnu Yusuf mengembangkan ilmu optalmologi.
Dokter hewan yang terkemuka waktu itu adalah Abdul Mu’min al-Dimyati yang
mengarang buku Fadlu al-Khair.[21]
Dalam bidang ilmu agama, muncul Ibnu
Taimiyah yang dikenal sebagai reformer pemikiran Islam yang bermazhab
Hambali. Selain itu, muncul pula orang-orang ternama seperti As-Sayuti dengan
tulisannya yang berjudul Al-Itqan fi Uluum Alquran dan Ibnu Hajar
Al-Asykolani yang termasyhur dalam bidang penulisan hadis. Dinasti Mamluk juga
berhasil membangun sekolah-sekolah, masjid-masjid yang indah sebagai pusat ilmu
pengetahua.[22]
d.
Bidang Arsitektur
Dinasti Mamluk juga banyak mengalami kemajuan di bidang arsitektur.
Banyak arsitek didatangkan ke Mesir untuk membangun sekolah-sekolah dan
masjid-masjid yang indah. Bangunan-bangunan lain yang didirikan pada masa ini
di antaranya adalah rumah sakit, museum, perpustakaan, vila-vila, kubah, dan
menara masjid.[23]
Devisa Negara yang melimpah
pada masa dinasti Mamluk memungkinkan mereka untuk mendirikan bangunan yang
megah dan indah. Sejak pemerintahan Qalawun (1293-1294 M), Sultan-sultan Mamluk
telah terbiasa memperindah dan memperkuat bangunannya dengan batu-batu benteng,
batu kapur dan batu api yang diambil dari daratan tinggi Mesir. Bangunan itu
sampai sekarang masih bisa disaksikan, terutama
dalam bentuk kuburan-kuburan dan kubah-kubah masjid yang terdiri atas
bebatuan tersebut. Sultan-sulatan pada masa itu juga menghiasi tembok-tembok
rumah atau istana yang menggambarkan keperkasaan dan kemuliaan, salah satu
diantaranya adalah Masjid al-Sultan di Mesir. Selain itu didapati
sekolah-sekolah yang didirikan dengan indahnya yang mengajarkan empat mazhab
secara bersama.[24]
Disamping membuat Masjid yang indah Qalawun 1293-1294 M) juga membangun rumah
sakit yang megah.[25]
Di antara contoh peninggalan Dinasti Mamluk adalah Benteng Qaitbey di
Alexandria. Foto by Muassis.[26]
Peninggalan Penguasa Mamluk.[27]
Kenapa dalam sebuah
negara ataupun khususnya Dinasti Mamluk ini mampu menciptakan banyak
kemajuan-kemajuan dari berbagai bidang ?.
Penulis memahami bahwa kemajuan-kemajuan tersebut dapat dicapai oleh oleh dinasti Mamluk ini, tidak
terlepas dari bagusnya kepribadian dan cara memimpin dari seorang Sultan yang berkuasa
dalam pemerintahan tersebut. Dan didukung pula oleh bagusnya solidaritas dari
sesama militer yang kuat yang dapat menciptakan stabilitas negara yang aman
dari gangguan dalam ataupun laur negerinya.
3.
Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Mamluk
a.
Perebutan Kekuasaan
Pada masa pemerintahan Qalawun, Sultan Mamluk ke-8 (1279-1290 M)
melakukan perubahan dalam pemerintahan, yaitu pergantian sultan secara turun
temurun dan tidak lagi memberikan kesempatan kepada pihak militer untuk memilih
sultan sebagai pemimpin mereka. Disamping itu Qalawun juga telah mengesampingkan
kelompok Mamluk Bahriyun sehingga semakin lama pejabat dari Mamluk Bahriyun semakin
berkurang dan digantikan oleh Mamluk Burjiyun. [28]
Sistem baru yang diterapkan Qalawun
ternyata telah menimbulkan kericuhan dalam pemerintahan. Pada masa al-Nasir
Muhammad ibnu Qalawun (1293 M) ia mengalami dua kali turun tahta karena
perebutan kekuasaan dengan Kitbuga (al-Adi Zaenal al-Din) dan Najim al-Mansur
Hisamudin. Pada tahun 1382 M Barquk al-Dzhiri dari Mamluk al-Burjiyun berhasil
merebut kekuasaan dari tangan al-Shalih Salahudin, sultan terakhir dari
keturunan Qalawun. Sejak itulah mulai periode kekuasaan Mamluk al-Burjiyun. [29]
Meskipun sultan-sulta Mamluk Burjiyun
menerapkan kembali sistem pemerintahan secara oligarki seperti yang diterapkan
Mamluk Bahriyun sebelumnya, kekacauan tetap berlanjut sehingga situasi ini
dimanfaatkan oleh para amir untuk saling berebut kekuasaan dan memperkuat
posisinya dipemerintahan.[30]
b.
Kemewahan dan Korupsi
Sejak pemerintahan an-Nasir, pola hidup mewah telah menjalar di
kalangan penguasa istana, bahkan di kalangan para amir. Hal ini membuat
keuangan negara semakin merosot dan untuk mengatasinya, pendapatan
dari sektor pajak dinaikkan sehingga penderitaan rakyat semakin bertambah. Di
samping itu, perdagangan pun makin
dipersulit, semerti komoditi utama dari Mesir yang selama ini diperjualbelikan
bebas oleh petani, diambil alih oleh sultan-sultan dan keuntungannya digunakan
untuk berfoya-foya.[31]
c.
Perekonomian
Sikap penguasa Dinasti Mamluk yang memeras pedagang dan membelenggu
kebebasan petani menyebabkan lunturnya gairah dan semangat kerja mereka.
Keadaan ini semakin memperburuk musim kemarau panjang dan wabah penyakit
menjalar di negeri ini.
Selain itu, sejak Vasco da Gama menemukan Tanjung Harapan di tahun
1498, jalur perdagangan dari Timur Jauh ke Eropa yang asalnya melalui Kairo,
berpindah ke tempat itu. Hal ini berdampak besar terhadap pendapatan devisa
negara yang selanjutnya melemahkan perekonomian.[32]
d.
Serangan dari Turki Utsmani
Penyebab lansung runtuhnya Dinasti Mamluk adalah terjadinya
peperangan dengan tentara Turki Utsmani yang terjadi dua kali pada tahun 1516
M, terjadilah peperangan di Allepo yang berakhir dengan kekalahan total tentara
Mamluk. Setelah menang di Allepo, tentara Turki Utsmani melanjutkan
perjalanannya untuk masuk ke daerah Mesir yang dalam perjalanan ini terjadi
lagi pertempuran yang sengit antara Turki Utsmani dan Mamluk pada 22 januari
1516 M. Pertempuran ini terjadi ketika Mamluk diperintah oleh Tuman Bay II
(al-Asyraf) yang merupakan sultan terakhir Dinasti Mamluk. Dengan demikian
berakhirlah kekuasaan Dinasti Mamluk di Mesir yang berlansung cukup lama dan
sebagai akibatnya tampuk pemerintahan kekhalifahan dipindahkan ke Kairo di
Istambul.[33]
Kenapa bisa terjadi kemunduran dari dinasti Mamluk ini ? menurut
penulis ketika faktor-faktor yang menyebabkan kemajuan sebuah dinasti ataupun
negara telah mulai memudar seperti
kepribadian penguasa yang tidak baik yang bermoral rendah, hanya memikirkan
keuntungan pribadi ataupun golongan, dan terjadinya ketidak harmonisan antara penguasa
dan militer yang tidak solit lagi maka itu adalah awal dari kemunduran dan
kehancuran dari sebuah negara ataupun dinasti, karena telah menyebabkan ketidak
stabilan dalam dinasti tersebut. Dan ini telah terjadi di dalam tubuh dinasti
Mamluk.
Dapat dilihat semenjak masuknya budak-budak dari Sirkasia yang
kemudian dikenal dengan nama Mamluk Burji, yang untuk pertama kalinya dibawa
oleh Qalawun, solidaritas antara sesama militer menurun, terutama setelah
Mamluk Burji berkuasa. Banyak penguasa Mamluk Burji yang bermoral rendah dan
tidak menyukai ilmu pengetahuan. Kemewahan dan kebiasaan berfoya-foya
dikalangan penguasa menyebabkan pajak dinaikkan. Akibatnya, semangat kerja
rakyat menurun dan perekonomian negara tidak stabil.
III.
Penutup
1.
Kesimpulan
Dinasti Mamluk di Mesir sebagai Dinasti terakhir pada abad
pertengahan didirikan oleh kaum Mamluk yang berasal dari budak, raja pertama
yang memimpin Dinasti Mamluk adalah Syajarat salah seorang istri Sultan
al-Malik al-Shalih bekas seorang budak. Dia seorang wanita Mamluk yang merebut
kekuasaan dari Turansyah putra sultan al-Malik al-Shalih, karena dinilai tidak
cocok untuk memimpin kerajaan oleh karena kurangnya mengetahui seluk beluk
kerajaan.
Puncak kejayaan Dianasti Mamluk dicapai pada masa pemerintahan
Baybar (1260-1277 M) berbagai kemajuan diperoleh pada waktu pemerintahannya, di
antara kemajuannya adalah dibidang Militer dan Pemerintahan, bidang ekonomi,
ilmu pengetahuan, Arsitektur dan sebagainya.
Sebab-sebab kemundurannya Dinasti Mamluk dipengaruhi pertama kali
oleh perebutan kekuasaan yang terjadi di antara Mamluk Bahriyun yang berkuasa
dengan Mamluk Barjiyun sewaktu pemerintahan Barquk al-Dzahir Saef al-Din,
kemudian diikuti oleh kemewahan dan korupsi dikalangan pemerintah, merosotnya
perekonomian, dan terakhir serangan dari kerajaan Turki Utsmani.
2.
Saran
Penulis berharap dengan pembahasan dalam makalah ini yang terbatas
penjelasannya sesuai dengan literatur yang penulis miliki, semoga dapat
memotifasi pembaca untuk lebih menelusuri dan mendalami Sejarah Peradaban Islam
Masa Dinasti Mamluk di Mesir, melalui sumber-sumber bacaan lain yang
mungkin bisa menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalam
makalah ini.
|
Al-‘Afifi,
Abdul Hakim, Mausu’ah Alf Huduts Islam, Bairut : Auraq Syarqiyyah, 1996,
diterjemahkan oleh Irwan Kurniawan, 1000 Peristiwa dalam Islam, Bandung
: Pustaka Hidayah, 2002
Dewan Redaksi
Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jakarta : PT Ichtar Baru Van
Hoeve, 2001
Harun, Maidir, Sejarah
Peradaban Islam, Jilid II Padang : IAIN “IB” Padang, 2002
http//www.fiqhislam.com/2011/02/12/peninggalan-penguasa-mamluk/sejarah-islam-dunia
http//id.wikibooks.org/2012/03/20/wiki/Islam_Abad_Pertengahan/Sejarah/
Mamluk
http://en.wikipdia.org/diakses 20 Mei, 2011
Kitti Philip
HS, History of The Arab, London The : Macmilland Press, 1994
Susanto
Musyirifin, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta
Timur : Prenada Media, 2003
Thohir Ajib, Perkembangan
Peradaban di Kawasan Dunia Islam, Jakarta : PT. Garfindo Persada, 2004
Yatim Badri, Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta :PT. Raja Grafindo Persada, 2004
[1]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta :
PT Ichtar Baru Van Hoeve, 2001), h. 145
[2]Ibid.
[3]Ibid.
[4] Ibid., h. 144
[5]Ajib Thohir, Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam, (Jakarta
: PT. Garfindo Persada, 2004), h. 122
[6] Ibid., h. 124
[7] Ibid., h. 124
[8] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op.Cit., h. 146
[9]Bagian rumah terpisah khusus untuk wanita di Negeri Arab; kelompo
wanita yang dikawini oleh satu pria
[10] Ajib Thohir, Op. Cit., h. 125
[11] Ibid., h. 125
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta
:PT. Raja Grafindo Persada,2004), h. 125
[13] Philip K.Kitti, History of The Arab, (London The : Macmilland
Press, 1994), H. 674
[14]Abdul Hakim al-‘Afifi, Mausu’ah Alf Huduts Islam, (Bairut :
Auraq Syarqiyyah, 1996), diterjemahkan oleh Irwan Kurniawan, 1000 Peristiwa
dalam Islam, (Bandung : Pustaka Hidayah, 2002), h. 320
[15] Philip K.Kitti, Op. Cit., h672
[16] Ibid., h. 672
[18] Badri Yatim, Op. Cit., h.128
[19] Ibid., h. 128
[20] Ibid.
[21] Musyirifin Susanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu
Pengetahuan Islam, (Jakarta Timur : Prenada Media, 2003), h. 216
[22] Ajib Thohir, Op.Cit., h.129
[23]Badri Yatim, Op.Cit., h.128
[24] Ajib Thohir, Op.Cit., h. 130
[25] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op.Cit.,h.149
[26] http// id.wikibooks.org/2012/03/20/wiki/Islam_Abad_Pertengahan/Sejarah/Mamluk
[28]Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Op.Cit., h. 130
[29] Ibid.
[30] Ibid.
[31] Ibid., h. 132
[32] Ibid.
[33] Ibid.
Komentar
Posting Komentar