Makalah Ilmu dan Budaya
Ilmu Dan Kebudayaan
A.
Pendahuluan
Ilmu adalah seperangakat
pengetahuan yang merupakan buah pemikiran manusia yang memiliki metode tertentu yang berguna untuk umat manusia, agar manusia dapat senantiasa eksis dalam
kehidupannya. Ilmu yang menjadi alat bagi manusia agar dapat menyesuaikan diri
dan merubah lingkungan, memiliki kaitan erat dengan kebudayaan. Ilmu dan
kebudayaan saling mendukung satu sama lain: dalam beberapa tipe masyarakat ilmu
dapat berkembang dengan pesat, demikian pula sebaliknya, masyarakat tersebut
tak dapat berfungsi dengan wajar tanpa didukung perkembangan ilmu. Ilmu dan
kebudayaan berada dalam posisi yang saling tergantung dan saling mempengaruhi.
Pada satu pihak perkembangan ilmu dalam suatu masyarakat tergantung dari
kondisi kebudayaan. Sedangkan di pihak lain, pengembangan ilmu akan
mempengrauhi jalannya kebudayaan.
Ketika berbicara mengenai masalah budaya, itu terkait
dengan manusia karena dua hal ini adalah sesuatu yang saling terkait dan tidak
bisa dipisahkan satu sama lain. Manusia menciptakan budaya dan budaya sendiri
juga menciptakan corak hidup manusia.
Dalam makalah ini, pemakalah akan memaparkan tentang:
1. Hubungan antara Manusia dan Kebudayaan
2.
Perwujudan
kebudayaan
3.
Manusia
sebagai pencipta dan pengguna kebudayaan
4.
Kebudayaan dan pendidikan
B.
Pembahasan
1.
Hubungan
antara Manusia dan Kebudayaan
Kata budaya berasal dari kata sangskerta
buddhayah yaitu bentuk jamak dari Buddhi yang berarti budi atau
akal. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan
dengan akal. Adapula yang mengatakan budaya sebagai suatu perkembangan dari
majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi.
Sedangkan kebudayaan, para tokoh memberikan
berbagai defenisi yang beragam. Berikut ini berbagai pengertian kebudayaan menurut para
ahli;
1)
E.B.
Taylor
Pada
tahun 1871, dalam bukunya primitive culture dimana kebudayaan diartikan
sebagai keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum,
adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai
anggota masyarakat.
2)
Ki
Hajar Dewantoro
Kebudayaan
berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh
kuat yakni alam dan zaman (kodrat dan masyarakat) yang merupakan bukti kejayaan
hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup
dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya
bersifat tertib dan damai.
3)
Sutan
Takdir Alisyahbana
Kebudayaan
adalah manifestasi dari cara berpikir sehingga menurutnya pola kebudayaan itu
sangat luas sebab semua laku dan perbuatan tercakup di dalamnya dan dapat
diungkapkan pada basis dan cara berpikir termasuk di dalamnya perasaan karena
perasaan juga merupakan maksud dari pikiran.
4)
Koentjaraningrat
Beliau
berpendapat bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan milik dari
manusia dengan belajar.
5)
A.L.
Kroeber dan C. kluckhohn
Mereka
mengatakan bahwa kebudayaan adalah manifestsi atau penjelmaan kerja jiwa
manusia dalam arti seluas-luasnya.[1]
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kebudayaan
ialah cara berfikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan sekelompok manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang
dan waktu. Cara berpikir dan cara merasa itu
menyatakan diri dalam cara berlaku dan cara berbuat.
Dengan
demikian defenisi ini dapat diperpendek lagi menjadi cara berlaku/berbuat dalam
kehidupan. Ini masih bisa diperpendek lagi menjadi “cara hidup” (way of life).
Jadi kebudayaan meliputi seluruh kebudayaan manusia. Namun karena kehidupan
yang begitu luas menyebabkan pengaburan pengertian. Untuk lebih jelas dapat
diperpegangi apa-apa itu kehidupan. Ia dapat dibagi dalam sejumlah segi. Segi
kehidupan yang dimaksud di sini identik dengan apa yang diistilahkan oleh
antropologi yaitu cultural universal (pola kehidupan sejagat).[2]
Manusia
dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan
hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan tersebut. Dalam hal ini, menurut Asley Montagu,
kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya.
Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan namun juga
dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah dalam konteks ini, yang
memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang. Maslow
mengidentifikasikan lima kelompok kebutuhan manusia yakni kebutuhan fisiologi,
rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi. Binatang kebutuhannya
hanya terpusat kepada dua kelompok pertama dari kategori Maaslow yakni
kebutuhan fisiologis dan rasa aman serta memenuhi kebutuhan ini secara
instinktif. Sedangkan manusia tidak mempunyai kemampuan bertindak secara
otomatis dan berdasarkan instink saja.
Oleh
sebab itu, ia berpaling kepada kebudayaan yang mengajarkan cara hidup. Lebih
jauh lagi Mavies dan John Biesanz mengatakan bahwa pada hakikatnya kebudayaan
merupakan alat penyelamat (survival kit) kemanusiaan di muka bumi.
Kebudayaan merupakan cara berlaku
yang dipelajari, kebudayaan tidak tergantung dari transmisi biologis atau
pewarisan melalui unsur genetis. Perlu ditegaskan hal itu di sini agar dapat
dibedakan perilaku budaya dari manusia dan primat yang lain dari tingkah laku
yang hampir selalu digerakkan oleh naluri. Semua manusia digerakkan dengan
tingkah laku yang digerakkan oleh insting dan naluri yang walaupun tidak termasuk
bagian dari kebudayaan, namun mempengaruhi kebudayaan. Misalnya kebutuhan akan
makanan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk kebudayaan. Tetapi bagaimana
kebutuhan-kebutuhan itu dipenuhi adalah bagian dari kebudayaan. Semua orang
makan misalnya, tetapi kebudayaan yang berbeda melakukan kegiatan dasar itu
dengan cara-cara yang sangat berbeda pula.[3]
Kebiasaan orang Indonesia yang makan dengan sendok atau bahkan
langsung menyuap dengan jari-jari tangan, berbeda dengan orang Cina yang
mempunyai tradisi makan dengan menggunakan sumpit. Pengguanaan alat untuk makan
adalah kebiasaan yang dipelajari dan dengan demikian menjadi bagian dari
kebudayaan.
Sidi Gazalba memberikan penjelasan
tentang kenapa manusia berkebudayaan sedangkan hewan tidak? Karena manusia
memiliki sesuatu yang esensial yang tidak ada pada binatang. Manusia mempunyai
ruh atau jiwa, yang menyatakan diri pada berpikir dan merasa rohaniah. Binatang
memang mempunyai otak, tetapi otaknya tidak berpikir. Ia mempunyai hati tapi
aktifitasnya tidak membentuk rasa rohaniah. Ternyata kehidupan bathiniah atau
rohaniahlah yang merupakan pangkal kebudayaan.[4]
Kembali kepada permasalahan
ketidakmampuan manusia untuk bertindak instinktif ini diimbangi oleh kemampuan
lain yakni kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai objek-objek yang bersifat
fisik. Kemampuan untuk belajar ini dimungkinkan oleh berkembangnya inteligensi
dan cara berpikir simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi dan merupakan
pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung
dorongan-dorongan hidup yang dasar, insting, perasaan, dengan pikiran,
kemauan dan fantasi. Budi ialah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu
hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya dengan jalan memberi penilaian
terhadap objek dan kejadian. Pilihan nilai inilah yang menjdi tujuan dan
isi kebudayaan.
Nilai-nilai budaya ini adalah jiwa
dari kebudayaan dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Di samping
nilai-nilai ini kebudayaan diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan
kegiatan manusia yang mencerminkan nilai budaya yang dikandungnya. Pada
dasarnya tata hidup merupakan pencerminan yang konkrit dari nilai budaya yang
bersifat abstrak. Kegiatan manusia dapat ditangkap oleh pancaindra sedangkan
nilai budaya hanya tertangguk oleh budi manusia. Di samping itu maka nilai
budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh perwujudan kebudayaan yang ketiga
yang berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini pada dasarnya merupakan
perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan produk dari kebudayaan atau
sesuatu yang memberikan kemudahan dalam berkehidupan.[5]
Melihat dari berbagai penjelasan di
atas maka kebudayaan itu mencakup gagasan pokok yang menyatakan bahwa;
a.
Kebudayaan
mencakup segala perkembangan dan kemajuan masyarakat. Di satu pihak tidak hanya
meliputi bidang sastra dan seni, melainkan juga hasil-hasil bidang ekonomi,
teknik, sosial dan lain sebagainya. Di pihak lain mencakup ide serta nilai yang
terdapat dalam diri manusia maupun ungakapannya dalam bentuk-bentuk kehidupan
seperti tata lembaga, tata peraturan serta benda dan peralatan yag dihasilkan
oleh usaha manusia. Jadi kebudayaan adalah pengertian yang luas dan kesemuanya
itu berkisar pada manusia sebagai faktor sentral, manusia adalah sumber
kebudayaan.
b.
Kebudayaan
adalah hasil bersama. Masing-masing individu dibentuk dan berkembang menjadi
seorang pribadi dalam kebudayaan masyarakat. Oleh karena itu suatu kebudayaan
melibatkan banyak generasi sebagai pendukung dan pengembangnya.
c.
Kebudayaan
pada hakikatnya suatu humanisasi yaitu proses peningkatan hidup yang lebih baik
dalam lingkungan masyarata yang manusiawi. Oleh karena itu, nilai-nilai
manusiawi menjadi dasar dan ukuran bagi langkah-langkah pembangunan dan
modernisasi.. dengan kata lain nilai-nilai etis merupakan sumber orientasi bagi
norma-norma masyarakat.[6]
d.
Kebudayaan
diteruskan lewat proses belajar . artinya kebudayaan itu diwariskan dari
generasi yang satu ke generasi yang lainnya melalui suatu proses belajar.
Kebudayaan berkembang dari waktu ke waktu karena kemampuan belajar manusia.
Tampak di sini bahwa kebudayaan itu selalu bersifat historis, artinya proses
yang selalu berkembang.
e.
Kebudayaan
bersifat simbolik, sebab kebudayaan merupakan ekspresi, ungkapan kehadiran
manusia. Sebagai ekspresi manusia, kebudayaan itu tidak sama dengan manusia.
Kebudayaan disebut simbolik sebab mengekspresikan manusia dan segala upayanya
untuk mewujudkan dirinya.
f.
Kebudayaan
adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia, tidak seperti hewan manusia
memenuhi kebutuhannya dengan cara-cara yang beradab atau dengan cara-cara
manusiawi.[7]
2.
Perwujudan
kebudayaan
Wujud kebudayaan itu adalah suatu
rangkaian tindakan dan aktifitas manusia yang berpola. J.J. Honigman dalam bukunya The Wirlld of Man
membagi budaya dalam tiga wujud, yaitu ideas, activities and artifact.
Sejalan dengan pemikiran ahli tersebut, Koendjaraningrat mengemukakan bahwa
kebudayaan itu dibagi kepada tiga wujud yaitu;
1)
Wujud
sebagai suatu konpleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan
peraturan.
Wujud tersebut menunjukkan wujud ide dari
kebudayaan yang bersifat abstrak, tak dapat diraba bertempat di dalam pikiran
warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan itu hidup. Kebudayaan
ideal ini disebut pula tata kelakuan, hal ini menunjukkan bahwa budaya ideal
mempunyai fungsi pengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada tindakan,
kelakuan dan perbuatan manusia dalam masyarakat sebagai sopan santun.
Kebudayaan ini dapat pula disebut adat atau adat istiadat.
2)
Wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat.
Wujud
ini dinamakan sistem sosial, karena menyangkut tindakandan kelakuan berpola
dari manusia itu sendiri. Wujud ini bisa diamati dan didokumentasikan karena dalam
sistem sosial ini terdapat aktifitas-aktifitas manusia yang berinteraksi dan
berhubungan serta bergaul dalam masyarakat. Lebih jelasnya tampak dalam bentuk
prilaku dan bahasa pada saat mereka berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari di
masyarakat.
3)
Wujud
kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia.
Wujud
kebudayaan yang terakhir ini disebut pula wujud kebudayaan fisik. Dimana wujud
budaya ini hampir seluruhnya merupakan
hasil fisik. Sifatnya paling konkrit dan berupa benda-benda atau hal-hal yang
dapat diraba dan dilihat.[8]
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa wujud
dari sebuah kebudayaan tidak terlepas dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan. Dimana kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat dan kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia
3.
Manusia
sebagai pencipta dan pengguna kebudayaan
Tercipta
atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi antara manusia
dengan segala isi alam raya ini. Manusia yang telah dilengkapi tuhan dengan
akal dan pikirannya menjadikan mereka khalifah di muka bumi dan diberikan
kemampuan yang disebut sebagai daya manusia. Manusia memiliki kemampuan daya
antara lain akal, intelegensia dan instuisi, perasaan dan emosi, kemauan
fantasi dan perilaku.
Dengan
sumber-sumber kemampuan daya manusia tersebut, nyatalah bahwa manusia
menciptakan kebudayaan. Ada hubungan dialektika antara manusia dan kebudayaan.
Kebudayaan adalah produk manusia, namun manusia itu sendiri adalah produk
budaya. Dengan kata lain kebudayaan ada karena ada manusia penciptanya dan
manusia dapat hidup di tengah kebudayaan yang di ciptakannya. Kebudayaan akan
terus hidup manakala ada manusia sebagai pendukungnya. Dialektika ini
didasarkan pada pendapat Peter L. Berger yang menyebutkan sebagai dialektika
fundamental. Dialektika fundamental ini terdiri dari tiga tahap; tahap
eksternalisasi, objektifasi dan tahap internalisasi.
Tahap
eksternalisasi adalah proses pencurahan diri manusia secara terus menerus ke
dalam dunia melalui aktifitas fisik dan mental. Tahap objektivitas adalah tahap
aktifitas manusia yang menghasilkan suatu realita objektif, yang berada di luar
diri manusia. Tahap internalisasi adalah tahap di mana realitas objektif hasil ciptaan manusia
diserap oleh manusia kembali. Jadi, ada hubungan berkelanjutan antara realitas
internal dan eksternal.[9]
Kebudayaan
mempunyai kegunaan yang sangat besar bagi manusia. Bermacam-macam kekuatan yang
harus dihadapi masyarakat dan anggotanya seperti kekuatan alam maupun kekuatan
lain yang tidak selalu baiknya. Kecuali itu, manusia memerlukan baik di bidang
spiritual maupun material. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dipenuhi oleh
kebudayaan yang bersumber pada masyarakat itu sendiri.
Hasil
karya manusia menimbulkan teknologi yang mempunyai kegunaan utama dalam
melindungi manusia terhadap lingkungan alamnya. Sehingga kebudayaan memiliki
peran sebagai;
a.
Suatu
hubungan pedoman antar manusia atau kelompoknya
b.
Wadah
untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kemampuan lain
c.
Sebagai
pembimbing kehidupan dan penghidupan manusia
d.
Pembeda
manusia dan binatang
e.
Petunjuk-petunjuk
tentang bagaimana manusia harus bertindak dan berperilaku dalam pergaulan
f.
Pengaturan
agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan
sikap jika berhubungan dengan orang lain
g.
Sebagai
modal dasar pembangunan.[10]
Ketika
diamati, budaya masyarakat sebahagian besar dipenuhi oleh kebudayaan yang
bersumber pada mayarakat itu sendiri. Hasil karya masyarakat melahirkan
teknologi atau kebudayaan kebendaan yang mempunyai kegunaan utama dalam
melindungi masyarakat terhadap lingkungan di dalamnya.
Dalam
tindakan untuk melindungi diri dari lingkuangan alam, pada tarap permulaan
manusia bersikap menyerah dan semata-mata bertindak di dalam batas-batas untuk
melindungi dirinya. Keadaan yang berbeda pada masyarakat yang sudah kompleks,
dimana tarap kebudayaannya lebih tinggi. Hasil karya tersebut yaitu teknologi
yang memberikan kemungkinan yang luas untuk memanfaatkan hasil alam bahkan
menguasai alam.
4.
Kebudayaan
dan pendidikan
Allport, Vernon dan lindzey
sebagaimana dikutip oleh Surya Sumantri mengidentifikasikan enam nilai dasar
dalam kebudayaan yakni nilai teori, ekonomi, estetika, sosial, politk dan
agama. Yang dimaksud dengan nilai teori adalah
hakikat penemuan kebenaran lewat berbagai metode seperti rasionalisme, empirisme dan metode
ilmiah. Nilai ekonomi mencakup kegunaan dari berbagai benda dalam memenuhi
kebutuhan manusia. Nilai estetika berhubungan dengna keindahan da segi-segi
artistic yang menyangkut antara lain bentuk, harmoni dan wujud kesenian lainnya
yang memberikan kenikmatan kepada manusia. Nilai sosial berorientasi kepada
hubungan antar manusia dan penekanan segi-segi kemanusiaan yanga luhur. Nilai politik berpusatat kepada kekuasaan dan
pengaruh baik dalam kehidupan masyarakat maupun dunia politik. Sementara nilai
agama merengkuh penghayatan yang bersifat mistik dan transedental dalam usaha
manusia untuk mengerti dan memberi arti bagi kehadirannya di muka bumi.[11]
Setiap kebudayaan mempunyai skala hierarki mengenai mana yang lebih penting dan
mana yang kurang penting dari nilai-nilai tersebut di atas serta mempunyai
penilaian tersendiri dari tiap-tiap kategori.[12]
Ketika budaya dikaitkan dengan pendidikan anak di negeri ini, masalah
pertama yang akan muncul adalah menetapkan nilai budaya apa saja yang harus
dikembangkan dalam diri seorang anak
didik. Mengingat pendidikan sebagai usaha sadar dan sistematis dalam
membantu anak didik untuk mengembagkan pikiran, kepribadian dan kemampuan
fisiknya, mengharuskan untuk kembali mengkaji masalah tersebut. Hal ini harus
dilakuakan disebabkan dua hal yakni; pertama, nilai budaya yang harus
dikembangkan haruslah relevan dengan kurun zaman dimana anak tersebut akan
hidup kelak. Kedua, usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan
pemberi budaya untuk lebih eksplisit dan definitif tentang hakikat nilai budaya
tersebut. Hal ini disebabkan oleh banyaknya gejala kebudayaan yang bersifat
tersembunyi (inplisit) dari pada yang terungkap (eksplisit).
Untuk menentukan nilai budaya mana
yang patut mendapatkan perhatian, maka pertama sekali harus padat memperkirakan
skenario dari masyarakat di masa yang
akan datang. Dengan cara memperhatikan indikator dan perkembangan yang ada sekarang
ini, yang cendrung untuk mempunyai karakter sebagai berikut;
a.
Memperhatikan
tujuan dan strategi pembangunan nasional,
b.
Pengembangan
kebudayaan ditujukan ke arah perwujudan peradaban yang bersifat khas
berdasarkan filsafat dan pandangan hidup bangsa.
Karakteristik pertama mengharuskan
untuk memusatkan perhatian kepada nilai-nilai yang relevan dengan masyarakat
modern yang sedang dikembangkan. Dengan indicator sebagai berikut;
a.
Lebih
bersifat analitik dimana sebahagian besar aspek kehidupan bermasyarakat
didasarkan kepada asas efisiensi baik ynag bersifat teknis maupun ekonomis.
b.
Lebih
bersifat individual terutama ditinjau dari segi pengembangan potensi manusiawi
dan masalah survival.[13]
Indikator pertama memberikan tempat
yang penting kepada nilai teori dan nilai ekonomi. Nilai teori terutama sekali
berkaitan dengan aspek penalaran (reasoning), ilmu dan teknologi. Sedangkan
nilai ekonomi berpusat kepada penggunaan smber dan benda ekonomi secara lebih
efektif dan efisien berdasarkan kalkulasi yang bertanggung Jawab. Indikator
kedua menimbulkan pergeseran nilai sosial dan nilai kekuasaan (politik). Kedua nilai ini harus berorientasi kepada
kepercayaan pada diri sendiri serta keberanian untuk mengambil keputusan
sendiri.
Pengembangan kebudayaan ditujukan ke
arah terwujudnya suatu peradaban yang mencerminkan aspirasi dan cita-cita suatu
negara. Indonesia misalnya, pancasila merupakan filsafat dan pandangan hidup
bangsa merupakan dasar bagi pengembangan peradaban tersebut. Namun untuk
mewujudkan peradaban tersebut diperlukan nilai khusus yang bernama kreatifitas.
Kreatifitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk mencari pemecahan baru
terhadap suatu masalah. Nilai ini bersifat mendorong ke arah pengembangan
segenap potensi kebudayaan dalam mewujudkan peradaban yang khas. Tanpa
kreatifitas maka hasilnya adalah serba tanggung. Kegiatan kreatif berarti
melakuakan sesuatu yang lain, suatu pola yang bersifatnya alternative, bagi
kelaziman yang telah bersifat baku.
C.
Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Kebudayaan
adalah cara berfikir dan cara merasa, yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan sekelompok manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang
dan waktu. Cara berpikir dan cara merasa itu menyatakan diri dalam cara berlaku
dan cara berbuat.
Kebudayaan dan
manusia adalah dua komponen yang tidak bisa dipisahkan karena dimana ada
manusia pasti di situ ada kebudayaan, demikian juga sebaliknya dimana ada
kebudayaan berarti di situ juga pernah ada manusia.
2.
Wujud
kebudayaan pada dasarnya terdiri dari tiga wujud yaitu, wujud sebagai suatu
konpleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan peraturan, wujud
kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia
dalam masyarakat dan wujud kebudayaan sebagai benda hasil karya manusia.
3.
kebudayaan
adalah sebagai hasil interaksi antara manusia dengan segala isi alam raya ini, pencipta adalah pencipta kebudayaan
sekaligus juga sebagai penggunanya.
4.
Ketika
antara budaya dan pendidikan anak dikaitkan maka nilai budaya yang harus
dikembangkan haruslah relevan dengan kurun zaman dimana anak tersebut akan
hidup kelak. kemudian usaha pendidikan yang sadar dan sistematis mengharuskan
pemberi budaya untuk lebih eksplisit dan definitif tentang hakikat nilai budaya
tersebut.
|
Gazalba, Sidi, Sistematika
Filsafat, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992.
Ihromi, T.O., Pokok-Pokok
Antropologi Budaya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996.
Maran, Rafael
Raga, Manusia dan Kebudayaan dalam persfektif Ilmu Budaya Dasar,
Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Poespoardojo,
Soerjanto, Strategi Kebudayaan: Suatu Pengantar Filosofis, Jakarta:
Gramedia,1989.
Setiadi, Elli
M. DKK, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakarta: Lencana, 2008.
Surajiyo, filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Suriasumantri,
Jujun S., Filsafat Ilmu :Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka
Sinar Harapan, 2003.
|
[1] Surajiyo, filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia,(Jakarta: Bumi Aksara, 2010) h.
138
[2] Sidi Gazalba, Sistematika
Filsafat, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1992) h. 57
[3] T.O. Ihromi, Pokok-Pokok
Antropologi Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996) h. 18-19
[4] Sidi Gazalba,
op. cit. h. 56
[5] Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu :Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan, 2003) h. 262
[6] Soerjanto
Poespoardojo, Strategi Kebudayaan: Suatu Pengantar Filosofis, (Jakarta:
Gramedia,1989) h. 219-220
[7] Rafael Raga Maran, Manusia dan Kebudayaan
dalam persfektif Ilmu Budaya Dasar,(Jakarta: Rineka Cipta, 2000) h. 50
[8] Elli M.
Setiadi DKK, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Lencana, 2008) h.
29-30
[9] Ibid, h.
36-37.
[10] Ibid, h.
37
[11]Jujun S. Suriasumantri,
Op.Cit. h. 263
[13] Ibid,
h. 266
Komentar
Posting Komentar