Makalah Aliran Baghdad, Andalus dan Mesir




Aliran Baghdad, Andalus dan Mesir

A.    Pendahuluan
Proses pertumbuhan dan perkembangan ilmu nahu melalui empat fase[1], fase peletakan pertama dan pembentukan, fase pertumbuhan dan perkembangan, fase kematangan dan kesempurnaan, serta fase tarjih dan penyebarluasan, fase-fase ini juga sebagi potret perkembangan ilmu nawu awal perumusan sampai berkembang menjadi suatu disiplin keilmuan. Aliran Baghdad, Andalus, dan Mesir berada pada fase tarjiah dan penyebaran ilmu nahu, dimana imam-imam nahwu pada aliran ini kebanyakan belajar kepada tokoh-tokoh dari aliran sebelumnya yakni aliran Bashrah dan aliran Kufah. Dari kedua aliran ini terjadi perpaduan ilmu yang melahirkan pendapat-pendapat baru.
 Dalam makalah ini, penulis akan membahas tentang kemunculan dan perkembangan aliran nahu di Bahdad, Andalus, dan Mesir, serta imam-imam pada masing-masing aliran tersebut.


B.     Pembahasan
1.      Aliran Baghdad
a.      Kemunculan dan perkembangan aliran Baghdad
Baghdad[2] terletak di tepi sungai Trigis, 40 km sebelah utara Sungai Eufrat. Sejak zaman sumeri pusba tempat persimpangan lalu lintas kafilah dan pusat perniagaan, dan mencapai puncak kejayaan pada zaman pemerintahan Khalifah Harun ar-Rasyid.[3]
Para intelektual yang selama ini bertempat tinggal di Kufah dan Bashrah banyak pindah ke Baghdad untuk mencari posisi yang lebih tinggi dengan segala pretise dan strategis, sehingga membuat kota baru ini mengalami pertumbuhan yang sangat cepat dalam segala aspeknya.
Para intelektual Kufah dan Bashrah hidup di Baghdad saling bersaing dan berpendapat khususnya para ahli nahu, sehingga berkembanglah dua aliran ini sekitar abad ke- 3 H.[4] Namun pada abad keempat hijriah para ahli nahu Baghdad memunculkan metode baru dalam ilmu nahu, yaitu dengan memilih yang terbaik dari kedua pendapat aliran nahu yang telah ada, Bashrah dan Kufah. Hal ini berawal ketika mereka belajar nahu kepada kedua imam yang berbeda aliran, yaitu al-Mubarrad dan Tsa’lab kemudian mulai mempertemuan kedua aliran tersebut hingga memunculkan aliran baru yang dapat dibedakan dari keduanya.[5]
Sebelum abad ke-3 H perkembangan ilmu nahu di Baghdad lebih didominasi oleh pengaruh pemikiran aliran Kufah dibandingkan aliran Bashrah. Hal ini tidak terlepas dari campur tangan kekuasaan khalifah-khalifah Bani Abbas. Dominasi pengaruh Kufah ini masih terus terasa, dan baru berkurang setelah para imamnya meninggal dunia.
Dalam perkembangan berikutnya, para ahli nahu Baghdad berupaya memadukan aliran Kufah dan Bashrah, kemuadian mereka formulasikan ke dalam kaidah-kaidah yang mereka gunakan sebagian diambil dari alirah Kufah dan sabagian dari alhi Bashrah dan sebagian lagi adalah kaidah-kaidah nahu baru hasil pemikiran dan ijtihat mereka.

Fase-fase  Ilmu Nahu
 
            

طور الوضع والتكوين (البصرة)

طور النشوء والنحو (البصرة- الكوفة)

طور النضوح والكمال





المبرد (385 هـ )
الكوفة   
 


ثعلب (391 هـ)
البصرة
 
 
                                                                                                              










البغدادي

 



طور الترجيح والتصنيف
 
 








Dari skema di atas dapat disimpulkan bahwa perkembagan ilmu nahu ada empat fase, dan aliran nahu yang ada di Baghdad masuk pada fase keempat yaitu طور الترجيح والتصنيف, dimana aliran Baghdad menggabungkan pendapat dua aliran besar yaitu aliran Bashrah yang dipelajari melalui Tsa’lab dan aliran Kufah melalui al-Mubarrad, dan sebagian kaidah adalah hasil ijtihad dari ahli Baghdad.

b.      Imam-imam aliran Baghdad
Menurut al-Madaris al-Nahwiyyah ada beberapa Imam-imam nahu, diantaranya:
a.       Ibnu Kaisan
Ibnu Kaisan memiliki nama lengkap Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad bin Kaisan (w. 299 H). Dia dikenal sebagai imam pertama nahu aliran Baghdad. Dia belajar nahu dari al-Mubarrad dan Tsa’lab yang beraliran Bashrah dan Kufah.[6]
Ibnu Kaisan banyak menulis tentang nahu diantaranya:
a)      Kitab Ikhtilafi al-Bashriyyin wa al-Kufiyyin fi al-Nahwi
b)      Kitab al-Kafi fi al-Nahwi,
c)      Kitab al-Tasharif  
d)     dan Kitab al-Mukhtar fi al-Nahwi. Dia juga dikenal sebagai pakar ilmu nahu, filsafat, mantik dan kalam. [7]
b.      Ibnu al-Zujajy
Nama lengkapnya adalah Abu al-Qasim ‘Abd al-Rahman bin Ishaq. Dia wafat pada tahun 337 H. Di dalam bukunya dijelaskan tentang ‘ilat-‘ilat nahu Bashrah dan Kufah.[8]
c.       Abu Ali al-Farisy
Nama lengkapnya Abu Ali al-Hasan bin Abdul Ghafar bin Muhammad bin Sulaiman bin Abaan. Dia dilahirkan di Fasa pada tahun 288 H. Dia pergi ke Baghdad tahun 307 H., belajar nahu kepada Zujaj, Mubrama, Akhfas, dan Nafthawaih; belajar linguistik dari Ibnu Duraid, belajar qiraat dari Bakr Ibnu Mujahid. Dia merupakan pengikut Mu’tazilah dan ada juga yang mengatakan dia merupakan pengikut syiah.
Karyanya  : 1. Kitab tafsir tentang ياايها الذين امنوا اذا كنتم إلى الصلاة  , kitab Hujjah fi al-Qira’ah (kitab ini berisi tentang hujjahnya bahwa setiap qiraah didukung oleh linguistik dan puisi),
2.      Kitab at-Tatabbu’ li kalam Abi Ali al-Jabai (ilmu kalam),
3.      Kitab al-Ighfal (yang dilupakan az-Zujaji dalam ma’aniihi),
4.      Kitab Naqdu al-Nadhur, Syarh Abyat ‘an i’rab (idhafah siir), Mukhtashar ‘Awamil i’rab. [9]
d.      Ibnu Jinni
Diantara imam aliran Baghdad yang cukup terkenal yaitu Ibnu Jinni yaitu Abu al-Fath Utsman bin Jinni al-Mosuli.ia adalah murid lansung dari Abu Ali al-Farisi yang terkenal sangat cerdas, cermat dan sangat produktif menulis buku.[10]
Dia meniggal di Baghdad pada hari Jumat bulan Shofar tahun 392 H., dimakamkan di Suniza disamping makam gurunya Abu Ali al-Farisi, di situ juga dimakamkan Syaih Junaid imam tasawuf.[11]

5.      Aliran Andalus
a.      Kemunculan dan perkembangan aliran Andalus
Para ilmuan di Andalus[12] yang banyak menimba ilmu ke Timur pada umumnya adalah memiliki latar belakang sebagai ahli qira’ah dan huffazh. Itu sebabnya pengetahuanyang berkembang lebih dahulu di negeri ini juga seputar ilmu qira’at dan ilmu fiqih. [13]
Disiplin ilmu nahu baru muncul dan berkembang setelah beberapa ilmuwan Andalus belajar ke Timur. Di antara yang populer adalah Jaudi bin Utsman al-Maururi. Ia mempelajari ilmu nahu kepada al-Kisa’i dan al-Farra’. Jaudi adalah orang yang pertama memperkenalakan karya-karya nahu mazhab Kufah di Andalus dan sekaligus juga ilmuwan negeri tersebut yang menyusun buku tentang nahu. Barulah setelah itu, muncul tokoh-tokoh lain seperti Abu Abdullah. Ia juga belajar nahu ke Timur kepada Utsman bin Said al-Mishri atau lebih dikenal dengan al-Warsh.[14]
Abad ke-13 H di Andalus telah tumbuh dan berkembang pesat berbagai ilmu pengetahuan, termasuk didalamnya ilmu nahu, sehingga muncul para pakar disiplin ilmu ini, diantaranya yang terkenal adalah Abdul Malik bin Habib al-Sullami (w. 238 H). Selain ahli nahu ia juga dikenal sebagai pakar dibidang fiqh, hadits dan bahasa.[15]
Nahu pertama kali dikenal dan dipelajari oleh para ilmuwan Andalus dari aliran Kufah dan lansung dari pakarnya sendiri, maka nahu yang berkembang di sana lebih pada ilmu nahu aliran Kufah. Dan pada akhir abad ke-13 H barulah para ilmuwan Andalus berkenalan dengan nahu aliran Bashrah yang dirintis oleh Ufushniq Muhammad bin Musa bin Hisyam (w. 307 H). Ia pergi ke Timur dan belajar ilmu nahu kepada abu Ja’far al-Dinawari di Mesir.[16]

b.      Imam-imam aliran Andalus
Studi nahu di Andalusia mulai meluas sejak masa raja-raja. Para ahli nahu memadukan para imam sebelum mereka mulai dari pengikut aliran Bashrah, Kufah, maupun Baghdad.mereka tidak hanya berpijak pada model Abu Ali al-Farisi dan Ibn Jinni dalam hal pilihan pendapat, mereka bahkan cenderung memperbanyak argumentasi hingga muncul pendapat-pendapat baru. Diantara mereka adalah :
a)      Al-A’lam asy-Syintamari (w.476 H) = الأعلام الشنتمري
Al-A’lam asy-Syintamari dianggap sebagai orang yang pertama kali memunculkan metode nahu bercorak Andalus. Dia sangat memperhatikan tentang pentingnya mempertanyakan tentang ‘illat kedua, misalnya adalah pertanyaan kenapa mubtada di-rafa’-kan, tidak di-nasab-kan saja ? al-A’lam menulis buku penjelasan kitab al-Jumal milik az-Zajjaji al-Baghdadi, dan meriwayatkan enam analogi penyair Jahili, yaitu Umru’ al-Qais, Zuhair, an-Nabighah, ‘Alqamah, Tharfah, dan ‘Antarah, serta bersanat hingga al-Ashmu’i.
b)      Ibn as-Sayyid al-Bathalius, Abdullah bin Muhammad (w. 518 H)
c)      Ibn al-Badisy, Ali bin Ahmad bin Khalaf al-Anshariy al-Ghamathi (w. 528 H).
d)     Ibn ath-Tharawah, Sulaiman bin muhammad (w. 528 H).

Kemudian di masa al-Muwahhidin muncul ulama antara lain:
a)       Ibn ar-Rammak (w. 541 H), murid Ibn ath-Tharawah.
b)      Al-Aqlisyi (w. 550 H), murid Ibn As-Sayyid.
c)      Jabir al-Isybili al-Hadhrami (w. 596 H), murid Ibn ar-Rammak.
d)     Abu Bakar Muhammad bin Thalhah (w. 618 H), murid al-Isybili.
e)      Ibn Thahir, Abu Bakar Muhammad bin Ahmad bin Thahir (w. 58x H), murid Ibn ar-Rammak.
f)       As-Suhaili, Abu al-Qasim Abdurrahman bin Abdullah Adh-Dharir (w. 581 H), murid Ibn ath-Tharawah dan Ibn Thahir, seorang yang ‘alim dalam bahasa Arab, tafsir, dan ilmu kalam, penulis kitab ar-Raudh al-Anfil fi Syarh as-Sarah al-Nabawiyah, Nata’ij al-Fikri.
g)      Isa al-Jazuli al-Maghribi (w. 607 H), belajar dari Ibn Barriy di Mesir kemudian mengajar di Mariyyah dan kota-kota lainnya di Andalus.
h)      Ibn Kharuf, Ali bin Yusuf bin Kharuf al-Qurthubi (w. 609 H), belajar nahu dari Ibn Thahir kemudian ke Maroko dan berkeliling di negeri-negeri Arab hingga sampai ke Aleppo.
i)        Asy-Syalaubin, Abu Ali Umar bin muhammad (w. 645 H), murid al-Jazuli dan As-Suhaili.
j)        Ibn Hisyam al-Khadhrawi, Abu Abdillah Muhammad bin Yahya al-Khazraji (w. 646 H), murid Ibn Kharuf.
k)      Ibn Madha’, Abu al-Abbas Ahmad bin Abdurrahman bin Muhammad bin Madha’ al-Lakhami (w. 592 H), di seorang penganut Dhahiri dalam bidang fiqih.
l)        Ibn ‘Ushfur, Abu al-Hasan Ali bin Mu’min bin Muhammad bin Ali bin Ushfur al-Hadhrami al-Isybili (w. 663 H), murid Asy-Syalaubin, banyak menulis karya dalam nahu dan sharaf seperti al-Muqarrab, al-Mumta’, Mukhtashar al-Muhtasab, dan 3 syarah terhadap kitab al-Jumal karya Az-Zajjaji.
m)    Ibn Malik, Jamal ad-Din Muhammad bin Abdullah bin Abdullah bin Abdullah bin Malik Ath-Tha’i al-Jayyani (w. 672 H), dia sagat terkenal memadukan berbagai macam pendapat dalam ilmu nahu, dia wafat di Damaskus.
n)      Ibn al-Haj, Abu al-Abbas Ahamad bin Muhammad al-Azdi (w. 651 H), murid asy-Syalaubi, terkenal dengan karya-karyanya mensyarah kitab Sibawaihi, al-Idhah karya al-Faris, dan kitab Sirr ash-Shina karya Ibn Jinni.
o)      Ibn adh-Dhaai’, Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-kitami al-Ubbadi (w. 680 H), murid Asy-Syalaubin, dia banyak menulis sanggahan terhadap pendahulunya semisal Ibn ‘Ushfur.
p)      Ibn abi ar-Rabi’ Ubaidillah bin Ahmad al-Umawi al-Isybili (w. 688 H), dia menulis syarah bagi al-Kitab Sibawaihi, Idhah al-Faris, dan al-jumal az-Zajjaji.
q)      Ash-Shaffar, Qasim bin Ali, murid Ibn Ushfur, menulis syarah bagi kitab Sibawaih dengan menyatakan banyak sanggahan kepada asy-Syalaubin.
r)       Abu Ja’far Ahmad bin Ibrahim bin az-Zubair (w. 710 H).
s)       Abu Hayyan, Atsir ad-Din Muhammad bin Yusuf al-Gharnathi (w. 745 H), murid Abu Ja’far ibn az-Zubair dan Ibn adh-Dhaai’ dalam bidang nahu. [17]

c.       Aliran Mesir
a.      Kemunculan dan perkembangan aliran Mesir
Kebanyakan orang-orang Mesir[18] setelah fath al-Islam lebih berkonsentrasi dalam mempelajari ilmu-ilmu pokok keislaman dibanding bahasa. Mereka lebih mencukupkan untuk mengikuti perdebatan dan hasil-hasil penelitian tentang bahasa yang terjadi di Irak. Orang Mesir yang terkenal pertama kali membawa ilmu nahu adalah Walid bin Muhammad at-Tamimi. Dia telah pergi ke Bashrah dan menjadi murid Mahlabi dan Khalil bin Ahmad dan para guru lain.[19]
Setelah itu, langkahnya diikuti oleh ulama Mesir yang lain, seperti: Abu Ali Ahmad bin Ja’far al-Dainuri yang telah mengambil ilmu dari al-Mazini, kitabnya Sibawaihi dan membacanya di pusat-pusat belajar Baghdad dan mengajarkannya di Mesir.





Transfer ilmu bahasa jalur Irak ke Mesir terus berlajut dan diikuti oleh generasi-generasi seterusnya. Dan akhirnya orang Mesir yang telah menulis dalam bidang bahasa adalah Ibnu walad (al-Intishor li Sibawaih min al-Burrod), (kitab al-Maqsur wa al-Mamdud), Abu Ja’far Annahas (kitab al-Muqni’ fi Ikhtilaf al-Bashriyiin wa Kufiyiin, (kitab Tufahah, (Kitab al-kafi).[20]

b.      Imam-imam aliran Mesir
Aktivitas keilmuan khususnya disiplin ilmu nahu di Mesir telah muncul dan berkembang sejak masa-masa awal muncul dan berkembangnya nahu secara umum.
Pada masa awal, telah ada pengikut Abu Aswad yang mengajar di sana, yaitu:
1.      Generasi pertama
Abdurrahman bin Hurmuz (w. 117 H) adalah yang memberi tanda baris pada mushaf al-Qur’an sebagai tanda i’rab. Dia juga guru salah seorang dari qurra’ bacaan al-Qur’an yang tujuh, yaitu Imam Naffi’ bin Abi Nu’aim di Madinah. Bacaan cara Nafi’ ini kemudian berkembang di Mesir yang bernama lengkap ‘Utsman bin Sa’id.
Nahu aliran Mesir secara khusus mulai berkibar dengan hadirnya  Wallad bin Muhammad at-Tamimi, seorang yang berasal dari Bashrah, tetapi tumbuh di Fusthath Mesir. Beliau berguru kepada al-Khalil bin Ahmad di Irak dan menulis buku hasil pembelajarannya bersama sang penemu ‘arudh tersebut. Salah satu imam yang sezaman dengan Wallad ini adalah Abul Hasan al-A’azz yang belajar nahu kepada al-Kisa’i. Kedua imam ini mulai memadukan antara kedua aliran yang telah ada, yaitu Kufah dan Bashrah. 

2.      Generasi kedua
a)      Ad-Dinauri
Ad-Dinauri adalah Ahmad bin Ja’far, yang melakukan perjalanan ke Bashrah untuk menuntut ilmu. Dia belajar kitab milik Sibawaihi dari al-Mazini, kemudian belajar kepada Tsa’lab, lalu pindah kepada al-Mubarrad. Setelah itu, beliau kembali kemesir dan mengajar nahu di sana dan menulis buku berjudul al-Muhadzdzab yang diperuntukkan bagi muridnya.
b)      Muhammad bin Wallad at-Tamimi (w. 298 H)
Muhammad bin Wallad at-Tamimi belajar dari ayahnya, dan juga ad-Dinauri dan Mahmud bin Hassan. Kemudian dia belajar al-Kitab kepada al-Mubarrad. Setelah itu, beliau pulang, lalu mengajar dan menulis  sebuah buku ajar dengan judul al-Munammaq.

3.      Generasi ketiga
a)      Ali bin Husain al-Hunna’i (320 H)
Ali bin Husain al-Hunna’i adalah penulis al-Mundhah, dia memadukan pendapat Bashrah dan Kufah. Dia dijuluki Kura’un Namli yang berarti kaki semut karena fisknya yang pendek.
b)      Abul ‘Abbas Ahmad bin Muhammad bin Wallad at-Tamimi (w. 332 H).
Abul ‘Abbas belajar nahwu dan mendapat salinan al-Kitab dari ayahnya, Muhammad, dan juga belajar dari Az-Zujjaj di Bashrah. Dikenal sebagai seorang yang cerdik pandai.
c)      Abu Ja’far An-Nahas (w. 337 H), dia adalah penulis kitab Ma’anil Qur’an dan I’rabul Qur’an.




4.      Generasi keempat
Generasi ini adalah imam yang muncul pada masa dinasti Fathimiyyah adalah:
a)      Abu Bakar al-Idfawi (w. 388 H)
b)       ‘Ali bin Ibrahim al-Haufi (w.430H), murid al-Idfawi.
c)       Adz-Dzakir an-Nahwi (w.440 H), murid dari Ibn Jinni
d)      Ibn Babasyadz, Thahir bin Ahmad (w. 469 H)
e)       Muhammad bin Barakat (w.520 H)
f)        Ibn al-Qaththa’, ‘Ali bin Ja’far as-Sa’di (w.515 H)
g)       Ibn Barriy (w.582 H)
h)      ‘Utsman bin ‘Ali al-Balathiy al-Maushili (w.599 H)

5.      Generasi kelima
Generasi ini muncul pada masa al-Ayyubi:
a)       Sulaiman bin Banin ad-Daqiqiy (w. 614 H).
b)      Murid ibn Barriy Yahya bin Mu’thi al-Maghribi (w. 628 H).
c)      Ibn ar-Ramah, ‘Ali bin Abdushshomad (w. 633 H), penulis alfiyah Ibn Mu’th, yang dikutip namanya oleh Ibn Malik dalam alfiyah-nya
d)     ‘Ali bin Muhammad as-Sakhwi (w.643 H)

6.      Generasi keenam
Generasi ini muncul pada masa dinasti Mamalik dan seterusnya:
a)      Bahauddin Ibn Nuhas al-Halabiy (w. 698 H), dia adalah guru Abu Hayyan Ibn Ummi Qasim.
b)       Al-Hasan bin Qasim (w. 749 H).
c)       Ibn al-Hajib, Jamaluddin ‘Utsman bin ‘Umar bin Abi Bakar (570-646 H).
d)      Ibn Hisyam, Jamaluddin Abdullah bin Yusuf bin Ahmad bin Abdullah bin Hisyam al-Anshari al-Mishriy (708-761 H)

7.      Generasi terakhir
Generasi ini adalah generasi Mesir yang terakhir:
a)       Ibn ‘Aqil, Abdullah bin Abdurrahman (w. 769 H), penulis syarah alfiyah ibn Malik yang terkenal.
b)       Ibn ash-Sha’igh, Muhammad bin ‘Abdurrahman (w. 776 H).
c)      Ad-Damamini, Muhammad bin Umar (w. 837 H), penulis Tuhfah al-Gharib, komentar atas Mughni al-Labib karya Ibn Hasyim, di berpindah-pindah hingga wafat di India.
d)      Asy-Syumunni (w. 872 H), juga menulis komentar atas Mughni al-Labib.
e)       Al-Kafiji, Muhammad bin Sulaiman ar-Rumi (w. 879 H).
f)        Khalid al-Azhari (w. 905 H), dia menghasilkan banyak karya, termasuk Syarh at-Tashrih ‘ala at-Taudhih.
g)       As-Suyuthi, Jalaluddin Abdurrahman bin Abu Bakar bin Muhammad (w. 911 H), di sangat terkenal dengan banyak karyanya dalam berbagai disiplin ilmu. Dibidang bahasa, terdapat asybah wa an-Nazhair, Jam’un Jawami’, Bughyat al-Wu’at, dan lainnya.
h)       Al-Asymuniy, Nuruddin Ali bin Muhammad (w. 929 H).
i)         Asy-Syanwani (w. 1019 H).
j)         Ad-Danusyari (w. 1025 H).
k)       Syaikh Yasin (w. 1025 H).
l)         Ash-Shiban, Muhammad bin ‘Ali (w. 1206 H), terkenal dengan kitab komentarnya atas alfiyah Ibn Malik disamping karya-karya lainnya.
m)     Ad-Dasuqi, Muhammad bin Arafah (w. 1230 H).
n)       Hasan al-Athar (w. 1250 H.[21]



C.    Penutup
1.      Kesimpulan
 Berdasarkan uraia di atas dapat disimpulkan bahwa aliran nahu Baghdad, Andalus, dan Mesir adalah melanjutkan dari perkembangan nahu dari kota Bashrah dan Kufah, karena kebanyakkan imam-imam dari ketiga aliran tersebut belajar ke sana dengan mempelajari ilmu nahu berdasarkan masing-masing aliran. Sehingga ilmu nahu yang berkembang diketiga aliran ini sangat memungkinkan terjadi tarjiah dan menimbulkan pendapat-pendapat baru.

2.      Saran
Penulis berharap dengan pembahasan dalam makalah ini yang terbatas penjelasannya sesuai dengan kemampuan dan batasan yang diberikan, dapat memotifasi pembaca untuk lebih menelusuri pada sumber-sumber terkait dengan pembahasan ini.















DAFTAR PUSTAKA
Al-Thanthawiy, Muhammad, Nahsy’ah al-Nahwu, Kairo: Dar al-Manar, 1991
Dhayf, Syauqi, al-Mudaris an-Nahwiyyah, Kairo: Darul Ma’arif, 1976
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, jilit 1
Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994, jilit 2
Hidayat, D., al-Manhaj al-Nahwi lil Ibni Malik, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 1998
http//syafaat-syifa.blogspot.com/2011/01/sejarah-nahu-baghdad.htm
Pringgodigdo, A.G, dkk., Ensiklopedi Umum, Yokyakarta: Kanisius, 1977


 


[1] Keterangan lebih lengkap tentang keempat fase ini dapat dilihat dalam buku karangan  Muhammad al-Thanthawiy, Nahsy’ah al-Nahwu, (Kairo: Dar al-Manar, 1991), h. 19-28
[2] Baghdad Ibu adalah kota Republik Irak sejak tahun 1932, kota terbeser di wilayah negara Irak modern dan salah satu kota terbesar di Timur Tengah; juga menjadi pusat kebudayaan, pendidikan, industri, ekonomi, dan perdagangan, politik dan pemerintahan Republik Irak. Lihat Dewa Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve), jilit 1, h. 214. Kota ini didirikan dan dibangun oleh al-Manshur Billah Abu Ja’far Abdullah bin Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abdul Muthalib atau lebih dikenal dengan nama Abu Ja’far al-Manshur, khalifah kedua dinasti Abbasiyyah. Lihat, D. Hidayat, al-Manhaj al-Nahwi lil Ibni Malik, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 1998) h. 1
[3] A.G Pringgodigdo, dkk., Ensiklopedi Umum, (Yokyakarta: Kanisius, 1977), h. 115
[4] D. Hidayat, Op.Cit., h. 109
[5] Syauqi Dhayf, al-Mudaris an-Nahwiyyah, (Kairo: Darul Ma’arif, 1976), h. 245
[6] Syauqi Dhayf, Op.Cit., h. 248-255
[7] Ibid.
[8] Ibid., h. 252
[9] Ibid., h. 255-264
[10] Ibid., h. 256-267
[11] http//syafaat-syifa.blogspot.com/2011/01/sejarah-nahu-baghdad.html
[12] Andalus adalah nama yang dikenal di dunia Arab dan dunia Islam untuk semenanjung Iberia. Wilayah itu kini terdiri atas Spanyol dan Portugal. Lihat Dewa Redaksi, Op.Cit., h. 144
[13] Muhammad al-Thanthawiy, Op. Cit., h.288
[14] Syauqi Dhayf, Op.Cit., h. 288
[15] Ibid., h. 289
[16]Ibid.
[17] Syauqi Dhayf, Op.Cit., h.289-326
[18] Mesir terletak di pantai timur laut Benua Afrika; berbatas dengan L.Tengah (utara), L. Merah (timur), Sudan (selatan), dan Libiya (barat). Lihat Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve), jilit 2, h. 226
[19] Syauqi Dhayf, Op.Cit., h.326
[20]Ibid.
[21] Ibid., h. 362-365

Komentar

Postingan Populer