MAKALAH ILMU DALALAH -2012 | PASCA IAIN IB
ABSTRAK
Ilmu
Dalalah disepakati sebagai suatu ilmu yang dipelajari dalam Ilmu Lughah yang
mengkaji tentang makna sebuah kata. Di samping ilmu dalalah ada juga Ilmu
ar-Rumuz (semiotik) yang mempelajari tanda secara umum, baik terkait dengan
bahasa atau non bahasa.
Kata
semantik berasal dari bahasa Yunani “sema” (kata benda) yang berarti “tanda” atau “lambang”. Akar kata sema adalah
“s” dan “m” sangat mirip dengan kata سمة
dari
kata سم
yang juga berarti tanda yang akar katanya adalah س dan
م .
Kata kerja sema
adalah “semaino” yang berarti menandai atau melambangkan. Tanda atau lambang yang dimaksud di sini adalah tanda-tanda linguistik.
Padananya dalam bahasa Arab adalah ilmu al-dilalah yang berasal dari kata دل-
يدل- دلالة yang
berati menunjukkan seperti dalam al quran هل
أدلكم علي تجارة .
Bahasa
diibaratkan mahkluk hidup karena dia hidup di lidah para penuturnya. Bahasa
mengalami perkembangan dan perubahan seiring dengan perkembangan zaman
sebagaimana halnya manusia. Bahasa adalah fenomena sosial yang hidup di tengah
masyarakat. Dia ikut berkembang jika masyarakat berkembang dan mundur ketika
masyarakat itu mundur.
Arti
sebuah kata sebenarnya tidak permanen tetapi mengalami perubahan yang terus
menerus dan tak seorangpun yang mampu membendung perubahan itu. Ini dapat
dibuktikan merujuk kepada kamus, di mana sebuah kata dapat mengalami perubahan
makna setiap saat.
DEFENISI
ILMU DALALAH
A. Pendahuluan
Ilmu dalalah atau ilmu dilalah (bahasa Arab) yang merupakan padanan
dari kata semantique (bahasa Perancis) atau semantics (bahasa
Inggris), atau semantik (bahasa Indonesia). Di kalangan bangsa Arab ada yang
menggunakan istilah ilmu dalalah, ada juga yang menggunakan istilah dalalat
al-alfaz atau ilmu al-ma’na. Tetapi tampaknya yang pertama lebih
sering digunakan. Di samping ilmu dalalah ada juga ilmu ar-rumuz (semiotik)
yang mempelajari tanda secara umum, baik terkait dengan bahasa atau non bahasa.
Sementara ilmu dalalah (semantik) mengkaji masalah tanda dalam bahasa.
Dalam sistem semiotik, bahasa dibedakan ke dalam tiga komponen, yaitu:
1.
Sintaksis,
terkait dengan lambang dan bentuk hubungan;
2.
Semantik,
terkait dengan hubungan antar lambang dan dunia luar yang diacunya;
3.
Pragmatik,
terkait dengan hubungan antara pemakai bahasa dengan lambang dalam pemakaiannya.[1]
Banyaknya kajian tentang ilmu dalalah, maka dalam makalah ini
penulis akan membatasi permasalah tentang defenisi ilmu dalalah, sejarah muncul
dan berkembangnya ilmu dalalah, objek kajian ilmu dalalah, dan beberapa
pemikiran tentang dalalah di kalangan ahli bahasa Arab.
B. Defenisi Ilmu Dalalah
1.
Ilmu
Ilmu merupakan pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan
gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.[2]
Menurut Prof. KH. M Taib Thahir Abd. Mu’in, ilmu adalah
mengenal sesuatu yang belum dikenal.[3]
Muhammad Nur Al-Ibrahim mengemukakan pengertian ilmu menurut ahli mantik adalah
pencapaian objek yang belum diketahui dengan cara meyakini atau menduga
keadaannya bisa sesuai dengan realita atau sebaliknya.[4]
Ilmu pengetahuan merupakan cara untuk menghasilkan dan
menguji kebenaran pernyataan mengenai berbagai peristiwa yang terjadi di dunia
pengalaman manusia. Paling tidak ada empat cara untuk menghasilkan dan menguji
kebenaran pernyataan empiris, yaitu:
a.
Otoriter, pencapai pengetahuan yang
berbobot (ketua adat, uskup, raja, dll).
b.
Mistik, sebagian dihubungkan dengan
cara otoriter seperti para wali, pelantara,
dewa-dewa, dll. Otoriter lebih berorientasi bagaimana sosial sedangkan
mistik bersumber dari bribadi pemakai.
c.
Logika Rasional, sejalan dengan
pemikiran sosial.
d.
Cara Ilmiah, menggabungkan suatu
kepercayaan terhadap akibat yang diamati.[5]
Ilmu menurut para pakar Mantiq, adalah mengerti dengan yakin
atau mendekati yakin (zhan) mengenai sesuatu yang belum diketahui, baik paham
itu sesuai dengan realita maupun tidak.
Contoh: Ketika Anda berada dalam sinar cahaya bulan yang
samar-samar, kebetulan melihat bayang-bayang hitam setinggi manusia. Anda
lantas memahami bahwa bayang-bayang itu adalah bayangan manusia dan anda yakin
akan paham anda itu. Kebetulan, ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah benar
bayangan manusia. Pemahaman anda itu merupakan ilmu yang yakin dan sesuai
dengan realitas (ilmu yaqini muthabiq
lil-waqi’) akan tetapi, jika anda mempunyai pengertian yang mendekati yakin
(zhan) bahwa bayang-bayang itu adalah bayangan manusia. Kebetulan,
ternyata bahwa bayang-bayang itu adalah benar bayangan manusia. Maka pengertian
anda itu merupakan ilmu yang mendekati yakin (zhan) dan sesuai dengan
realitas (ilmun zhanni muthabiq lil-waqi’).
Sebaliknya dari contoh di atas, ada Ilmun yaqimi ghairu muthabiq lil-waqi’ dan Ilmun zhanni ghairu mhuntabiq lil-waqi’.
2.
Ilmu Dalalah
Ilmu dalalah merupakan salah satu
bagian dari tata bahasa yang meliputi fonolgi, tata bahasa dan semantik.
Semantik diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari makna. Dalam bahasa Arab,
ilmu dalalah terdiri atas dua kata yaitu : ilmu dan dalalah. Ilmu yang berarti
pengetahuan dan dalalah yang berarti penunjuk atau makna. Jadi ilmu dalalah
menurut bahasa adalah ilmu pengetahuan tentang makna.
Secara terminologis ilmu dalalah
sebagai salah satu cabang lingustik yang telah berdiri sendiri adalah ilmu yang
mempelajari tentang makna suatu bahasa, baik pada tataran mufradat (kosa
kata) maupun pada tataran tarakib (struktur).[6]
“Dalalah” (دلَالَةٌ) atau “dalalah” secara umum adalah :
الدلالة
هي فهم امر من امر آخر
“Memahami
sesuatu atas sesuatu yang lain”.
Kata sesuatu
yang disebutkan pertama disebut ”madlul” (مَدْلُوْلٌ) (yang ditunjuk). Dalam hubunganya dengan hukum, yang disebut madlul
itu adalah “hukum” itu sendiri. Kata sesuatu yang disebut kedua kalinya disebut
“dalil” (دَلِيْلٌ) (yang menjadi petunjuk). Dalam hubunganya dengan hukum, dalil
itu disebut “dalil hukum”.[7]
Secara terminologis, ‘ilm al-dalalah sebagai salah satu
cabang linguistik (‘ilm-al-lughoh) yang berdiri sendiri yaitu ilmu yang
mempelajari tentang makna suatu bahasa, baik pada tataran mufrodat (kosa-kata)
maupun pada tataran tarakib (struktur).
Ahmad Mukhtar ‘Umar mendefinisikan ‘ilm ad-dalalah sebagai berikut :
Ahmad Mukhtar ‘Umar mendefinisikan ‘ilm ad-dalalah sebagai berikut :
دراسة المعنى أو العلم الذي يدرس
المعنى أو ذلك الفرع من علم اللغة الذي يتناول نظرية المعنى أو ذلك الفرع الذي
يدرس الشروط الواجب توافرها فى الرمز حتى يكون قادرا على حمل المعنى
“Kajian
tentang makna, atau ilmu yang membahas tentang makna, atau cabang linguistik
yang mengkaji teori makna, atau cabang linguistik yang mengkaji syarat-syarat
yang harus dipenuhi untuk mengungkap lambang-lambang bunyi sehingga mempunyai
makna.”[8]
Dalalah adalah memahami sesuatu dari
sesuatu yang lain, sesuatu yang pertama disebut al-madlul, dan segala sesuatu
yang kedua disebut al-dalil (Petunjuk, penerang atau
yang memberi dalil). Contoh: Terdengan
raungan harimau di suatu semak merupakan dalalah yang menunjukkan adanya
harimau di dalam semak tersebut.
C. Sejarah Munculnya dan Berkembangnya Ilmu
Dalalah
1. Sejarah Munculnya Ilmu Dalalah
Istilah ilmu dalalah muncul belakangan
setelah munculnya istilah semantik, yang ditulis pertama kali oleh seorang ahli
bahasa berkebangsaan Perancis yaitu Breal dalam bukunya Essai de semantique
tahun 1897. Sebenarnya kajian tentang makna telah lama dilakukan oleh para ahli
bahasa Arab, tetapi baru akhir abad 19 menjadi ilmu tersendiri, sebagaimana
yang ada sekarang. Sejauh mana kajian keislaman mempunyai perhatian terhadap
kajian tentang makna ini?
Persoalan-persoalan pokok dalam Ilmu Dalalah
pada mulanya hanya membahas makna atau makna-makna kata dan perkembangan makna
tersebut, sehingga lebih tepat disebut ilmu ad- dalalah al-mu’jamy,[9]
misalnya kata عين dapat berarti mata air, mata-mata atau bola
mata, mata uang, mata angin, mata duitan, mata kai, mata keranjang, mata hati,
mata buaya, mata pena, mata hari mata pelajaran, cendra mata, air mata, kaca
mata dan sebagainya.[10]
Kata بيت dapat pula berarti sebuah rumah atau sebait
puisi. Satu kata seringkali mempunyai arti lebih dari satu, misalnya yang satu
makna hakiki yang lainnya makna majazi , seperti kata nikah, dapat berarti akad
nikah ( makna hakiki) atau bersenggama (makna majazi). Misalnya pada ayat:
ولاتنكحوا
ما نكح اباءكم من النساء إلا ماقد سلف
Kata nikah dalam ayat tersebut dapat
dipahami dari sisi makna hakiki atau majazi atau kedua-duanya. Tidak sedikit
pula dijumpai dalam bahasa Arab, kata yang terdiri dari huruf-huruf tertentu
dan dapat dibaca dengan beragam bacaan (berbeda harakat) sehingga mempunyai makna
yang berbeda pula, misalnya kata ملك dapat dibaca malikun (seorang raja), mulkun
(sebuah kerajaan) milkun (milik) malaka (memiliki atau menguasai). Untuk
menentukan makna sebuah kata, diperlukan pengetahuan tentang konteks di mana
kata itu diungkapkan atau disusun. Untuk menyingkap makna, dengan hanya
terfokus pada kata perkata saja, ternyata belum cukup. Oleh karena itu,
pembahasan diperluas lagi dengan kajian terhadap struktur (tarkib)
kalimat. Susunan (tarkib) kalimat mempunyai pengaruh terhadap makna yang
ditimbulkan oleh kalimat tersebut. Dalam hal tarkib, meskipun kata-kata yang
digunakan sama, makna akan berbeda ketika struktur kalimatnya berbeda.[11]
2. Sejarah Berkembangnya Ilmu Dalalah
a.
Masa
Klasik
Secara historis,
sejarah kajian makna sudah ada sejak zaman Yunani kuno, dan Aristoteles (384-322 SM) adalah orang
pertama yang menggunakan istilah makna, lewat batasan pengertian kata sebagai
satuan terkecil yang mengandung makna. Selain Aristoteles, Plato juga
membicarakan makna. Dalam cratylus ia mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa secara
implisit mengandung makna-makna tertentu. Di India, para ahli bahasa India
semenjak dulu telah membahas kajian tentang pemahaman karakteristik kosa kata
dan kalimat. Bahkan tidak berlebihan bila dikatakan mereka telah membahas yang
diantarnya kajian semantik tentang perkembangan bahasa baik hubungan antara
lafadz dan makna.
Adapun di dunia Arab, kajian tentng makna sudah banyak dilakukan oleh para linguis Arab. Perhatian mereka terlihat pada berbagai kegiatan, antara lain;
Adapun di dunia Arab, kajian tentng makna sudah banyak dilakukan oleh para linguis Arab. Perhatian mereka terlihat pada berbagai kegiatan, antara lain;
1) Pencatatan makna-makna yang asing dalam
Al-Qur’an
2) Pembicaraan mengenai kemukjizatan
Al-Qur’an
3) Penyusunan kamus
4) Pemberian harokat pada mushaf Al-Qur’an
Perhatian
terhadap ilmu dalalah ini telah mengantarkan kepada perkembangan kamus dalam
bahasa Arab, dan karena itu pembahasan tentang perkamusan dalam bahasa Arab
sangat erat dengan ilmu dalalah, hal ini dapat dipahami karena salah satu
fungsiperkamusan adalah memberikan pemaknaan terhadap suatu kata atau kalimat,
sedangkan pemaknaan itu sendiri merupakan bagian dari ilmu dalalah, dengan
demikian kajian tentang ilmu dalalah dimulai sejak timbulnya kajian perkamusan
yaitu sekitar pertengahan abad kedua hijriyah, yang diprakarsai oleh Al-Kholil
Ibnu Ahmad Al- Farohidi dengan kitabnya Al-‘Ain.
b.
Masa
Modern
Kegiatan para
ilmuan di masa klasik dalam mengkaji makna belum bisa dikatakan sebagai kajian
semantik, sebagi ilmu yang berdiri sendiri, akan tetapi kajian mereka itu
merupakan embrio dari semantik. Baru di akhir abad ke-19, istilah “semantik” di
Barat, sebagai ilmu yang berdiri sendiri ini dikembangkan oleh ilmuan Prancis,
Michael Breal. Kajian semantik menjadi lebih terarah dan sistematis setelah
tampilanya Ferdinand de Saussure dengan karyanya “Course de Linguistique
Generale” (1916), ia dijuluki sebagai bapak linguistik moderen.
Setelah de Saussure ada juga ilmuan yang dianggap cukup memberikan corak, warna dan arah baru dalam kajian bahasa yaitu Leonard Bloomfield dalam bukunya “Language”. Tokoh lain yang berjasa dalam perkembangan linguistik khususnya semantik adalah Noam Chomsky, seorang tokoh aliran tata bahasa transformasi. Ia menyatakan bahwa makna merupakan unsur pokok dalam analisis bahasa.
Setelah de Saussure ada juga ilmuan yang dianggap cukup memberikan corak, warna dan arah baru dalam kajian bahasa yaitu Leonard Bloomfield dalam bukunya “Language”. Tokoh lain yang berjasa dalam perkembangan linguistik khususnya semantik adalah Noam Chomsky, seorang tokoh aliran tata bahasa transformasi. Ia menyatakan bahwa makna merupakan unsur pokok dalam analisis bahasa.
Kajian semantik
bukan hanya menarik perhatian para ahli bahasa tapi juga menarik perhatian para
ahli di luar bahasa, salah satunya yaitu Odgen dn Richard dengan karyanya yang
berjudul “The meaning of meaning” yang membahas kompleks sebuah makna. Dalam
kalangan linguis Arab muncul nama Ibrohim Anis, guru besar bidang linguistik
Arab di universitas Cairo dengan kitabnya yang berjudul “Dalalah Al-alfadz”,
yang diantaranya membahas tentang sejarah perkembangan bahasa manusia dan
bagaimana hubungan antara lafadz dan maknanya seerta jenis hubungan keduanya,
selain itu dibahas pula tentang macam-macam makna yaitu fonologi, morfologi,
sintaksis dan leksikologi.
Sebagai bentuk
konkrit dari perhatian para ulama Arab terhadap semantik adalah upaya
penyusunan kamus yang berlangsung melalui beberapa fase. Pertama, tahap
penyusunan kata-kata dengan penjelasanya yang belum disusun secara teratur.
Kedua, tahap pembukuan lafadz-lafadz secara teratur, akan tetapi berbentuk
risalah-risalah yang terpisah-pisah denagn materi yang terbatas, contohnya
Kitab Al-Mathar karya Abu Zaid Al-Anshori. Ketiga, tahap penyusunan kamus
secara komprehensif dan sistematis yang dipelopori oleh Al-Kholil Ibnu Ahmad
Al-Farohidi, dialah yang memberikan inspirasi bagi para ahli bahasa lainnya
untuk menyuisun kamus. Walhasil, semantik atau ilmu dalalah telah ada sejak
zaman Yunani kuno meskipun belum disebut secara jelas dan tegas sebagai ilmu
yang berdiri sendiri. Pada akhir abad ke-19, semantik menjadi disiplin ilmu
yang berdiri sendiri sebagai cabang linguistik dan yang mempeloporinya adalah
Michael Breal kemudian disempurnakan oleh Ferdinand de Saussure.[12]
D. Objek Kajian Ilmu Dalalah
Sebagai disiplin ilmu yang mengkaji
masalah makna, maka yang menjadi obyek kajian ilmu dalalah adalah:
1.
Aspek makna kata (al-ma’na al-mu’jami)
2.
Aspek bentuk kata (sighah sharfiyyah)
3.
Aspek struktur kalimat
4. Aspek ungkapan yang terkait erat
dengan budaya penutur dan terkadang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke
dalam bahasa lain.[13]
5.
Aspek intonasi (suara).
Adapun ruang lingkup kajian ‘ilm
al-dalalah dari segi yang lain adalah :
1.
al-Dal (penunjuk, pemakna) lafadz dan al-madlul (yang ditunjuk,
dimaknai, makna) serta hubungan simbolik di antara keduanya.
Lafadz
dalam bahasa Arab dapat dikategorikan dalam 4 macam:
a)
Monosemi (al-tabayyun)
yaitu, satu lafadz menunjukkan satu makna.
b)
Hiponimi (al-isytimal)
yaitu, satu lafadz yang menunjukkan makna umum yang mencangkup beberapa arti
yang menjadi turunanya. Dalam pengertian lain disebutkan, hiponimi adalah
hubungan semantik antara sebuah bentuk ujaran yang maknanya tercangkup dalam
makna bentuk ujaran lain.
c)
Sinonimi (al-taroduf)
yaitu, beberapa lafadz yang menunjukkan satu makna meskipun tidak sama persis.
Dalam pengertian lain disebutkan pula, sinonimi adalah hubungan semantik yang
menyatakan adanya kesamaan makna antara satu satuan ujaran dengan satuan ujaran
lain.
d)
Polisemi (ta’addud
al-makna) yaitu, satu lafadz yang mengandung lebih dari satu makna; jika
dua makna itu tidak saling berlawanan, maka disebut al-musytarok al-lafdzi dan
jika saling berlawanan, maka disebut al-tadhadh (antonimi).
2.
Perkembangan
makna, sebab dan kaedahnya, dan hubungan kontekstual dan situasional dalam
kehidupan, ilmu dan seni. Perubahan makna kata disebabkan oleh :
a)
Faktor
kebahasaan
b)
Faktor
kesejarahan
c)
Sebab
Sosial
d)
Faktor
psikologis
e)
Pengaruh
bahasa asing
f)
Karena
kebutuhan akan kata-kata baru.
3.
Majaz
(kiasan) berikut aplikasi semantik dan hubungan stilisiknya.
Majaz dibedakan dari gaya. Arti majazi diperoleh jika denotasi kata
atau ungkapan dialihkan dan mencangkupi juga denotasi lain bersamaan dengan
tautan pikiran lain.
Adapun tujuan pokok dalam penelitian
semantik adalah agar pendegar memahami dengan baik makna yang dimaksud dari
perkataan/pembicaraan lawan bicara atau ungkapan-ungkapan yang dibacanya dan
juga untuk menghindari pengguna bahasa Arab dari kesalahan semantik menyangkut
pemilihan dan penggunaan kosa-kata yang tepat sesuai dengan struktur dan
konteks kalimat. Termasuk juga kesalahan penggunaan istilah dan idiom dan
ungkapan kinayah, isti’arah dan majaz. [14]
E. Beberapa Pemikiran Tentang Dalalah Di
Kalangan Ahli Bahasa Arab
- Ibnu Jinny (322-392 H)
Dia adalah Abu
al-Fath Utsman bin Jinny yang lebih dikenal dengan Ibnu Jinny. Seorang ahli
nahwu besar, lahir dan dibesarkan di Mosul. Ia belajar pada al-Akhfasy, juga
Abu Ali al-Farisi yang amat besar jasanya dalam membentuk kepakarannya dalam
bidang sastra dan tatabahasa Arab, yaki nahwu dan sharaf. Ia dikenal dekat
dengan al-Mutanabbi, bahkan sebagai orang pertama yang mensyarahi diwan
al-mutanabbi. Teori yang dikemukakannya antara lain:
a.
Isytiqaq
Kabir
Isytiqaq ada dua
macam, shaghir dan kabir. Yang pertama (isytiqaq shaghir) dikaji dalam ilmu
sharaf , misalnya isim fa’il atau isim maf’ul yang diambil dari masdarnya seperti
قائل dan مقول
dari
kata قول .
Yang kedua (isytiqaq kabir) dikaji dalam fiqh lughah. Menurut Ibnu Jinni,
kata-kata dalam bahasa Arab yang berasal dari tiga huruf yang sama meskipun
urutan hurufnya berbeda memiliki makna umum yang sama. Misalnya kata-kata
berikut ini : جبر– جرب- بجر- – ربج - برج – رجب
mempunyai makna umum yang sama yakni القوة والشدة (kekuatan dan kekerasan ).
mempunyai makna umum yang sama yakni القوة والشدة (kekuatan dan kekerasan ).
b.
Tashaqub
al-alfaz litashaqub al-ma’ani ( تصاقب الألفاظ لتصاقب المعاني
)
Intinya adalah
bahwa kata yang hurufnya berdekatan (tidak sama persis) maka maknanya juga
berdekatan, misalnya: هزّ ؛ أزّ yang
artinya القلق ؛ الإزعاج yakni
mengejutkan dan kegelisahan, قطف ؛ قطع juga
mempunya arti yang berdekatan yakni memotong dan memetik. Maka dalam memahami
esensi makna kata perkata dapat dilakukan penelusuran terhadap kata-kata lain
yang huruf-hurufnya sama atau berdekatan.
c.
Dalalah
oleh Ibnu Jinni dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Dalalah lafziyyah,
yaitu makna yang ditimbulkan oleh lafal atau suara dari kata tersebut, misalnya
ضرب menunjukkan suara
pukulan (tentunya untuk kata-kata yang berasal dari peniruan suara, atau
intonasi untuk kata yang bukan berasal dari peniruan suara).
2) Dalalah shinaiyyah,
yaitu makna yang dipengaruhi oleh bentuk kata atau shigah, dalam bentuk madly menunjukkan
adanya perbuatan dan waktu perbuatan tersebut . Perbedaan antara kata صابر
dan
صبور ,
yang pertama berarti orang yang sabar, yang kedua berarti orang yang sangat
sabar. Perbedaan makna ini disebabkan oleh perbedaan shighah.
3)
Dalalah ma’nawiyyah, yaitu makna
terjadinya pemukulan oleh pemukul terhadap terpukul, yakni penyampaian gagasan
(fikrah) melalui simbol bahasa.
2.
‘Abd
al-Qahir al-Jurjani dan teori an-nazm (w. 471 H)
Ia dilahirkan di Jurjan, suatu kota terkenal
di Tibristan awal abad 15 H. Sejak kecil ia sudah mencintai ilmu. Ia
mempelajari nahwu, sastra dan fiqh. Ia berguru, antara lain, pada Sibawaih,
al-Jahiz, al-Mubarrad, Ibnu Duraid. Ia dikenal sebagai salah satu muassis ilmu
balaghah, banyak menulis tentang balaghah. Di antara karyanya yang terkenal
adalah Dalail al-I’jaz dan Asrar al-Balaghah Lafal adalah wadah bagi makna,
maka lafal akan mengikuti makna. Jika suatu makna itu muncul pertama kali pada
diri seseorang, maka begitu pula ia akan muncul pertama kali dalam ucapan.
إن الألفاظ إذا كانت أوعية للمعاني فإنها لا محالة تتبع المعاني في مواقعها. فإذا وجب لمعنى أن يكون أولا في النفس وجب اللفظ الدال عليه أن يكون مثله أولا في النطق
إن الألفاظ إذا كانت أوعية للمعاني فإنها لا محالة تتبع المعاني في مواقعها. فإذا وجب لمعنى أن يكون أولا في النفس وجب اللفظ الدال عليه أن يكون مثله أولا في النطق
Jika lafal merupakan wadah bagi makna, maka
sudah barang tentu lafal akan mengikuti makna pada posisinya masing-masing.
Jika posisi makna yang ada dalam diri seseorang berada pada posisi pertama,
maka demikian pula halnya lafal yang diungkapkan untuk menunjukkan makna
tersebut juga pertama diucapkannya .
Sebagai contoh terkait dengan perbedaan susunan kata pada kalimat-kalimat berikut ini (kata-kata أنا؛ زيد ؛ ضرب ) letaknya berbeda pada masing-masing kalimat, hal itu menyebabkan perbedaan makna, seperti berikut ini: ما ضربت زيداSaya tidak memukul Zaid, (tetapi mungkin ada orang lain yang memukulnya, dan mungkin juga tak ada sama sekali yang memukulnya).
Sebagai contoh terkait dengan perbedaan susunan kata pada kalimat-kalimat berikut ini (kata-kata أنا؛ زيد ؛ ضرب ) letaknya berbeda pada masing-masing kalimat, hal itu menyebabkan perbedaan makna, seperti berikut ini: ما ضربت زيداSaya tidak memukul Zaid, (tetapi mungkin ada orang lain yang memukulnya, dan mungkin juga tak ada sama sekali yang memukulnya).
ما
زيدا ضربت : Saya tidak memukul Zaid, (tapi saya
memang memukul selain dia )
ما أنا ضربت زيدا : Saya tidak memukul Zaid.(Kenyataannya, Zaid telah dipukul seseorang tapi bukan saya yang memukulnya).
ما أنا ضربت زيدا : Saya tidak memukul Zaid.(Kenyataannya, Zaid telah dipukul seseorang tapi bukan saya yang memukulnya).
أجاءك
رجل : Kalimat di samping menanyakan tentang
peristiwa (datangnya) seseorang.
أرجل جاءك؟ : Kalimat di samping menanyakan tentang seseorang (laki-laki atau perempuan) yang datang.
أرجل جاءك؟ : Kalimat di samping menanyakan tentang seseorang (laki-laki atau perempuan) yang datang.
Dengan kata lain, teori nazm ini menegaskan
bahwa perbedaan struktur kalimat akan membawa perubahan makna, karena lafal itu
wadah bagi makna, berbeda wadah, berbeda makna pula. Oleh karena itu, perubahan
struktur lafal (kalimat) akan membawa perubahan makna. Teori yang
dikemukakannya terkait erat dengan nahwu tetapi tidak hanya berhenti pada
struktur luar (البناء الخارجي), melainkan masuk ke dimensi yang lebih dalam lagi, yakni makna
yang ada di balik struktur tersebut (البناء الباطني).
3.
Al-Jahiz
(159-255 H)
Dia adalah Abu Utsman ‘Amr bin Bahr, lahir
dan wafat di Basrah salah seorang sastrawan besar di masa Abbasi. Di antara
karangannya adalah kitab al-hayawan . Makna (gagasan) yang ada dalam benak
orang itu, menurut al-Jahiz, amat sangat tersembunyi dan makna itu berbeda
dengan lafal. Makna terhampar luas tanpa batas, sementara tanda-tanda yang
menunjukkan makna itu sangat terbatas. Artinya, bahwa makna yang disampaikan
oleh penulis atau pembicara tidak dapat dijamin sama dengan makna yang diterima
oleh pembaca atau pendengar. Ada banyak faktor yang menjadikan terjadinya
perbedaan itu.
Menurutnya al-Jahiz, ada lima macam tanda
yang menunjukkan makna, yaitu:
a.
Lafal(اللفظ) , yakni apa yang
diucapkan oleh seseorang
b.
Isyarat (الإشارة), misalnya dengan
tangan, kepala, mata dan sebagainya;
c.
Tulisan(الخط), berbagai macam
model tulisan dibuat adalah untuk menyampaikan makna.
d.
‘Aqd (العقد)(tanda yang
menunjukkan keagungan) seperti pada surat ar-Rahman:
الرحمن علم القرآن خلق الإنسان علمه البيان
الرحمن علم القرآن خلق الإنسان علمه البيان
e.
Nishbah (النصبة ), yakni suatu
keadaan yang berbicara tanpa kata dan menunjuk tanpa tangan, tampak jelas
seperti penciptaan alam semesta yang menunjukkan adanya Sang Maha Pencipta
Masalah makna dalam kajian Islam.[15]
F. Penutup
1. Kesimpulan
Ilmu dalalah adalah kajian tentang makna, atau ilmu yang
membahas tentang makna, atau cabang linguistik yang mengkaji teori makna, atau
cabang linguistik yang mengkaji untuk mengungkap lambang-lambang bunyi sehingga
mempunyai makna.
Dalalah adalah memahami sesuatu terhadap sesuatu yang lain.
Sesuatu yang pertama disebut al-madlul artinya yang ditunjuk atau yang
dimaknai, dan sesuatu yang kedua disebut al-dal artinya yang menunjuk
atau yang memaknai.
Semantik atau
ilmu dalalah telah ada sejak zaman Yunani kuno meskipun belum disebut secara
jelas dan tegas sebagai ilmu yang berdiri sendiri. Pada akhir abad ke-19,
semantik menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri sebagai cabang linguistik
dan yang mempeloporinya adalah Michael Breal kemudian disempurnakan oleh
Ferdinand de Saussure. Adapun obyek kajian ilmu dalalah adalah: makna kata,
bentuk kata, struktur kalimat, ungkapan
yang terkait erat dengan budaya penutur dan intonasi.
DAFTAR
PUSTAKA
al-Araby, al-Jabiri M.Abid Binyat al-‘Aql, Dirasah Tahliliyyah Naqdiyyah
li Nuzim al-Ma’rifah fi as-Saqafah al-‘Arabiyyah. (Bairut:
al-Markaz as-Saqafi al-Arabi, 1991)
Aminuddin,
Semantik, Pengantar Studi tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru, 1988)
Baihaqi A. K , Ilmu Mantik Teknik
Dasar Berpikir Logika, (Darul Ulum Press)
Dayah, Fayaz al, Ilmu al Dilalah al ‘Araby Baina
al Nazariyah wa al Tathbiqi, (Damsyiq : Dar al Fikr1996)
Mu’in, M Taib Thahir Abd Ilmu
Mantik ( logika)., (Jakarta : PT Bumi Restu, 1987)
Sambas, Syukriadi, Mantik Kaidah
Berpikir Islami (Bandung : Remaja Rosda Karya, 1996)
Umar,
Ahmad Mukhtar, Ilm ad- dalalah. (Kairo: Alam al-Kutub, 1993)
Wallace, L. 1990. Metode Logika
Ilmu Sosial. Terjemah: Yayasan Solidaritas Agama. Koordinator: Lailil
Kadar. (Jakarta: Bumi Aksara)
Zajuli,
Masnal , Qadhaya al Ma’na fi al
Lughah al Arabiyah min Khilali al Isytirak, (Jakarta : Quantum, 2000)
http://asa-2009.blogspot.com/2011/06/dilalah-menurut-hanafiyah.html
[1] Ahmad Mukhtar Umar, Ilm
ad- dalalah. (Kairo: Alam al-Kutub, 1993) hlm. 11
[5] Wallace, L. 1990. Metode Logika Ilmu Sosial.
Terjemah: Yayasan Solidaritas Agama. Koordinator: Lailil Kadar. (Jakarta: Bumi Aksara) Hlm. 1-3
[7] http://asa-2009.blogspot.com/2011/06/dilalah-menurut-hanafiyah.html
[9] Aminuddin, Semantik,
Pengantar Studi tentang Makna, (Bandung: Sinar Baru, 1988), hlm. 37
[10] Masnal Zajuli, Qadhaya al Ma’na fi al Lughah al Arabiyah
min Khilali al Isytirak, (Jakarta : Quantum, 2000), hlm. 64
[11] al-Jabiri. M.Abid
Binyat al-‘Aql al-Araby, Dirasah Tahliliyyah Naqdiyyah li Nuzim al-Ma’rifah
fi as-Saqafah al-‘Arabiyyah. (Bairut: al-Markaz as-Saqafi al-Arabi, 1991)
[13] Fayaz al Dayah, Ilmu
al Dilalah al ‘Araby Baina al Nazariyah wa al Tathbiqi, (Damsyiq : Dar al
Fikr1996,) hlm. 20
Komentar
Posting Komentar