MAKALAH DALALAH 2012 - PEMBAGIAN DAALALAH- || PASCA IAIN IB



PEMBAGIAN DALALAH
(أنـــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــواع الدلالة)
A.    Pendahuluan
Semantik merupakan cabang dari tata bahasa yang meliputi fonologi, tata bahasa, dan semantik. Semantik diartikan sebagai ilmu bahasa yang mempelajari makna. Yakni mempelajari makna yang terkandung dalam suatu lafal kata serta kolerasi yang meliputi sebuah makna itu sendiri. Maksudnya hubungan dalam hal padanan makna, lawan makna, banyaknya makna, serta yang meliputi baik dalam tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik itu sendiri. Karena mengingat, makna itu pada hakikatnya itu umum dan bisa menyentuh semuanya. Dengan kata lain, semantik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda dalam bahasa. Dalam bahasa Arab disebut ‘ilm- ad-dalalah. ‘Ilm- ad-dalalah ini terdiri atas dua kata: ‘ilm yang berarti ilmu pemgetahuan, dan al-dilalah yang berarti penunjukkan atau makna. Jadi, ‘ilm al-dilalah menurut bahasa adalah ilmu pengetahuan yang mengetahui tentang makna.
Secara terminologis, ‘ilm- ad-dalalah sebagai salah satu cabang linguistik ‘ilm-al-lughoh yang telah berdiri sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang makna suatu bahasa, baik pada tataran makna mufrodat (kosa-kata) maupun pada makna dalam tataran tarokib (struktur atau gramatikal bahasa).
Sementara itu defnisi menurut para tokoh, bahasa dan kata bisa dilihat dari tiga sudut pandang yang berbeda : singkronik, diakronik, dan pankronik. Sudut pandang singkronik diperlukan untuk melihat kata baik saat ini maupun satu kurun masa tertentu, sedangkan sudut pandang diakronik diperlukan untuk melihat perjalanan sejarah suatu kata dari waktu ke waktu (over time) . Di pihak lain, sudut pandang pankronik tidak dibatasi oleh ketentuan-ketentuan waktu tertentu. Sudut pandang ini diperlukan untuk melihat ciri khas universal suatu bahasa, pola perubahan lintas bahasa, dan fitur-fitur bahasa tertentu yang kontras melalui priode waktu yang panjang . Khusus untuk sudut pandang diakronik, menyebutkan bahwa sejarah suatu kata biasanya dipengaruhi oleh sejarah politik dan sejarah ekonomi yang melingkupi kata itu.
Di sini diketahui bahwa kandungan arti kata pada suatu bahasa perlu diketahui guna memahami bahasa tersebut. Begitu juga tidak kalah pentingnya memahami makna kata itu pada saat dikombinasikan menjadi sebuah makna frase dan makna kalimat. Semantik adalah bidang kajian linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Dengan kata lain, ilmu ini merupakan ilmu yang mempelajari sistem tanda atau simbol isi dalam bahasa. Dalam bahasa Arab dikenal “ilmu ad-dilalah.
Semantik mempelajari makna satuan-satuan lingual bahasa, yaitu kata frasa, klausa, dan kalimat. Fromkin dan Rodman (1998: 155-156) menyebut kajian makna kata dan hubungan makna antar kata sebagai semantik leksikal atau lexical semantics (makna berdasarkan kamus per kata), sedangkan kajian makna unit sintaktis yang lebih besar dari pada kata disebut semantik frasal atau phrasal semantics (makna yang berdasarkan frase aturan gramatikal) dan semantik kalimat (sentential semantics). Oleh Cruse (2000: 267), dua jenis semantic yang terakhir disebut semantic gramatikal (gramatical semantics).
Dari sini terlihat, ada dua kubu semantik, yaitu kubu semantik kata atau berdasarkan mufrodat dan kubu sematik kalimat (berdasarkan struktur kalimat dalam bahasa). Kubu semantik kalimat menganggap bahwa ketentuan sebuah kalimat adalah ketentuan expresi, sedangkan kata hanyalah sebagian dari kalimat yang akan punya arti jelas bila sudah berada dalam kalimat karena mengingat bila kata digramatikalkan akan mempunyai arti sendiri berdasarkan keinginan orang yang berkata. Sementara itu, kubu semantik kata menganggap kalimat bukanlah penjumlahan dari arti kata, sebab kalimat  satu dengan yang lain akan berbeda jauh, meskipun kata-kata yang dipakai sama persis bila urut-urutan letak kata berbeda. Berarti kubu semantik kata pada intinya kata itu punya arti sendiri, meski penempatan kata itu berbeda-beda. Jadi, lafal bisa mempunyai arti banyak berdasarkan dokumentasi kamus dan akan berdiri sendiri dan berkembang sendiri seiring perkembangan kalimat.
Dalalah atau semantik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari makna bahasa. Menurut Abdul Chaer semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa.[1] Objek yang dibahas dalam semantik mencakup keseluruhan makna yang terkandung dalam bahasa. Objek semantik adalah telaah tentang makna yang mencakup lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lainnya serta pengaruh makna tehadap manusia dan masyarakat pengguna bahasa.
Mempelajari semantik sebagai bagian dari ilmu bahasa dapat memberikan manfaat bagi setiap mereka yang bergelut di dunia bahasa.[2]Sebagai pelaku bahasa, manusia tidak akan terlepas dari makna. Pengungkapan dan penerima makna adalah karakter alami bahasa yang terdapat pada manusia, pemahaman klasifikasi makna akan mempermudah transformasi bahasa anatar satu penutur dengan penutur yang lain. Makalah ini membahas pembagian dalalah atau makna dari factor ekstren dan intern bahasa.

B.    Pembahasan
Ibrahim Anis dalam bukunya dilalatul alfaz menyebutkan bahwa dalalah itu terbagi  kepada, dalalah sharfiyah, dalalah nahwiyah, dalalah mu’jamiyah dan ijtima’iyah.[3]
1.     Dalalah shautiyah
Dalalah shautiyah adalah makna yang terkandung dalam bunyi, adapun pembagiannya sperti :
a.      Fonologi
Adalah bidang bahasa yang mempelajari, menganalisis dan membicarakan runtutan  bunyi-bunyi bahasa. Secara etimologi terbentuk dari kata fon yaitu bunyi dan logi yaitu ilmu. Menurut hierarki satuan  bunyi yang menjadi objek kajiannya, fonologi dibedakan menjadi fonetik dan fonemik. Secara umum fonetik biasa dijelaskan sebagai cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Sedangkan fonemik adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa dengan memperhatikan fungsi bunyi tersebut sebagai pembeda makna.[4]
Bunyi [i] yang terdapat pada kata [intan], [angin], dan [batik] adalah tidak sama. Ketidaksamaan bunyi huruf[i] itu merupakan sebagai salah satu contoh objek atau sasaran studi fonetik. Dalam kajiannya fonetik akan berusaha mendeskripsikan perbedaan bunyi-bunyi itu serta menjelaskan sebab-sebabnya. Sebaliknya bunyi huruf[p] dan [b] yang terdapat misalnya pada kata[p] dan [b] yang terdapat pada kata[paru] dan [baru] adalah menjadi contoh sasaran studi fonemik, sebab perbedaan bunyi[p] dan [b] itu menyebabkan berbedanya makna kata [paru] dan [baru] itu.
b.     Fonetik
Adalah cabang studi fonologi yang mempelajari bunyi bahasa tanpa memperhatikan apakah bunyi-bunyi tersebut mempunyai fungsi sebagai pembeda makna atau tidak. Kemudian menurut urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, dibedakan adanya tiga jenis fonetik, yaitu fonetik artikulatoris, fonetik akustik, dan auditoris.
Fonetik artikulatoris disebut juga fonetik organis atau fonetik fisiologis, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan. Fonetik akuistik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam. Sedangkan fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu  oleh telinga kita. Dari ketiga jenis fonetik ini yang paling berurusan dengan ilmu linguistik adalah fonetik artikulatoris sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan oleh manusia. Sedangkan fonetik akuistik lebih berkenaan dengan bidang kedokteran.
c.      Fonemik
Yaitu identitas fonem sebagai pembeda. Dasar bukti identitas fonem adalah apa yang dapat kita sebut “fungsi pembeda”  sebagai sifat khas fonem tersebut. Seperti contoh tentang kata rupa dan lupa. Satu-satunya perbedaan diantara kata itu ialah menyangkut bunyi pertama (r) dan bunyi kedua (l). oleh karena semua yang lain dalam pasangan kedua  kata ini adalah sama maka pasangan tersebut disebut “pasangan minimal”, perbedaan anatara r dan l adalah apa yang membedakan dari sudut analisis bunyi rupa dan lupa. Maka dari itu, l dan r dalam bahasa Indonesia merupakan fonem-fonem yang berbeda identitasnya.[5]
Objek penelitian fonemik adalah fonem yakni bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Untuk mengetahui apakah sebuah bunyi fonem atau bukan, kita harus mencari sebuah satuan bahasa, biasanya sebuah kata, yang mengandung bunyi tersebut, lalu membandingkannya dengan satuan bahasa lain yang mirip dengan satuan bahasa yang pertama. Kalau ternyata kedua satuan bahasa itu berbeda maknanya, maka bunyi tersebut adalah sebuah fonem, karena dia bisa berfungsi membedakan makna kedua satuan bahasa itu.
Fonem itu berjenis-jenis, Pater Ladefoget, Glason mengatakan bahwa fonem setiap bahasa dapat dibagi atas; fonem segmental, yaitu fonem yang dapat dianalisis keberadaannya. Fonem segmental dapat dibagi menjadi vocal dan konsonan. Yang kedua yaitu fonem suprasegmental yaitu fonem yang keberadaannya harus bersama-sama fonem segmental.[6]

2.     Dalalah Sharfiyah
Sharf merupakan salah satu cabang ilmu tata bahasa arab yang mempelajari segala peraturan yang berhubungan dengan pembentukan kata-kata arab, pemecahan dan perubahan bentuk kata yang membawa perubahan makna kata. Cakupan kajian dari sharf ini adalah konjugasi kata-kata arab dari satu bentuk kata dengan segala perubahan yang terjadi dalam proses pembentukan tersebut. Perubahan ini pada akhirnya membawa pada perubahan. Perubahan  makna kata sharf menurut bahasa adalah berubah atau mengubah. Mengubah dari bentuk aslinya kepada bentuk yang lain.
Ilmu sharf disebut juga dengan morfologi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa yang dimaksud dengan morfologi adalah cabang linguistik yang mengkaji tentang morfem dan kombinasi-kombinasinya atau bagian dari struktur bahasa yang mencakup kata dan bagian-bagian kata.[7] Akan tetapi ilmu sharf lebih dinilai lebih bervariasi dibanding morfologi.
Adapun menurut istilah, sharf adalah berubahnya bentuk asal pertama yang berupa fi’il madhi, fi’il mudhari’, menjadi masdhdar, isim fail, isim maful, fiil amar, fiil nahi, isim zaman, isim makan dan isim alat.
Maksud dan tujuan dari perubahan dalam sharf adalah agar memperoleh makna atau arti yang berbeda. Dari perubahan satu bentuk kata kebentuk kata lainnya di dalam ilmu sharf  dinamakan shighat.
3.     Dalalah nahwiyah ( makna sintaksis)
Secara umum ada banyak batasan sintaksis yang telah dikemukakan oleh linguis, sintaksis sebagai telaah tentang kaidah-kaidah yang mengatur cara kata-kata dikombinasikan untuk membentuk kalimat dalam satu bahasa. Tidak jauh beda dengan sintaksis dalam versi arab yang mengalami penamaan sebagai ilmu nahu, yaitu ilmu yang membahas  tentang kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengetahui hukum kalimat Arab, keadaan susunan I’rab dan binanya.
Kata sintakis berasal dari kata Yunani (sun: “dengan” dan tattein : menempatkan). Jadi kata sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.[8] Sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan. Sama halnya dengan morfologi, akan tetapi morfologi menyangkut struktur gramatikal di dalam kata. Unsur bahasa yang termasuk di dalam sintaksis adalah frase, klausa dan kalimat. Tuturan dalam hal ini menyangkut apa yang dituturkan orang dalam bentuk kalimat. Ramlan mengatakan bahwa sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.[9]
Dalam tataran sintaksis kata merupakan satuan kecil yang secara hierarki menjadi komponen pembentuk satuan sintaksis yang lebih besar yaitu frase. Maka disini kata hanya dibicarakan sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, yaitu dalam hubungannya dengan unsur-unsur pembentuk satuan yang lebih besar yaitu frase, klausa dan kalimat. Dalam pembicaraan kata sebagai pengisi satuan sintaksis, pertama-tama harus kita bedakan dulu adanya dua macam kata, yaitu yang disebut kata penuh (fullword) dan kata tugas (funciontword). Yang merupakan kata penuh adalah kata-kata yang termasuk kategori nomina, adjektiva, adverbial dan numeria. Sedangkan yang termasuk kata tugas adalah  kata-kata yang berkategori preposisi dan konjungsi.[10]
4.     Dalalah Mu’jamiyah (makna leksikal)
Makna leksikal (makna asasiyyah atau mu’jamiyah) dapat diartikan sebagai makna kata secara lepas diluar konteks kalimatnya. Makna leksikal ini terutama yang berupa kata dalam kamus biasanya menjadi makna pertama dari kata atau entri yang terdaftar  dalam kamus.
5.     Dalalah Ijtima’iyyah
Aspek ungkapan yang terkait erat dengan budaya penutur dan terkadang tidak dapat diterjemahkan secara harfiah ke dalam makna satu bahasa dengan bahasa lain.[11]
Sedangkan menurut Ibnu Jinny, dia membagi tersendiri macam-macam dalalah. Secara garis besar Ibnu Jinny membagi Dalalah menjadi dua macam : dalalah lafziyah  dan dalalah ghairu lafziyah. Dalalah lafziyah  terbagi menjadi : Thabi’iyah, ‘Aqliyah, Wad’iyah, Muthabaqiyah, Tadhammuniyah, dan Iltizamiyah Ghairu Lafziyah, Dalalah ghairu lafziyah terbagi menjadi: Thabi’iyah, Aqliyah dan Wadh’iyah.

1.     Dalalah Lafziyah 
Dalalah Lafziyah adalah petunjuk yang berupa kata atau suara. Dalalah ini terbagi menjadi tiga:
a.     Dalalah lafziyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang berbentuk alami (‘aradh thabi’i)
Contoh:
1).  Tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira
2).  Menangis terisak-isak  menjadi dilalah bagi bersedih

b.     Dilalah lafziyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang berbentuk akal pikiran
Contoh:
1). Suara teriakan di tengah hutan menjadi dilalah bagi adanya menusia di sana.
2). Suara teriakan maling di sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian.

c.      Dilalah lafziyah Wad’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja) berdasarkan kesepakatan.

Contoh:
Petunjuk lafaz (kata) kepada makna (benda) yang disepakaati:
1).  Orang sunda, misalnya sepakat menetapkan kata cau menjadi dilalah bagi pisang.
2).  Orang jawa, misalnya sepakat menetapkan kata gedang  menjadi dilalah bagi pisang.
3).  Orang inggris, misalnya sepakat menetapkan kata banana menjadi dilalah bagi pisang.

Adapun dilalah lafziyah Wad’iyah menjadi ajang pembahasaan para pakar mantiq.

Dilalah lafziyah Wad’iyah, dibagi menjadi tiga:

1).  Dilalah lafziyah Wad’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah lafaz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya.
Contoh:
Kata rumah memberi petunjuk (dilalah) kepada bangunan lengkap yang terdiri dari dinding, jendela, pintu, atap dan lainnya, sehingga bisa dijadikan tempat tinggal yang nyaman. Jika anda menyuruh seorang tukang membuat rumah, maka yang dimaksudkan adalah rumah yang selengkapnya, bukan hanya dindingnya atau atapnya saja.

2).  Dilalah lafziyah Wad’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah lafaz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh:
Ketika anda mengungkapkan kata rumah, kadang-kadang yang anda maksudkan adalah bagian-bagiannya saja. Jika anda misalnya menyuruh tukang memperbaiki rumah maka yang anda maksudkan bukanlah seluruh rumah, tetapi bagian-bagiannya yang rusak saja. Jika anda meminta dokter mengobati badan anda, maka yang dimasudkan bagian  yang sakit saja.

3).  Dilalah lafziyah Wad’iyah Iltizamiyah, yaitu dilalah lafaz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafaz yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang dikandungnya.
Contoh:
Jika anda menyuruh tukang memperrbaiki asbes rumah anda yang runtuh, maka yang anda maksudkan bukan asbes-asbesnya saja  tetapi juga kayu-kayu tempat asbes itu melekat yang kebetulan suda patah-patah. Asbes dan kayu yang menjadi tulangnya terkait amat erat (iltizam). Jika kerusakan asbes itu disebabkan  kebocoran di atap maka perbaikan atap  iltizam (menjadi keharusan yang terkandung dan terkait) kepada perintah memperbaiki asbes loteng itu.

2.     Dilalah Ghairu Lafziyah
Dilalah Ghairu Lafziyah, adalah petunjuk yang tidak  berbentuk kata atau suara. Dilalah ini terbagi tiga:
a.      Dilalah Ghairu Lafziyah Thabi’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang berupa sifat alami.
Contoh:
1).  Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang
2).  Menutup hidung menjadi dilalah bagi menhindarkan bau tidak sedap.

b.     Dilalah Ghairu Lafziyah ‘Aqliyah, yaitu dilalah (petunjuk) yang bukan kata atau suara yang dibentuk akal pikiran.
Contoh:
1). Hilangnya barang-barang di rumah menjadi dilalah adanya pencuri yang mengambil.
2). Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah adanya orang yang membawa api ke sana.

c.      Dilalah Ghairu Lafziyah Wadh’iyah, yaitu dilalah (petunjuk) bukan berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarat atau tanda (apa saja) berdasar kesepakatan.
Contoh:
1).  Secarik kain hitam yang diletakkan dilengan kiri orang Cina adalah dilalah bagi kesedihan / duka cita, karena ada anggota keluarganya yang meninggal.
2).  Bendera kuning dipasang di depan rumah orang Indonesia pada umumnya menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.[12]

C.    Kesimpulan
Ilmu dalalah adalah bagian ilmu bahasa yang membahas tentang hubungan antara makna dan lafaz, lafaz adalah alat makna dalam menyampaikan tujuan atau maksud dari si penutur lafaz dalam mengungkapkan pikiran, perasaan, gagasan dan lain-lain, pemahaman makna yang berbeda atau kekeliruan dalam menerima dan menyampaikan makna, adalah hal yang tidak diharapkan dalam kontek bahasa dari faktor intern dan ekstern bahasa tersebut.



[1] Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 112
[2] Mansoer Pateda, Semantik Leksikal, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h. 24
[3] Ibrahim Anis, Dilalatul Alfaz, (Mesir: Maktabah Anjlu, 1991), h. 44-48
[4] Abdul Chaer, op. cit, h. 102
[5] J.W.M, Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010),h. 68
[6] Mansoer Pateda, op. cit, h. 69
[7] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1995), h. 666
[8] Mansoer Pateda, Linguistik Sebuah Pengantar, (Bandung: 2011),h. 97
[9] Verhaar, op. cit. h. 161
[10] Abdul Chaer, op. cit, h. 219
[11] Fayas al Dayah, Ilmu al Dilalah al ‘Araby Baina al Nazariyah wa al Tathbiqi,  Damasyiq : Dar al Fikr 1996), h. 20
[12] http://markazunahebat.blogspot.com/2012/04/konsep-ilmu-dan-dalalah.html

Komentar

Postingan Populer